Pages

Pages

Pages

Minggu, 16 Maret 2014

Setelah Ukraina, AS Berencana Kudeta Negara Amerika Latin


Amerika Latin target AS berikutnya (http://www.american.com)

 

Kudeta di Ukraina yang diatur Washington telah menjauhkan Venezuela dari berita utama... Namun kekerasan yang dilancarkan Washington terhadap Venezuela yang nyaris bersamaan dengan Ukraina menjadi bukti kriminalitas mencolok Washington.

Demikian ungkap analis senior sekaligus kritikus paling keras saat ini terhadap kebijakan politik luar negeri AS, Dr. Paul Craig Roberts. "Amerika Selatan selalu terdiri dari segelintir elit Spanyol, dengan semua uang dan kekuatannya, yang berkuasa atas mayoritas populasi yang merupakan kaum pribumi namun tidak memiliki perwakilan politik," imbuhnya.

Namun, di Venezuela, lanjut Roberts, Chavez menghancurkan pola semacam itu. "Presiden pribumi terpilih itu pun mewakili rakyat dan bekerja bukan demi mereka yang menjarah negara. Chavez jadi panutan, lalu presiden pribumi lain terpilih di Ekuador dan Bolivia," ujarnya menambahkan.

Chavez dibenci Washington dan dikarakterisasi sebagai setan oleh media AS. "Saat Chavez meninggal dunia karena kanker, Washington pun merayakannya," tutur Roberts.

Evo Morales, Presiden Bolivia, lanjutnya, cenderung mendukung pemberian suaka pada pembocor rahasia NSA, Edward Snowden. Akibatnya, Washington memerintahkan negara-negara boneka Eropa untuk menolak izin melintas pada pesawat Morales saat pulang dari Rusia. "Sejak itu Morales mengalami pelbagai pelecehan dari para penjahat Washington," tegas Roberts.

Rafael Correa, Presiden Ekuador, membuat dirinya jadi target Washington dengan memberi suaka politik pada Julian Assange. "Atas perintah Washington, negara bonekanya, Inggris, menolak memberikan kebebasan melintas bagi Assange yang kemudian harus menghabiskan umurnya di Kedutaan Ekuador di London (seperti Kardinal Mindszenty yang menghabiskan hidupnya di Kedutaan Besar AS di Hongaria yang Komunis)," papar Roberts.

Menyusul kematian Chavez, lanjut Roberts, pribumi Venezuela lainnya, Nicolas Maduro, menjadi presiden. "Maduro tak punya karisma Chavez, yang menjadikannya target lebih empuk bagi segelintir elit Spanyol yang menguasai media," katanya.

Washington, ungkap Roberts, memulai serangan terhadap Maduro dengan menyerang matauang Venezuela dan menjatuhkan nilainya di pasar matauang. "Kemudian para mahasiswa, kebanyakannya anak-anak orang kaya elit Spanyol, dikerahkan untuk melancarkan protes," imbuhnya.

Jatuhnya matauang Venezuela, lanjut Roberts, kontan melambungan harga (komoditas) dan menyebarluaskan ketidakpuasan di tengah kaum pribumi miskin pendukung Maduro. "Untuk meredam kerusuhan, kerusakan properti, dan kekacauan yang dimanfaatkan Washington untuk meluncurkan kudeta, Maduro terpaksa mengandalkan polisi," tuturnya. Buru-buru Menteri Luar Negeri AS John Kerry mencap upaya pemerintah untuk membangun kembali ketertiban umum dan mencegah kudeta sebagai "kampanye teror terhadap warga negaranya sendiri".

Setelah mengatur protes dan merencanakan kudeta, lanjutnya, Kerry menyalahkan Maduro atas kekerasan yang sebenarnya dilancarkan Kerry sendiri seraya meminta Maduro "untuk menghormati hak asasi manusia". "Washington selalu mengikuti alur naskah yang sama: Melakukan kejahatan dan menyalahkan korban," tegasnya.

Jika Washington dapat menggulingkan Maduro, target berikutnya adalah Correa. "Jika Correa tersingkir dan menghidupkan kembali pemerintahan boneka elit kaya Spanyol di sana, Washington dapat meminta mereka mencabut suaka politik yang diberikan Correa pada Assange," katanya.

Kedutaan Ekuador di London akan diperintahkan untuk menendang Assange keluar dan jatuh dalam pelukan polisi Inggris yang akan mengirimnya ke Swedia, lalu ke Washington untuk disiksa sampai mengakui apapun yang diminta Washington.

Kaum miskin mudah tertipu yang berdemonstrasi di jalan-jalan Venezuela, ujar Roberts, sama sekali tak tahu kerusakan yang mereka lakukan untuk diriya sendiri dan pihak lain ketimbang rekan-rekannya di Ukraina. "Warga Venezuela telah melupakan, seperti apa hidup di bawah kekuasaan kalangan elit Spanyol. Tampaknya warga Venezuela bertekad membantu Washington mengembalikan mereka ke perbudakan mereka," imbuhnya.

Jika Washington beres menaklukan Venezuela dan Ekuador, kata Roberts, giliran Bolivia, dan kemudian Brazil. "Washington sudah melirik Brazil , karena negara itu merupakan anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan), dan bermaksud menghancurkan organisasi ini sebelum negara-negara itu mampu membentuk blok perdagangan yang tidak menggunakan matauang dolar AS," paparnya.

Belum lama ini, seorang pejabat AS mengatakan bahwa segera setelah menjepit Rusia, kami (Washington) akan berurusan dengan pendatang baru di Amerika Selatan. "Program ini sedang berjalan sesuai jadwal," pungkas Roberts




Tidak ada komentar:

Posting Komentar