Menurut
FBI, Secret Service dan CIA yang melakukan penyelidikan gabungan,
serangan kali ini adalah yang paling canggih terhadap sistem pemerintah
AS. (Alex Wong/Getty Images)★
Peretas asal Rusia dituduh telah berhasil menyusup masuk ke jaringan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat untuk membobol dan mencuri data-data dari sistem komputer Gedung Putih.
Hal ini disampaikan oleh seorang pejabat AS yang mendapatkan informasi soal investigasi pembobolan jaringan Gedung Putih seperti diberitakan CNN, Rabu (8/3).
Pejabat itu mengatakan bahwa hacker Rusia tidak mampu menembus data-data rahasia di Gedung Putih, namun mereka berhasil mencuri data seperti rincian jadwal kunjungan Presiden Barack Obama. Walau bukan hal yang sensitif dan rahasia, rincian perjalanan yang tidak terbuka untuk publik ini diincar oleh banyak badan intelijen asing.
Gedung Putih mendeteksi penyusupan di sistem komputer mereka pada Oktober tahun lalu. Jaringan sempat dimatikan sementara untuk dilakukan peningkatan keamanan sistem.
Menurut FBI, Secret Service dan CIA yang melakukan penyelidikan gabungan, serangan kali ini adalah yang paling canggih terhadap sistem pemerintah AS.
Serangan itu terlacak dari komputer di seluruh dunia, namun berdasarkan penelusuran kode dan tanda-tanda lainnya penyidik menyimpulkan bahwa pelakunya bekerja untuk pemerintah Rusia.
Cara kerja hacker
Menurut penyidik, hacker Rusia masuk ke jaringan komputer Gedung Putih setelah berhasil membobol situs Departemen Luar Negeri AS. Padahal, sistem Deplu AS telah dilapisi dengan keamanan siber tingkat tinggi. Seorang pejabat AS mengatakan, seorang hacker Rusia bahwa telah memiliki akses ke Deplu selama berbulan-bulan.
Seperti kebanyakan peretasan, pembobolan kali ini juga dimulai dari email phishing, yaitu menyamar untuk membuat pegawai Deplu memberikan akses ke jaringan.
"Seringkali, hacker Tiongkok dan yang lainnya masuk ke sistem kami dengan hanya berpura-pura menjadi orang lain dan meminta akses, dan ada seseorang yang tertipu dan memberikannya," kata Direktur Intelijen Nasional James Clapper dalam ceramahnya di konferensi siber FBI Januari lalu.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Rusia di AS menolak mengomentari informasi tersebut.(den)Retas Gedung Putih, Hacker Rusia Curi 'Rahasia' Obama Para peretas yang diduga berafiliasi dengan Rusia telah membobol sistem komputer Gedung Putih dalam beberapa bulan terakhir dan berhasil mencuri sejumlah informasi mengenai jadwal harian Presiden AS Barack Obama.
Mengutip pernyataan seorang pejabat AS yang sedang melakukan investigasi, kantor berita CNN melaporkan, para peretas memeroleh "akses ke informasi sensitif seperti rincian real-time jadwal presiden yang tidak diungkap ke publik."
Meskipun informasi macam ini tidak terklasifikasi, namun pemerintah AS menilai dokumen tersebut tetap berharga untuk pihak asing.
Sebuah serangan dengan metode pengelabuan memungkin peretas Rusia untuk mengakses jaringan komputer Departemen Luar Negeri AS, yang selanjutnya dikembangkan untuk membobol sistem komputer Gedung Putih.
Para peretas itu disebut bekerja untuk pemerintah Rusia tetapi tidak berhasil dalam mengakses setiap jaringan rahasia AS.
Namun, serangan ini menandakan sistem keamanan tingkat tinggi yang diterapkan pemerintah AS masih bisa dibobol oleh pihak luar, dan mengancam pencurian data rahasia milik negara.
Wakil Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih, Ben Rhodes mengatakan, para peretas tidak berhasil mengakses informasi rahasia, meskipun pemerintah tetap memandang informasi yang tidak terklasifikasi ini sebagai informasi sensitif.
Ia berkata "semakin prihatin" dengan serangan siber yang belakangan melanda.
Rhodes tidak mengkonfirmasi atau menyangkal para peretas Rusia bertanggungjawab atas pembobolan sistem komputer Gedung Putih. "Ini adil untuk mengatakan ... Rusia telah aktif dalam ruang siber dan di ruang spionase," kata Rhodes kepada CNN. (adt)AS Malu-malu Akui Serangan Hacker di Gedung Putih Sekelompok hacker yang berafiliasi dengan Rusia dilaporkan telah membobol sistem komputer Gedung Putih, namun hal ini tidak diakui oleh Amerika Serikat (AS).
Mengutip pernyataan seorang pejabat AS yang sedang melakukan investigasi, kantor berita CNN melaporkan, para peretas memeroleh "akses ke informasi sensitif seperti rincian real-time jadwal presiden yang tidak diungkap ke publik."
Mungkin data tersebut terkesan tak berharga, tapi bagi pihak asing data curian itu bisa dipakai untuk melakukan berbagai kegiatan demi keuntungan pihaknya.
Namun otoritas AS masih malu-malu mengakui berita soal hacker Rusia yang berhasil membobol sistem komputer Gedung Putih. "Memang ada kejadian tahun lalu, tapi kini sistem kami lebih aman," kata Wakil Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih, Ben Rhodes.
Rhodes juga mengatakan, para peretas tidak berhasil mengakses informasi rahasia, meskipun pemerintah tetap memandang informasi yang tidak terklasifikasi ini sebagai informasi sensitif.
Pun begitu, meski mengakui adanya indikasi serangan, namun Rhodes menegaskan bahwa hal tersebut belum tentu dilakukan oleh hacker, apalagi yang memang ditugaskan oleh Rusia.
"Saat ini kami tidak mau membicarakan dari mana serangan tersebut berasal," katanya, dikutip dari ABC Online, Rabu (8/4).NSA Bisa Intip Foto Telanjang Edward Snowden. (Dok. Glenn Greenwald/Laura Poitras)★
Pembocor rahasia dokumen intelijen Amerika Serikat, Edward Snowden, kembali muncul ke publik dan kali ini ia diwawancarai oleh pembawa acara sekaligus komedian John Oliver dalam program televisi "Last Week with John Oliver" di HBO.
Wawancara dilakukan di sebuah kamar hotel di Moskow, Rusia, pekan lalu. Wawancara yang dibawakan secara setengah serius dan setengah kocak ini membicarakan soal aksi mata-mata yang dilakukan intelijen Amerika Serikat, privasi, keamanan, dan ... foto penis.
Hal paling menggelitik dari wawancara ini adalah ketika Oliver bertanya, apakah badan intelijen Amerika Serikat (AS) dapat melihat foto selfie seorang yang telanjang secara online?
"Ya," Snowden menjawab.
Jika seseorang mengirim gambar penis di email yang melewati jaringan Internet internasional, Snowden mengatakan hal itu bisa dilihat oleh badan intelijen AS.
"Jika Anda memiliki email di tempat seperti Gmail, lalu hosting server di luar negeri atau transfer data ke luar negeri atau kapan saja melintasi luar perbatasan Amerika Serikat, gambar Anda akan berakhir di database."
Ia menambahkan, "Bahkan jika Anda mengirimkannya ke seseorang di Amerika Serikat, komunikasi sepenuhnya domestik antara Anda dan istri Anda, itu dapat pergi ke New York ke London, dan kembali lagi, dan semua terjebak di database."
Oliver menggelar wawancara dengan Snowden untuk membahas tentang sejauh mana program mata-mata digital yang dilakukan National Security Agency (NSA) Amerika Serikat.
Pengaturan jadwal wawancara ini membutuhkan waktu berbulan-bulan. Hanya segelintir jurnalis AS yang melakukan perjalan ke Rusia untuk bertemu Snowden secara pribadi.
Yang menjadi pertanyaan besar kemudian adalah, mengapa Snowden dan penasihatnya mengabulkan permintaan wawancara lama dengan Oliver?
"Alasan kami memilih John Oliver adalah karena jurnalisme," kata seorang sumber yang dekat dengan Snowden.
Seperti diketahui, Snowden yang merupakan mantan karyawan NSA, telah membuka kedok NSA selama bertahun-tehun tentang aksi penyadapan terhadap sejumlah negara beserta pemimpin atau pejabat tinggi negara. Snowden membocorkan dokumen itu kepada media massa pada Juni 2013.
Oliver mungkin bersikeras mengatakan dirinya pelawak, tetapi pemirsa yang biasa menyaksikan programnya telah mengetahui bahwa kadang tindakannya merupakan kegiatan jurnalistik.
Kepada Oliver, Snowden mengungkap kekhawatirannya ketika pertama kali membocorkan dokumen NSA kepada The Guardian lalu The Washington Post. Ia khawatir banyak pihak yang tidak memedulikan bahaya aksi penyadapan.
"Saya awalnya takut bahwa ini akan menjadi cerita tiga hari. Semua orang akan melupakannya," katanya kepada Oliver. Tetapi pada kenyataannya apa yang dilakukan Snowden mendapat perhatian publik dan mereka merasa perlu melakukan sesuatu untuk menghindari upaya mata-mata.
Snowden memiliki 1,7 juta dokumen NSA sebelum kabur ke Hong Kong dan membocorkan sekitar 200 ribu di antaranya kepada jurnalis Glenn Greenwald dan Laura Poitras.
Snowden tinggal di Rusia sejak ia membocorkan dokumen. Pemerintah setempat melindungi Snowden dari pihak berwenang di AS yang hendak melanjutkan proses hukum karena menilainya telah berkhianat. Lokasi pasti tempat tinggal Snowden dirahasiakan oleh pemerintah setempat.
Menurut Jack Devine, mantan direktur operasional CIA, saat ini Snowden adalah salah satu aset terbesar Rusia karena memiliki dokumen NSA.
Hal serupa disampaikan oleh mantan jenderal agen mata-mata Rusia, KGB, yang sekarang tinggal di AS, Olig Kalugin.
"Saat ini Rusia sangat senang atas hadiah yang diberikan oleh Edward Snowden. Pria itu pasti sedang sibuk melakukan sesuatu. Dia tidak mungkin akan menganggur sepanjang hidupnya," ujar Kalugin.
Sumber : CNN Indonesia
Peretas asal Rusia dituduh telah berhasil menyusup masuk ke jaringan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat untuk membobol dan mencuri data-data dari sistem komputer Gedung Putih.
Hal ini disampaikan oleh seorang pejabat AS yang mendapatkan informasi soal investigasi pembobolan jaringan Gedung Putih seperti diberitakan CNN, Rabu (8/3).
Pejabat itu mengatakan bahwa hacker Rusia tidak mampu menembus data-data rahasia di Gedung Putih, namun mereka berhasil mencuri data seperti rincian jadwal kunjungan Presiden Barack Obama. Walau bukan hal yang sensitif dan rahasia, rincian perjalanan yang tidak terbuka untuk publik ini diincar oleh banyak badan intelijen asing.
Gedung Putih mendeteksi penyusupan di sistem komputer mereka pada Oktober tahun lalu. Jaringan sempat dimatikan sementara untuk dilakukan peningkatan keamanan sistem.
Menurut FBI, Secret Service dan CIA yang melakukan penyelidikan gabungan, serangan kali ini adalah yang paling canggih terhadap sistem pemerintah AS.
Serangan itu terlacak dari komputer di seluruh dunia, namun berdasarkan penelusuran kode dan tanda-tanda lainnya penyidik menyimpulkan bahwa pelakunya bekerja untuk pemerintah Rusia.
Cara kerja hacker
Menurut penyidik, hacker Rusia masuk ke jaringan komputer Gedung Putih setelah berhasil membobol situs Departemen Luar Negeri AS. Padahal, sistem Deplu AS telah dilapisi dengan keamanan siber tingkat tinggi. Seorang pejabat AS mengatakan, seorang hacker Rusia bahwa telah memiliki akses ke Deplu selama berbulan-bulan.
Seperti kebanyakan peretasan, pembobolan kali ini juga dimulai dari email phishing, yaitu menyamar untuk membuat pegawai Deplu memberikan akses ke jaringan.
"Seringkali, hacker Tiongkok dan yang lainnya masuk ke sistem kami dengan hanya berpura-pura menjadi orang lain dan meminta akses, dan ada seseorang yang tertipu dan memberikannya," kata Direktur Intelijen Nasional James Clapper dalam ceramahnya di konferensi siber FBI Januari lalu.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Rusia di AS menolak mengomentari informasi tersebut.(den)Retas Gedung Putih, Hacker Rusia Curi 'Rahasia' Obama Para peretas yang diduga berafiliasi dengan Rusia telah membobol sistem komputer Gedung Putih dalam beberapa bulan terakhir dan berhasil mencuri sejumlah informasi mengenai jadwal harian Presiden AS Barack Obama.
Mengutip pernyataan seorang pejabat AS yang sedang melakukan investigasi, kantor berita CNN melaporkan, para peretas memeroleh "akses ke informasi sensitif seperti rincian real-time jadwal presiden yang tidak diungkap ke publik."
Meskipun informasi macam ini tidak terklasifikasi, namun pemerintah AS menilai dokumen tersebut tetap berharga untuk pihak asing.
Sebuah serangan dengan metode pengelabuan memungkin peretas Rusia untuk mengakses jaringan komputer Departemen Luar Negeri AS, yang selanjutnya dikembangkan untuk membobol sistem komputer Gedung Putih.
Para peretas itu disebut bekerja untuk pemerintah Rusia tetapi tidak berhasil dalam mengakses setiap jaringan rahasia AS.
Namun, serangan ini menandakan sistem keamanan tingkat tinggi yang diterapkan pemerintah AS masih bisa dibobol oleh pihak luar, dan mengancam pencurian data rahasia milik negara.
Wakil Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih, Ben Rhodes mengatakan, para peretas tidak berhasil mengakses informasi rahasia, meskipun pemerintah tetap memandang informasi yang tidak terklasifikasi ini sebagai informasi sensitif.
Ia berkata "semakin prihatin" dengan serangan siber yang belakangan melanda.
Rhodes tidak mengkonfirmasi atau menyangkal para peretas Rusia bertanggungjawab atas pembobolan sistem komputer Gedung Putih. "Ini adil untuk mengatakan ... Rusia telah aktif dalam ruang siber dan di ruang spionase," kata Rhodes kepada CNN. (adt)AS Malu-malu Akui Serangan Hacker di Gedung Putih Sekelompok hacker yang berafiliasi dengan Rusia dilaporkan telah membobol sistem komputer Gedung Putih, namun hal ini tidak diakui oleh Amerika Serikat (AS).
Mengutip pernyataan seorang pejabat AS yang sedang melakukan investigasi, kantor berita CNN melaporkan, para peretas memeroleh "akses ke informasi sensitif seperti rincian real-time jadwal presiden yang tidak diungkap ke publik."
Mungkin data tersebut terkesan tak berharga, tapi bagi pihak asing data curian itu bisa dipakai untuk melakukan berbagai kegiatan demi keuntungan pihaknya.
Namun otoritas AS masih malu-malu mengakui berita soal hacker Rusia yang berhasil membobol sistem komputer Gedung Putih. "Memang ada kejadian tahun lalu, tapi kini sistem kami lebih aman," kata Wakil Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih, Ben Rhodes.
Rhodes juga mengatakan, para peretas tidak berhasil mengakses informasi rahasia, meskipun pemerintah tetap memandang informasi yang tidak terklasifikasi ini sebagai informasi sensitif.
Pun begitu, meski mengakui adanya indikasi serangan, namun Rhodes menegaskan bahwa hal tersebut belum tentu dilakukan oleh hacker, apalagi yang memang ditugaskan oleh Rusia.
"Saat ini kami tidak mau membicarakan dari mana serangan tersebut berasal," katanya, dikutip dari ABC Online, Rabu (8/4).NSA Bisa Intip Foto Telanjang Edward Snowden. (Dok. Glenn Greenwald/Laura Poitras)★
Pembocor rahasia dokumen intelijen Amerika Serikat, Edward Snowden, kembali muncul ke publik dan kali ini ia diwawancarai oleh pembawa acara sekaligus komedian John Oliver dalam program televisi "Last Week with John Oliver" di HBO.
Wawancara dilakukan di sebuah kamar hotel di Moskow, Rusia, pekan lalu. Wawancara yang dibawakan secara setengah serius dan setengah kocak ini membicarakan soal aksi mata-mata yang dilakukan intelijen Amerika Serikat, privasi, keamanan, dan ... foto penis.
Hal paling menggelitik dari wawancara ini adalah ketika Oliver bertanya, apakah badan intelijen Amerika Serikat (AS) dapat melihat foto selfie seorang yang telanjang secara online?
"Ya," Snowden menjawab.
Jika seseorang mengirim gambar penis di email yang melewati jaringan Internet internasional, Snowden mengatakan hal itu bisa dilihat oleh badan intelijen AS.
"Jika Anda memiliki email di tempat seperti Gmail, lalu hosting server di luar negeri atau transfer data ke luar negeri atau kapan saja melintasi luar perbatasan Amerika Serikat, gambar Anda akan berakhir di database."
Ia menambahkan, "Bahkan jika Anda mengirimkannya ke seseorang di Amerika Serikat, komunikasi sepenuhnya domestik antara Anda dan istri Anda, itu dapat pergi ke New York ke London, dan kembali lagi, dan semua terjebak di database."
Oliver menggelar wawancara dengan Snowden untuk membahas tentang sejauh mana program mata-mata digital yang dilakukan National Security Agency (NSA) Amerika Serikat.
Pengaturan jadwal wawancara ini membutuhkan waktu berbulan-bulan. Hanya segelintir jurnalis AS yang melakukan perjalan ke Rusia untuk bertemu Snowden secara pribadi.
Yang menjadi pertanyaan besar kemudian adalah, mengapa Snowden dan penasihatnya mengabulkan permintaan wawancara lama dengan Oliver?
"Alasan kami memilih John Oliver adalah karena jurnalisme," kata seorang sumber yang dekat dengan Snowden.
Seperti diketahui, Snowden yang merupakan mantan karyawan NSA, telah membuka kedok NSA selama bertahun-tehun tentang aksi penyadapan terhadap sejumlah negara beserta pemimpin atau pejabat tinggi negara. Snowden membocorkan dokumen itu kepada media massa pada Juni 2013.
Oliver mungkin bersikeras mengatakan dirinya pelawak, tetapi pemirsa yang biasa menyaksikan programnya telah mengetahui bahwa kadang tindakannya merupakan kegiatan jurnalistik.
Kepada Oliver, Snowden mengungkap kekhawatirannya ketika pertama kali membocorkan dokumen NSA kepada The Guardian lalu The Washington Post. Ia khawatir banyak pihak yang tidak memedulikan bahaya aksi penyadapan.
"Saya awalnya takut bahwa ini akan menjadi cerita tiga hari. Semua orang akan melupakannya," katanya kepada Oliver. Tetapi pada kenyataannya apa yang dilakukan Snowden mendapat perhatian publik dan mereka merasa perlu melakukan sesuatu untuk menghindari upaya mata-mata.
Snowden memiliki 1,7 juta dokumen NSA sebelum kabur ke Hong Kong dan membocorkan sekitar 200 ribu di antaranya kepada jurnalis Glenn Greenwald dan Laura Poitras.
Snowden tinggal di Rusia sejak ia membocorkan dokumen. Pemerintah setempat melindungi Snowden dari pihak berwenang di AS yang hendak melanjutkan proses hukum karena menilainya telah berkhianat. Lokasi pasti tempat tinggal Snowden dirahasiakan oleh pemerintah setempat.
Menurut Jack Devine, mantan direktur operasional CIA, saat ini Snowden adalah salah satu aset terbesar Rusia karena memiliki dokumen NSA.
Hal serupa disampaikan oleh mantan jenderal agen mata-mata Rusia, KGB, yang sekarang tinggal di AS, Olig Kalugin.
"Saat ini Rusia sangat senang atas hadiah yang diberikan oleh Edward Snowden. Pria itu pasti sedang sibuk melakukan sesuatu. Dia tidak mungkin akan menganggur sepanjang hidupnya," ujar Kalugin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar