Sabtu, 10 Mei 2014

Penghambat Indonesia Jadi Raksasa Ekonomi Dunia




Jakarta – Presiden SBY belum lama ini menyebut Indonesia telah masuk 10 ekonomi terbesar dunia berdasarkan Gross Domestic Product (GDP) versi World Bank atau Bank Dunia. Posisi Indonesia meningkat dari posisi 16 pada 2013 dan kini terus naik hingga peringkat 10.

Saat ini, sembilan negara yang berada di peringkat teratas adalah Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis dan Inggris.

Selain Presiden SBY, ekonom dunia juga menempatkan Indonesia bersama tiga negara lain yaitu Meksiko, Nigeria serta Turki akan menjadi negara kekuatan ekonomi baru dunia pada 30-40 tahun mendatang. Kajian ini dicetuskan oleh Jim O’Neill dengan istilah MINT (Meksiko, Indonesia, Nigeria, Turki).

Dasar pemikirannya adalah banyaknya populasi muda angkatan kerja dari empat negara tersebut. Kemudian, posisi negara yang sangat strategis serta SDM yang melimpah. Jim O’Neill adalah mantan eksekutif Goldman Sachs periode 2001 yang juga memperkenalkan istilah BRIC yaitu Brazil, Rusia, India dan China. Empat negara ini dalam beberapa tahun ke belakang menjadi kekuatan ekonomi baru sekaligus memberi pengaruh bagi perekonomian dunia.

Akan tetapi jalan Indonesia untuk menjadi raksasa baru ekonomi dunia bukan tanpa rintangan. Sejumlah persoalan mendasar ekonomi di negeri ini mendesak untuk segera dicarikan jalan keluar.

Apa saja sejumlah masalah itu ?

1. Bursa saham dikuasai asing

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan perkembangan pasar modal sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, pasar modal merupakan sumber pendanaan yang kuat.

Wakil Kepala Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto terus mengupayakan peningkatan kepemilikan investor lokal di pasar modal yang saat ini masih dikuasai asing. Saat ini kepemilikan asing di pasar modal masih tinggi mencapai 60 persen.

Menurutnya, hadirnya investor lokal di pasar modal mampu membawa stabilitas. Pasalnya, potensi dana keluar negeri bisa ditekan.

“Saat ini investor asing ada 60 persen di pasar saham dan 33 persen di pasar obligasi negara. Jadi bagaimana kemudian misalnya untuk kebutuhan pendanaan sektor swasta maupun publik itu betul-betul mengandalkan dari pasar modal domestik,” jelas dia.

2. Kemiskinan

Menurut Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, empat negara raksasa ekonomi dunia baru atau MINT juga mempunyai masalah sama yaitu kemiskinan dan kesenjangan sosial yang tinggi. Bambang menyebut, salah satu negara MINT yaitu Nigeria, kemajuan penyelesaian masalahnya masih jauh tertinggal dibanding Indonesia.

“Cuma keempat negara itu punya problem struktural yang sama, kemiskinannya belum bisa dibilang kecil, kesenjangannya masih besar, apalagi Nigeria itu masih jauh, services dan infrastrukturnya masih jauh sekali. Kalau saya melihat penggolongannya berdasarkan potensi,” jelasnya.

3. Infrastruktur

Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengakui masih banyak pekerjaan rumah pemerintah untuk menjadikan Indonesia negara kekuatan ekonomi baru pada 30-40 tahun mendatang seperti kajian Jim O’Neill. Salah satunya adalah masalah infrastruktur.

“Terus terang kita butuh kerja keras untuk menjadi negara maju di masa datang. Indonesia jelas banyak, infrastruktur kita masih ketinggalan, kualitas SDM masih harus diperbaiki anggaran harus dirapihin pokoknya kami perlu transformasi struktural,” tuturnya

4.Pendidikan rendah

Kepala BPS, Suryamin mengatakan, angkatan kerja Indonesia masih didominasi lulusan SD. Dari 118,17 juta orang yang bekerja, 55,3 juta orang atau 46,80 persen berasal dari lulusan SD.

“Pekerja lulusan SMP terbanyak kedua sebesar 21,1 juta orang atau 17,82 persen,” ucap Suryamin.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, mengakui pendidikan merupakan kunci dari kisah sukses siapapun, termasuk keluarga miskin, karena itu pendidikan ramah sosial harus menjadi kebijakan pemerintah.

“Ada dua hal penting yang menentukan akses dalam pendidikan yakni ketersediaan (sekolah) dan keterjangkauan (biaya). Itulah penyebab anak putus sekolah, selain sekolah sebagai kebutuhan dasar masih belum menjadi tradisi,” katanya.

Pemerintah sendiri, lanjutnya, telah menggulirkan BOS (bantuan operasional sekolah) untuk pendidikan dasar dan menengah serta BOPTN (bantuan operasional perguruan tinggi negeri) untuk pendidikan tinggi.

Selain bantuan untuk sekolah/universitas, dirinya juga menggelontorkan bantuan untuk siswa/mahasiswa miskin yakni Bantuan Siswa Miskin (BSM).

5.Kebijakan tak maksimal

Pengamat Ekonomi dari INDEF, Enny Sri Hartati menyebut peringkat Indonesia tersebut masih kurang memuaskan. Jika diukur dari GDP atau PDB seharusnya Indonesia bisa masuk peringkat 4 ekonomi terbesar di dunia.

Tidak maksimalnya peringkat Indonesia disebut terjadi karena pemerintah tidak mempunyai kebijakan yang bagus. Misalnya dalam pangan, Indonesia masih terus bergantung pada impor dan tidak bisa menghasilkan bahan pangan sendiri.

“Kalau Indonesia mempunyai kebijakan yang bagus kita bisa peringkat 4 ekonomi terbesar di dunia. Negara agraris terbesar seharusnya menjadi pemasok pangan dunia bukan importir. Mestinya indonesia bisa lebih dari itu,” tutupnya.
 
 
 (Merdeka.com).

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *