Analisis |
Penulis : Rohman Wibowo, Mahasiswa Fakultas Sosial-Politik jurusan Hubungan Internasional, Universitas Nasional, Jakarta | |
Tidak
lama lagi, Rusia akan menjadi negara tuan rumah Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) negara-negara ASEAN-Rusia. Pertemuan pada tanggal 18-20 Mei
di Sochi mendatang terasa spesial, karena bertepatan dengan 20 tahun
usia kerja sama antar ASEAN sebagai kekuatan besar regional di kawasan
Asia Tenggara dan Rusia.
| |
Selain itu, pada pertemuan ASEAN-Rusia Senior Official Meeting
(SOM) yang notabene merupakan pertemuan para pejabat tinggi juga staf
ahli dalam lintas bidang (Polkam, ekonomi, dan sosial-budaya) membahas
berbagai hal menarik. Salah satunya kerjasama dalam konteks kemaritiman.
Dalam hal ini penelusuran Kebijakkan Kemaritiman Rusia secara historis
kiranya harus diperhatikan sebagai salah satu titik-tolak kerjasama
strategis ASEAN-Rusia
Kebijakan Maritim Rusia Masa ke Masa
Terlepas
dari orientasi darat kepemimpinan Tsar Ivan Terrible, Rusia nyatanya
mempunyai perjalanan sejarah sebagai negara yang menaruh matra laut
sebagai prioritas utama dalam perumusan kebijakan nasional. Meminjam
istilah Karl Haushofer (Pakar Geopolitik), Rusia menempatkan laut
sebagai ruang hidup (lebensraum).
Hal
tersebut dapat kita lihat ketika masa kepemimpinan Tsar Peter I. Rusia
di bawah masa pemerintahannya mulai membangun kekuatan laut. Salah satu
pemikiran strategis dalam mengembangkan kekuatan laut yang
dikemukakannya adalah politik air hangat (warm water policy).
Menurutnya
Rusia perlu menguasai 3 (tiga) titik strategis (dalam rangka politik
air hangat) yang ketika itu masih dikuasai oleh negara-negara
tetangganya, yaitu :
Spirit
Strategi politik air hangat sebagai dasar kebijakan maritim Rusia tetap
terjaga ke masa pemerintahan selanjuutnya. Hal tersebut tercermin
ketika Tsarina Katarina II mulai membangun kapal-kapal perangnya sendiri
dengan mengikutsertakan para tenaga ahli asing.
Lebih dari itu, pada masanya Laut Baltik dan Laut Putih telah ditempatkan sebanyak 89 kapal perang dan 40 kapal perusak (frigates),
sedangkan di Laut Hitam telah ditempatkan pula sebanyak 14 kapal perang
dan 50 kapal perusak. Pada masa itu, Rusia merupakan kekuatan laut
kedua dunia setelah Inggris.
Kekuatan
laut yang dibangun Katarina itu telah dimanfaatkan pula oleh
penggantinya Tsar Nicolas I dalam Perang Krim (1853-1856), untuk
menguasai Selat Dardanella, Bosporus dan konstantinopel yang dikuasai
Turki Utsamaniah. Kala itu, Rusia menelan kekalahan.
Kekalahan
perang tersebut dapat dikatakan sebagai titik kelam dalam menjalankan
kebijakan kemaritiman Rusia. Namun, sejak naik tahtanya Tsar Alexander
II menggantikan Nicolas I, pembangunan kembali kekuatan laut Rusia
secara besar-besar dimulai melalui pengangkatan Duke Konstantin sebagai
menteri Angkatan Laut (AL) Rusia.
Di
bawah perintah Konstantin, Armada Rusia dibagi dalam tiga kelompok
(Armada Aktif, Armada Siap Tunggu, Armada Cadangan Umum). Pertama,
Armada Aktif dibagi dalam dua kelompok Armada Barat berpangkalan di St.
Petersburg, kronstadt, dan Nikolaev. Kedua, Armada Timur di Amur dan
Vladivostok bercokol di pangkalan AL yang terletak di Sveaborg, Revel,
Arkhangelsk, dan Baku.
Tidak
dapat dipungkiri pemikiran kekuatan laut Rusia dipengaruhi oleh sosok
ajaran Alfred Thayer Mahan. Dalam menjalankan teori-teori Mahan itu
Rusia membangun kembali kekuatan lautnya menjadi kekuatan laut
ekspansif.
Nampaknya,
historical Sea Power Rusia bisa dijadikan pembelajaran sekaligus
refleksi bagi negara-negara anggota ASEAN guna menghadapi kerja sama
maritim yang akan segera ditempuh. Sebab, kawasan ASEAN sejatinya adalah
kawasan yang dikelilingi laut dengan segala aktifitas kemartimannya
Sumber : www.theglobal-review.com
|
berita yang keren.. ooo iya kak kalau ingin tahu tentang cara membuat toko online yukk disini saja. terimakasih