Selasa, 22 Januari 2013

Semakin Panas, Tiga Kapal China Memasuki Perairan Sengketa



BEIJING- Sengketa pulau Jepang-Cina kian panas. Setelah Jepang mengancam akan menembak pesawat asing yang melintasi ruang udara wilayah sengketa, disusul kecaman Cina atas pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary R. Clinton yang dituding membela Jepang.

Senin, 21 Januari 2013, Badan Penjaga Pantai Jepang mengatakan tiga kapal pengintai maritim Cina masuk ke perairan dekat Pulau Senkaku, yang juga diklaim Beijing. Ketiga kapal tersebut masuk selama sekitar 15 menit, pada pukul 7 pagi waktu setempat, kata Badan Penjaga Pantai Naha, Prefektur Okinawa.

Kementerian Luar Negeri Jepang kemudian mengajukan protes ke Kedutaan Besar Cina di Tokyo. Deputi Direktur Jenderal Urusan Asia dan Oseania, Kanji Yamanouchi, menelepon pejabat senior Kedubes Cina untuk menyampaikan keberatan mereka.

Kapal-kapal Cina itu terakhir kali terlihat di perairan yang sama pada Sabtu lalu. Cina menyebut Kepulauan Senkaku sebagai Diaoyu. Cina meningkatkan klaim atas pulau-pulau tak berpenghuni, sejak pemerintah Jepang membeli tiga dari lima pulau utama di gugusan Kepulauan Senkaku atau Diaoyu. 


China Juga Kerahkan Jet Tempur J-10

Pemerintah Jepang menegaskan tidak akan ragu melepaskan tembakan peringatan jika pesawat tempur China kembali melanggar wilayah udara mereka. Sikap Pemerintah Jepang ini mendapat dukungan Amerika Serikat, yang kembali memicu kemarahan China.

Penegasan pihak Tokyo itu dilontarkan setelah sejumlah jet tempur J-10 China terdeteksi terbang dan mencoba mengganggu pesawat tempur F-15 Jepang. Pesawat tempur Jepang sebelumnya tengah membuntuti pesawat pemantau sipil China, yang terbang di wilayah udara Kepulauan Senkaku di selatan Jepang.

Wilayah kepulauan ini juga diklaim China, yang menyebutnya Diaoyu, sehingga memicu sengketa perbatasan antar-kedua negara.

Insiden di udara itu untuk pertama kalinya diakui dan dimuat di media massa China. Media China, Minggu (20/1), memberitakan, peristiwa itu terjadi di wilayah udara Kepulauan Diaoyu di Laut China Timur.

Pihak China berargumen terpaksa mengerahkan pesawat tempur setelah mendapat laporan terdapat sejumlah pesawat tempur Jepang yang mengganggu pesawat pemantau sipil mereka. China mengklaim, pesawat pemantau itu tidak masuk di wilayah udara Jepang, dan tetap di wilayah kedaulatan China.

Kejadian itu diketahui sebagai kali pertama militer China mengerahkan kekuatan udara mereka untuk merespons pergerakan pesawat tempur Jepang.

Walaupun tidak terjadi insiden lebih parah, peningkatan aktivitas perlintasan pesawat udara dan kapal di wilayah udara dan laut perairan sengketa itu memicu kekhawatiran banyak pihak. Mereka khawatir insiden meluas dan memicu insiden lain yang lebih besar.

Apalagi, pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe menyebut akan menggunakan tembakan amunisi pelacak saat menghadapi serangan udara. Amunisi pelacak itu adalah peluru yang lintasan tembakannya terlihat sebab meninggalkan jejak asap dan cahaya. Tembakan peluru itu bisa langsung terlihat, dan disengaja untuk menarik perhatian lawan.

”Setiap negara punya prosedur sendiri menghadapi pelanggaran teritorial, yang terus terjadi walau berulang kali diperingatkan. Cara merespons seperti itu konsisten dengan standar global,” kata Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera, Rabu.

Bereaksi

Perkembangan terakhir memicu kekhawatiran AS, tampak dari pernyataan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton. Walaupun mengaku tidak berpihak dalam sengketa itu, Hillary pada Jumat lalu menegaskan, AS tak akan menoleransi tindakan sepihak yang merongrong pemerintahan Jepang.

Pernyataan ini mengundang protes keras China, yang menganggap pernyataan itu menunjukkan keberpihakan AS. Beijing menyebut AS mengabaikan fakta kalau kepulauan yang disengketakan adalah bagian dari wilayah kedaulatan China.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Qin Gang, meminta Pemerintah AS memperlihatkan sikap bertanggung jawab dalam persoalan itu.

Siaga Penuh

Pekan lalu, China menyatakan, pihaknya berada dalam kondisi siaga penuh dan menuduh Jepang sebagai penyebab meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut.

”Pesawat dan kapal China menjalankan aktivitas normal di wilayah yurisdiksi kami sendiri, Kepulauan Diaoyu. Kami menentang aktivitas yang dilakukan kapal dan pesawat Jepang di sana,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei.

Menanggapi rencana Jepang menggunakan peluru pelacak, Mayor Jenderal Peng Guangqian dari Akademi Ilmu Kemiliteran China menilai hal itu sebagai bentuk provokasi.

”Menembakkan amunisi seperti itu adalah tindakan provokasi. Begitu Jepang menembakkan peluru pertama, adalah tugas China merespons dengan tidak membiarkan mereka menembak untuk kedua kalinya,” tutur Peng.

Dia juga menilai, rencana itu sengaja dilontarkan untuk memicu perdebatan sekaligus mengukur bagaimana reaksi China.



Sumber : Tempo

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *