Jumat, 14 Desember 2012

Tripartite Class: Kapal Pemburu Ranjau Andalan TNI AL


OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Bila dicermati tak banyak alutsista dari jenis kapal perang TNI AL yang kini masih digunakan dan ‘benar-benar’ masih diandalkan oleh NATO. Memang TNI AL kini diperkuat korvet canggih dari kelas SIGMA yang mengusung standar teknologi tinggi khas NATO, tapi jenis kapalnya sendiri tidak masuk dalam list arsenal andalan kekuatan laut negara-negara NATO, melainkan berupa korvet yang dipesan berdasarkan kustomisasi dari kebutuhan negara pembeli.
Tapi sebenarnya masih ada jenis kapal perang TNI AL yang hingga kini masih jadi andalan armada laut NATO. Ini tak lain adalah kapal pemburu ranjau kelas Tripartite (Tripartite Class) yang jadi andalan Satran Koarmatim (Satuan Kapal Penyapu Ranjau Komando Armada Timur) TNI AL. Sosok kapal penguber ranjau (mine hunter) ini sejatinya bukan ‘barang’ baru lagi di arsenal TNI AL, Tripartite class dibangun oleh galangan GNM (Van der Gessen de Noord Marinebouw BV ) di Albasserdam, Belanda. Berbeda dengan frigat kelas Tribal dan frigat kelas Van Speijk yang merupakan kapal beli bakas pakai. Tripartite class TNI AL adalah barang baru, alias bukan alutsista second.
Kedua kapal pemburu ranjau kelas Tripartite tersebut adalah KRI Pulau Rengat (711) dan KRI Pulau Rupat (712). KRI Pulau Rengat mulai dibuat pada 19 Desember 1985 lalu diluncurkan pada 27 Agustus 1987 dan resmi memperkuat TNI AL pada 26 Maret 1988. Dirunut dari sejarahnya, kapal kelas Tripartite dirancang pada tahun 70-an dan mulai dibangun pada tahun 1981 hingga 1989 untuk mengisi kebutuhan armada NATO akan kapal pemburu ranjau yang lincah namun berbekal alat sensor canggih.
kri-pulau-rengat-edit
KRI Pulau Rengat 711
KRI Pulau Rupat 712
KRI Pulau Rupat 712
Meski di awal disebutkan kapal buru ranjau ini adalah barang baru. Menurut informasi dari Wikipedia, awalnya kedua kapal ini dibangun untuk kebutuhan AL Belanda. KRI Pulau Rengat 711 dibuat untuk membangun M864 Willemstad dan KRI Pulau Rupat 712 untuk M863 Vlaardingen.
Sesuai namanya ‘Tripartite,’ kapal ini merupakan hasil kerja kongsi antara 3 negara NATO, yakni Perancis, Belanda dan Belgia. Seperti halnya dalam proyek pesawat komersial Airbus, masing-masing negara tadi menyumbang kontribusi dalam penciptaan kapal ini. Perancis dalam hal ini menyiapkan perangkat teknologi mine hunting, sedangkan Belgia menyiapkan perangkat elektronik, dan Belanda berperan dalam konstruksi dan tenaga gerak kapal.
KRI Pulau Rupat dari sisi atas, nampak kanon Rheinmetall 20mm pada haluan
m02009042600016
Menurut LetKol Purn. (P) Pelaut Jaja Surjana yang pernah menjadi Team Base Maintenance kapal pemburu ranjau Tripartite, disebutkan bila lambung kapal ini dibangun dari material khusus yang tidak menimbulkan jejak magnetik, yakni mengadopsi jenis plastik yang diperkuat dengan kaca (glass-reinforced plastic atau GRP). Untuk perangkat buru ranjaunya menggunakan sistem sensor dan processing 1 unit Sonar DUBM, 1 Thales underwater system TSM, side scan sonar,  Sonar TSM 2022, 1  SAAB Bofors Double Eagle Mk III Self Propelled Variable Depth Sonar, dan 1 Consilium Selesmar Type T-250/10CM003 Radar. Sedangkan untuk kelengkapan navigasinya menggunakan radar Decca 1229. Untuk jenis ranjau yang bisa dipindai adalah ranjau kontak, ranjau akustik, dan ranjau magnetik.
12959447231466891739
KRI Pulau Rengat tengah menurunkan Side Scan Sonar
KRI Pulau Rengat tengah menurunkan Side Scan Sonar
Obyek buruan kapal pemburu ranjau ini adalah Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS), khususnya perairan Teluk Lamong merupakan salah satu perairan di wilayah Indonesia yang masih banyak menyimpan ranjau sisa Perang Dunia II yang disebar oleh Jepang untuk menghambat invasi sekutu di Pulau Jawa. Meskipun ranjau-ranjau atau bahan peledak lainnya tersebut telah berumur lebih dari 65 tahun namun masih memiliki kemampuan meledak dan membahayakan keselamatan pelayaran. Apabila terpengaruh oleh aktivitas yang mengandung unsur keakustikan, kemagnetan maupun tekanan dari pengguna laut pada level tertentu, ranjau-ranjau itu dapat meledak.
Lewat Sonar Pemburuan Ranjau (TSM-2022) dapat di deteksi ranjau dengan adanya 4 kontak di dasar laut perairan Teluk Lamong. Setelah diklasifikasi dengan didasarkan pada 4 S (Size, Strength, Shape, dan Shadow), kontak tersebut dapat diidentifikasi sebagai ranjau laut. Setelah melakukan pemburuan, ranjau dapat dihancurkan lewat bom laut atau ditembak langsung dengan kanon Rheinmetall kaliber 20mm. Setiap kapal Tripartite dibekali 2 unit kanon Rheinmetall, yakni pada sisi haluan dan buritan.

Dilihat dari lini persenjataan, pemburu ranjau ini memang minim senjata, hanya mengandalkan kanon Rheinmetall untuk tugas penghancuran ranjau dan pertahanan dari serangan udara. Dalam sebuah kunjungan singkat ke Pangkalan TNI AL Dermaga Ujung – Surabaya. Nampak terlihat dua kapal pemburu ranjau ini bersandar di dekat area ‘garasi’ kapal selam Type 209. Selain digunakan oleh Perancis, Belgia, Belanda dan Indonesia. Pemburu ranjau dengan awak 4 perwira, 15 non-commissioned officers serta 17 pelaut ini juga dimiliki oleh Bulgaria, Latvia dan Pakistan. Pemburu ranjau ini juga aktif digunakan oleh armada NATO dalam memburu serta menghancurkan ranjau yang ditabur di selat Hormuz, Timur Tengah.  (Haryo Adjie Nogo Seno)

sumber 

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *