Pages

Jumat, 13 Mei 2016

Ada Usaha Untuk Meruntuhkan Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia dan Netralitas ASEAN



Analisis



Penulis : Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Kita harus bedakan Cina Republik Kita dan Rakyat Cina. Pertumbuhan kekuatan ekonomi dan keuangan dari para taipan seberang laut (Overseas China) yang berkiblat pada Kapitalisme berbasis Korporasi, pada perkembangannya telah menjadi negara dalam negara. Dan berpotensi merusak kerjasama strategis RI-RRC maupun berbagai format baru kerjasama internasional RI-RRC-Rusia-India untuk menciptakan konfigurasi dan keseimbangan kekuatan baru di Asia Tenggara.

Yang krusial sejak dulu sampai sekarang,adalah ulah para taipan seberang laut alias overseas China atau Huaqiu. Sedangkan dengan RRC, sebagai negara bangsa,apalagi sejak 1949 Mao Ze Dong ambil alih dri Chang Kai Shek, yang kemudian tergusur ke Taiwan, negeri kita dengan RRC bukan saja akrab, bahkan telah menjalin aliansi strategis dan satu haluan dalam melawan Kapitalisme dan Imperialisme Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat. 
 
Titik bedanya hanya, RRC meyakini bahwa untuk memerangi kapitalisme, imperialisme maupun feodalisme berskala global, hanya bisa efektif melalui Partai Komunis Cina. Sedangkan Indonesia, meyakini bahwa revolusi kita punya cara tersendiri yang khas. Yang mana  komunisme dan Partai Komunis sama sekali tidak boleh memonopoli isme  dan  arah kebijakan strategis pemerintah Indonesia. Dan seperti halnya terbukti melalui sejarah, RRC setuju-setuju saja, karena mereka percaya pada integritas Presiden pertama RI Sukarno. Selain atas dasar pertimbangan bahwa RRC cukup realistis untuk tidak mendikte atau memaksakan kehendaknya pada Sukarno yang bias-bisa nantinya malah bumerang bagi mereka. 
 
Namun berbeda halnya dengan  para taipan sebrang laut alias overseas China inii, sejak era Sukarno ke era Suharto dan ke era reformasi hingga sekarang, memang penuh komplikasi. Dan pada perkembangannnya bisa mengancam perekonomian dan bahkan keamanan nasional kita ke depan. Salah satu yang paling krusial, bisa menyabotase hubungan bilateral RI-RRC yang di era pemerintahan Jokowi-JK ini sepertinya mengarah ke hubungan yang lebih erat dan strategis.
 
Buku karya Sterling Seagrave, wartawan Inggris, yang nulis buku membongkar sepak terjang para taipan di Asia Pasifik.bertajuk, Lord of the Ring. Sekarang sudah diterjemahkan dalam bahasa Infonesia : Sepak Terjang Para Taipan, kiranya amat membantu mengungkap betapa mengguritanya pengaruh para Taipan seberang laut ini.Di buku itu, terungkap geneologi atau asal-usul beberapa taipan mulai dari Robert Kwok sampai Liem Soe Liong. Maupun beberapa taipan yang sudah menacapkan kuku-kuku pengaruh kekuasaannya di beberapa negara seperti Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan Indonesia.
 
Meskipun sejak era Deng Xio Ping pada 1979, para Taipan seberang laut ini mulai diundang masuk ke Cina untuk berinvestasi melalui skema Special Economic Zone di 14 kota di Provinsi Cina Selatan, namun tidak otomatis RRC dan para Taipan ini sudah menyatu dan bersenyawa dengan skema Kapitalisme Negara RRC. Karena bagaimanapun juga, para Taipan yang menganut Kapitalisme berbasis Korporasi ini, dalam pragmatism ekonominya masih tetap menjalin aliansi strategis dengan para kapitalis global yang dari Amerika Serikat dan Eropa Barat yang kebetuian juga kapitalismenya berbasis korporasi. 
 
Segi lain yang tak kalah penting, meskipun para Taipan seberang laut ini tumpuan kekuatannya semata sebagai orang-orang yang bermodal kuat dan berskala global, namun pada perkembangannya para Taipan tersebut telah menjelma menjadi Konsorsium Politik.  Bukan sekadar klan ekonomi, keuangan maupun bisnis. Sehingga praktis para taipan tersebut telah menjadi  negara dalam negara, dengan bertumpu pada skema Kapitalisme berbasis Korporasi. 
 
Kapitalisme Berbasis Korporasi inilah yang justru lebih mengeratkan hubungan para taipan lintas negara tersebut dengan para kapitals global di Amerika maupun Eropa Barat, ketimbang RRC. Karena RRC sama sekali menentang skema Kapitalisme berbasis Korporasi, dan lebih bertumpu pada Kapitalisme negara. Dimana Negara adalah subyek Ekonomi-Politik, Sosial-Budaya, dan Pertahanan–Keamanan. Sehingga RRC dalam visi dan misinya, sama sekali tidak dimungkinkan untuk jadi  obyekatau boneka para pelaku ekonomi asing, termasuk para Taipan Seberang laut sekalipun. 
 
Dengan keadaan macam itu, maka dalam politik luar negerinya Indonesia akan selalu terkendala untuk menjalankan Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif, apalagi untuk menghidupkan kembali peran kepeloporannya seperti ketika menyeponsori terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955 maupun Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Beograd pada 1961. Khusus dalam KAA Bandung 1955 yang telah berhasil menghasilkan the Bandung Spirit atau DASA SILA BANDUNG, sejarah membuktikan bahwa Indonesia dan RRC telah bahu-membahu bekerjasama sehingga berhasil tercipta solidaritas bangsa-bangsa di kawasan Asia-Pasifik yang dipersatukan oleh ikatan bersama untuk melawan dan memerangi Imperialisme dan Kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
 
Dengan diilhami oleh dua peristiwa bersejarah tersebut, barang tentu para penentu kebijakan strategis luar negeri RI maupun para Pemangku Kepentingan Kebijakan Luar Negeri RI pada umumnya, berharap untuk membangun kembali aliansi strategis RI-RRC atas dasar the Bandung Spirit dan Gerakan Non Blok. Yang pada intinya, menjalin kembali aliansi strategis dengan RRC dan Rusia, untuk membangun konfigurasi dan keseimbangan kekuatan baru, khususnya di kawasan Asia Tenggara, dan ASEAN pada umumnya.
 
Namun dalam upaya terjalinya kembali aliansi strategis RI-RRC dengan diilhami oleh DASA SILA BANDUNG 1955 maupun Gerakan Non Blok, pada prakteknya akan terkenda oleh kepentingan Para Taipan yang memosisikan dirinya sebagai pemain perantara antara dua kutub kekuatan global tersebut.  Para Taipan seberang laut yang sejatinya merupakan sekutu alamiah dari para kapitalis global Amerika Serikat dan Eropa Barat yang sama-sama berbasis Corporate Capitalism atau Kapitalisme berbasis Korporasi, sangat berpotensi untuk menggagalkan suatu aliansi strategis RI-RRC yang diilhami oleh the Bandung Spirit 1955 dan Non Blok 1961. 
 
Padahal, melalui skema kerjasama Indonesia dengan RRC maupun skema kerjasama RI-Rusia yang mencoba menyelaraskan kerjasama strategis RRC-Rusia melalui Shanghai Cooperation Organization (SCO) maupun BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan), sebuah model kerjasama multilateral yang merupakan kombinasi harmonis antara negara-negara berkembang seperti India dan Brazil maupun yang menyusul kemudian Afrika Selatan, dengan dua negara adikuasai RRC dan Rusia,  kiranya Indonesia sangat berpotensi untuk memainkan peran strategis dengan didasari skema SCO dan BRICS, untuk secara bersama-sama menggalang suatu kerjasama internasional membendung Visi dan Misi AS dan Uni Eropa sebagai Kutub Tunggal alias Unipolar. 
 
Maka dari itu, kemungkinan para Taipan seberang laut untuk menyabotase politik luar negeri RI yang bertujuan untuk membangun konfigurasi dan kekuatan keseimbangan baru di kawasan Asia Pasifik, utamanya Asia Tenggara, kiranya perlu dicermati dan diwaspadai. Mengingat potensinya untuk lebih condong bermain dan bekerja mewakili skema kapitalisme global Amerika Serikat dan Uni Eropa, dibandingkan mendukung skema alternatif Indonesia merangkul RRC dan Rusia dengan merujuk pada model SCO dan BRICS. 
 
Menjabarkan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif Sesuai Tantangan Zaman 
 
Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif sebagaimana dimaksud dalam tulisan ini adalah, Bebas. Dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif. Artinya di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadian-kejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif, dalam menjabarkan tantangan global dan nasional yang kita hadapi sekarang. Juga dapat didefinisikan: “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok. 
 
Juga bisa diartikan Bebas dalam artian tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis secara giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.
 
Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta, yang mencetuskan untuk pertama-kalinya konsepsi Politik Luar Negeri Bebas Aktif pada 1948,  di tengah polarisasi dua kekuataan global yang ketat bersaing yakni Blok Barat dan Blok Timur. Dalam Perang Dingin (1947-1991), ketika itu Barat dikuasai Amerika Serikat (AS) sedang Timur oleh Uni Soviet.
 
Gagasan Bung Hatta tentang bebas aktif bukanlah dimaksud agar Indonesia mau cari amanya saja atau cari selamat, bukan asal tidak di kiri atau tak ke kanan, atau netral tidak memihak siapapun, tetapi semata-mata lebih ditujukan pada menjabarkan kepemilikan jati diri atas prinsip, watak dan warna politik  Indonesia itu tersendiri. Dengan kata lain, Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif harus diabdikan untuk melayani apa yang menjadi hajat sesunguhnya masyarakat Indonesia. Dalam konteks zaman kala itu, yaitu kemerdekaan Indonesia lepas dari belenggu Belanda.
 
Dalam konteks zaman sekarang yang sejatinya komunitas internasional sedang dihadapkan pada suatu skema Kutub Tunggal alias Unipolar yang dimotori oleh AS dan Uni Eropa, maka para pemangku kepentingan kebijakan luar negeri RI sudah saatnya menjabarkan konsepsi Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif atas dasar dengan didasari gagasan untuk membendung dan menetralisasikan skema Uni Polar AS dan Uni Eropa tersebut. 
 
Dan di atas itu semua, melalui watak politik bebas aktif sejatinya terkandung misi dan komitmen seluruh elemen bangsa untuk menghapus segala bentuk imperialisme dan kolonialisme baik berupa penjajahan fisik negara atas negara lain, maupun dalam wujud penjajahan lain dalam kemasan baru atau model baru yang coba mereka lestarikan di muka bumi. 
 
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, saya serukan kepada Kementerian Luar Negeri maupun para pemangku kepentingan kebijakan luar negeri RI pada umumnya, agar tetap menjaga netralitas ASEAN sehingga tidak condong ke salah satu kutub. Pertemuan tingkat tinggi tahunan seperti ASEAN Summit dengan AS, Rusia, RRC maupun India, kiranya harus tetap dipertahankan dalam skala yang seimbang sehingga tidak condong ke salah satu kutub. 
 
Jika kita menelisik sejarah kelahirannya, ASEAN sejatinya telah berhasil menciptakan stabilitas politik regional di kawasan Asia Tenggara, yang itu berarti bahwa ASEAN, khususnya dengan peran kepeloporan dan kepemimpinan Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, telah berhasil membendung Proxy War antar kutub yang terlibat dalam perang dingin kala itu yaitu AS. Uni Soviet dan RRC, sehingga ASEAN berhasil terhindar sebagai medan perebutan pengaruh ketiga negara adikuasa tersebut. 
 
Karena itu, saya sangat khawatir ketika terbetik kabar bahwa ada beberapa kalangan di Washington, yang mencoba memaksa dan mendikte Presiden Joko Widodo pada ASEAN-US Summit beberapa waktu yang lalu, agar ASEAN Summit yang melibatkan RRC, Rusia dan India, cukup diadakan minimal dua tahun sekali, atau kalau bisa, dihilangkan sama sekali. 
 
Jika hal ini benar, dan pemerintahan Jokowi-JK menyetujui desakan beberapa kalangan strategis di Washington, maka tak pelak lagi hal itu akan meruntuhkan netralitas ASEAN yang berhasil dipertahankan sejak awal berdirinya pada 1967 hingga sekarang. Sehingga pada perkembangannya nanti akan menggiring ASEAN ke dalam orbit AS dan Uni Eropa. Sehingga upaya pemerintahan Jokowi-JK untuk memelopori terciptanya konfigurasi dan kekuatan keseimbangan baru di kawasan Asia Tenggara melalui skema kerjasama multilateral dengan RRC, Rusia dan India, akan gagal total. 
 
Karena dengan begitu berarti AS, telah memaksakan kehendaknya pada negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, untuk berkiblat pada satu orbit saja, yaitu AS dan Uni Eropa. Seraya menafikan terciptanya suatu format kerjasama internasional baru  bersama RRC, Rusia dan India, dalam  membendung ambisi Unipolar AS dan Eropa Barat. 
 
Pada tataran ini, kita harus mewaspadai peran para Taipan seberang laut yang nampaknya sekarang memainkan posisi sebagai Buffer Zone (Daerah Penyangga) antara kepentingan AS versus RRC, namun pada prakteknya memainkan peran sebagai saluran tidak resmi dari kepentingan  para kapitalis global AS dan Uni Eropa yang diikat oleh kepentingan bersama melestarikan Kapitalisme berbasis Korporasi
 
 
 
Sumber  : http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=18912&type=4#.VzXldFLgyKE

Read more »

Menelisik Sejarah Kebijakan Maritim Rusia (Menyongsong ASEAN-Russia Summit, di Sochi, Rusia, 18-20 Mei 2016)


Analisis



Penulis : Rohman Wibowo, Mahasiswa Fakultas Sosial-Politik jurusan Hubungan Internasional, Universitas Nasional, Jakarta

Tidak lama lagi, Rusia akan menjadi negara tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara ASEAN-Rusia. Pertemuan pada tanggal 18-20 Mei di Sochi mendatang terasa spesial, karena bertepatan dengan 20 tahun usia kerja sama antar ASEAN sebagai  kekuatan besar regional di kawasan Asia Tenggara dan Rusia. 

Selain itu, pada pertemuan ASEAN-Rusia Senior Official Meeting (SOM) yang notabene merupakan pertemuan para pejabat tinggi juga staf ahli dalam lintas bidang (Polkam, ekonomi, dan sosial-budaya) membahas berbagai hal menarik. Salah satunya kerjasama dalam konteks kemaritiman. Dalam hal ini penelusuran Kebijakkan Kemaritiman Rusia secara historis kiranya  harus diperhatikan sebagai salah satu titik-tolak kerjasama strategis ASEAN-Rusia 
 
Kebijakan Maritim Rusia Masa ke Masa
 
Terlepas dari orientasi darat kepemimpinan Tsar Ivan Terrible, Rusia nyatanya mempunyai perjalanan sejarah sebagai negara yang menaruh matra laut sebagai prioritas utama dalam perumusan kebijakan nasional. Meminjam istilah Karl Haushofer (Pakar Geopolitik), Rusia menempatkan laut sebagai ruang hidup (lebensraum).
 
Hal tersebut dapat kita lihat ketika masa kepemimpinan Tsar Peter I. Rusia di bawah masa pemerintahannya mulai membangun kekuatan laut. Salah satu pemikiran strategis dalam mengembangkan kekuatan laut yang dikemukakannya adalah politik air hangat (warm water policy).
 
Menurutnya Rusia perlu menguasai 3 (tiga) titik strategis (dalam rangka politik air hangat) yang ketika itu masih dikuasai oleh negara-negara tetangganya, yaitu :
  1. Titik strategis pertama terletak di Selatan, yakni muara sungai Don di Laut Azov menujju Laut Hitam dan Laut Tengah yang dikuasai oleh Turki. 
  2. Kedua terletak di sebelah Utara, yakni di muara sungai Neva yang menghubungkan Danau Ladoga dengan Laut Baltik.
  3. Lalu ketiga di sebelah Timur yaitu muara Sungai Amur di Pasifik yang sudah dikuasai kembali oleh Cina pada tahun 1689. (Dam,2010).
 
Spirit Strategi politik air hangat sebagai dasar kebijakan maritim Rusia tetap terjaga ke masa pemerintahan selanjuutnya. Hal tersebut tercermin ketika Tsarina Katarina II mulai membangun kapal-kapal perangnya sendiri dengan mengikutsertakan para tenaga ahli asing. 
 
Lebih dari itu, pada masanya Laut Baltik dan Laut Putih telah ditempatkan sebanyak 89 kapal perang dan 40 kapal perusak (frigates), sedangkan di Laut Hitam telah ditempatkan pula sebanyak 14 kapal perang dan 50 kapal perusak. Pada masa itu, Rusia merupakan kekuatan laut kedua dunia setelah Inggris.  
 
Kekuatan laut yang dibangun Katarina itu telah dimanfaatkan pula oleh penggantinya Tsar  Nicolas I dalam Perang Krim (1853-1856), untuk menguasai Selat Dardanella, Bosporus dan konstantinopel yang dikuasai Turki Utsamaniah. Kala itu, Rusia menelan kekalahan.
 
Kekalahan perang tersebut dapat dikatakan sebagai titik kelam dalam menjalankan kebijakan kemaritiman Rusia. Namun, sejak naik tahtanya Tsar Alexander II menggantikan Nicolas I, pembangunan kembali kekuatan laut Rusia secara besar-besar dimulai melalui pengangkatan Duke Konstantin sebagai menteri Angkatan Laut (AL) Rusia.
 
Di bawah perintah Konstantin, Armada Rusia dibagi dalam tiga kelompok (Armada Aktif, Armada Siap Tunggu, Armada Cadangan Umum). Pertama, Armada Aktif dibagi dalam dua kelompok Armada Barat berpangkalan di St. Petersburg, kronstadt, dan Nikolaev. Kedua, Armada Timur di Amur dan Vladivostok bercokol di pangkalan AL yang terletak di Sveaborg, Revel, Arkhangelsk, dan Baku.   
 
Tidak dapat dipungkiri pemikiran kekuatan laut Rusia dipengaruhi oleh sosok ajaran Alfred Thayer Mahan. Dalam menjalankan teori-teori Mahan itu Rusia membangun kembali kekuatan lautnya menjadi kekuatan laut ekspansif.
Nampaknya, historical  Sea Power Rusia bisa dijadikan pembelajaran sekaligus refleksi bagi negara-negara anggota ASEAN guna menghadapi kerja sama maritim yang akan segera ditempuh. Sebab, kawasan ASEAN sejatinya adalah kawasan yang dikelilingi laut dengan segala aktifitas kemartimannya
 
 
Sumber : www.theglobal-review.com

Read more »

Indonesia Harus Mendorong Terciptanya Keseimbangan Kekuatan Baru di Asia Tenggara Melalui KTT ASEAN-Rusia Mei 2016



Analisis



Penulis : Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Tentu saja kepastian mengenai kesediaan Presiden Jokowi untuk menghadiri KTT ASEAN-Rusia di Sochi, Rusia, pada Mei 2016 mendatang, diharapkan akan menjadi momentum semakin meningkatnya kerjasama strategis antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN dan Rusia. Apalagi KTT Mei mendatang didedikasikan untuk merayakan 20 tahun dialog kemitraan antara ASEAN dan Rusia. 

Salah satu skema kerjasama ekonomi antara ASEAN dan Rusia yang nampaknya akan diusulkan oleh Presiden Vladimir Putin yang kiranya penting untuk jadi bahan pertimbangan baik oleh pihak Indonesia maupun ASEAN pada umumnya adalah Kemitraan Ekonomi Uni Ekonomi Eurasia (UEE) dengan menyerap semangat dari kerjasama ASEAN maupun Shanghai Cooperation Organization (SCO) yang memayungi kerjasama strategis Cina-Rusia sejak 2001 lalu. 
 
KTT ASEAN-Rusia yang diselenggarakan di Sochi, yang  berlokasi di sebuah kawasan resort di Laut Hitam itu, secara khusus juga merupakan momentum yang berharga bagi Indonesia, mengingat peran dan kedudukan strategis Indonesia di kalangan negara-negara ASEAN sejak awal berdirinya pada Agustus 1967. Apalagi Duta Besar Rusia di Indonesia Mikhail Galuzin menegaskan bahwa antara Rusia dan Indonesia punya kesamaan visi dengan pemerintahan Presiden Jokowi sebagaimana disampaikan pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika April 2015 lalu. Khususnya seruan Presiden Jokowi untuk menciptakan sistem global yang lebih adil dan demokratis. 
 
ASEAN Tetap Merupakan Kekuatan Strategis di Asia Tenggara
 
ASEAN dirintis oleh lima negara di kawasan Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand). Mereka berlima menantangani Deklarasi Bangkong sebagai tanda diresmikannya terbentuknya ASEAN dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta membangun kerjasama untuk berbagai bidang kepentingan bersama. Dan hingga kini, ASEAN masih tetap bertahan bahkan keanggotaannya sudah meningkat menjadi 10 negara.
 
ASEAN sebagai organisasi kerjasama antar negara Asia Tenggara, pada 1971 bahkan telah berhasil menyepakati Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality, ZOPFAN). Bukan itu saja. Pada 1976, kelima negara ASEAN berhasil menyepati Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation, TAC) yang menjadi panduan perilaku bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai.
 
Kesepakatan strategis negara-negara yang tergabung dalam ASEAN sejatinya merupakan kisah sukses ASEAN di bidang politik, sehingga melalui ZOPFAN dan TAC ini negara-negara ASEAN praktis mampu membentengi dirinya baik dari campur tangan negara-negara adidaya yang waktu itu sedang terlibat dalam Perang Dingin, seraya pada saat yang sama antar negara ASEAN punya landasan dan panduan untuk membangun mekanisme hubungan yang harmonis antar anggota ASEAN. Maupun mekanisme untuk menyelesaikan konflik antar sesama anggota ASEAN tanpa melibatkan pihak ketiga kecuali jika atas permintaan negara-negara ASEAN yang terlibat konflik.
 
Karakteristik ASEAN yang telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan independen dari pengaruh antar negara-negara adidaya yang terlibat dalam Perang Dingin, telah berhasil menarik minat negara-negara di Asia Tenggara lainnya, sehingga akhirnya ikut bergabung. Seperti Brunei (1984), Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), serta Kamboja (1999).
 
Independensi yang telah berhasil dipertunjukkan oleh ASEAN, meski harus diakui tetap dibayang-bayangi oleh pertarungan pengaruh antara AS dan Uni Eropa versus Rusia-Cina, tak lepas dari kenyataan bahwa sejarah terbentuknya ASEAN adalah karena kelima negara pemrakarsa berdirinya ASEAN tersebut pernah mengalami nasib yang sama, yaitu pernah dijajah oleh negara lain, kecuali Thailand. 
 
Karenanya, lepas aneka kritik dan pesismisme yang muncul dari berbagai kalangan maupun pakar politik internasional, namun pada kenyataannya pada saat ini ASEAN berhasil menjadi kekuatan pendorong di dalam upaya membangun forum di tingkat multilateral di luar lingkup ASEAN, sebagaimana dibuktikan dengan adanya ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN+3, East Asian Summit (meskipun forum ini sarat dengan agenda-agenda tersembunyi Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memecah-belah kekompakan ASEAN), maupun berbagai prakarsa-prakarsa politik luar negeri lainnya.
 
ASEAN didirikan dengan identitas hukum sebagai suatu organisasi internasional yang memiliki tiga pilar pokok untuk landasan kegiatan yang terurai dalam tiga komunitas besar yaitu, Komunitas Politik Keamanan Masyarakat, Komunitas Ekonomi serta Komunitas Sosial-Budaya.
 
Setiap pilar memiliki blueprint sendiri-sendiri yang disetujui bersama-sama pada pertemuan Initiative for ASEAN Integration (IAI) Kerangka Kerja Strategis dan Rencana Kerja IAI Tahap II (2009-2015) mereka membentuk roadmap untuk dan Komunitas ASEAN 2009-2015.
 
Tujuan ASEAN
 
Seperti yang tercantum dalam perjanjian Bangkok tanggal 8 Agustus 1967 secara rinci adalah sebagai berikut:
  1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial budaya di Asia Tenggara.
  2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional.
  3. Memajukan kerjasama dan saling membantu kepentingan bersama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  4. Memajukan kerjasama dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, dan komunikasi.
  5. Memajukan penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia Tenggara.
  6. Memelihara kerjasama yang lebih erat dengan organisasi-organisasi internasional dan regional.
 
Kilas Balik Hubungan Kemitraan ASEAN-Rusia 
 
Dialog kemitraan antara ASEAN dengan Federasi Rusia diawali pada tahun 1991 saat Deputi Perdana Menteri Federasi Rusia menghadiri pembukaan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-24 di Kuala Lumpur sebagai undangan dari Pemerintah Malaysia.
 
Federasi Rusia kemudian menjadi mitra dialog penuh ASEAN pada AMM ke-29 pada bulan Juli 1996 di Jakarta. Sebagai tindak lanjut, sidang ASEAN Standing Committee (ASC) di Bali bulan Mei 1997 sepakat untuk mewadahi kerjasama sosial budaya ASEAN-Federasi Rusia di bawah ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC). Pada tahun 2006, ASEAN dan Federasi Rusia mengadakan kegiatan khusus untuk memperingati HUT ke-10 dialog kemitraan ASEAN-Federasi Rusia.
 
Pertemuan pertama ARJCC diselenggarakan di Moskow, Federasi Rusia pada tanggal 5-6 Juni 1997. Pertemuan tersebut dipimpin oleh H.E. Mr. Grigory B. Karasin, Deputi Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia, dan H.E. Mr. Nguyen Manh Hung, Direktur Jenderal ASEAN-Vietnam. Delegasi Federasi Rusia diwakili oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ekonomi, Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan, Kementerian Ristek, Kementerian Transportasi, Kementerian Transportasi Kereta Api, Kementerian Penanggulangan Bencana dan Situasi Darurat, Komite Kebudayaan dan Pariwisata, serta Organisasi Kamar Dagang dan Industri Federasi Rusia.
 
Sedangkan delegasi ASEAN terdiri dari perwakilan Pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, serta perwakilan dari ASEAN Secretariat.
 
Dalam pertemuan tersebut didiskusikan isu-isu yang secara luas mencakup dialog kerjasama antara ASEAN dengan Federasi Rusia. Pertemuan tersebut juga mengkaji ulang perkembangan hubungan ASEAN-Federasi Rusia dan mencatat setiap kemajuan yang dicapai. Dengan komitmen antara kedua pihak untuk terus meningkatkan cakupan hubungan kerjasama mereka.
 
Selain itu, juga dilakukan pembahasan mengenai mekanisme dialog dan disepakati bahwa dialog kerjasama ASEAN-Federasi Rusia akan dilaksanakan melalui empat institusi, yaitu ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC), ASEAN-Russia Joint Management Committee of the ASEAN-Russia Cooperation Fund, ASEAN-Russia Business Council (ARBC), dan ASEAN Committee in Moscow (ACM). ARJCC akan bertindak sebagai koordinator dari seluruh mekanisme kerjasama ASEAN-Federasi Rusia pada tahap implementasi. Di samping itu juga akan dibentuk ASEAN-Russia Working Group on Science and Technology (ARWGST) yang akan berada di bawah ARJCC.
 
ASEAN menyambut baik pembentukan ASEAN-Russia Cooperation Fund dan mengapresiasi inisiatif kreatif Federasi Rusia untuk melibatkan pihak swasta dalam lingkup kerjasama. ASEAN-Russia Cooperation Fund akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek kerjasama ASEAN-Federasi Rusia di enam sektor yang disepakati oleh ARJCC yaitu perdagangan, investasi, kerjasama ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keamanan lingkungan, pariwisata, pengembangan sumber daya manusia, serta interaksi antarmasyarakat.
 
Dalam hubungan kerjasama ASEAN-Federasi Rusia, terdapat beberapa dokumen penting antara lain Agreement between Governments of the Member Countries of ASEAN and the Government of the Russian Federation on Economic and Development Cooperation (berlaku sejak tanggal 11 Agustus 2006), Terms of Reference on ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC) dan ASEAN-Russia Dialogue Partnership Financial Fund (DPFF) yang dihasilkan pada pertemuan ke-5 ARJCC di Moskow, Federasi Russia, pada tanggal 2-3 November 2006. Peningkatan kerjasama politik ASEAN-Federasi Rusia ditandai dengan penandatanganan Joint Declaration on the Ministers of Foreign Affairs of Russia and Member States of the Association of South East Asian Nations on Partnership for Peace, Stability and Security in the Asia-Pacific Region, di Phnom Penh, Kamboja bulan Juni 2003 pada saat pertemuan ASEAN PMC+1 Session with Russia.
 
ASEAN dan Federasi Rusia menjaga dengan baik hubungan politik dan keamanan. Sebuah tonggak dalam hubungan ASEAN-Federasi Rusia adalah ketika Federasi Rusia menyetujui Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) pada tanggal 29 November 2004. Aksesi Rusia terhadap TAC mencerminkan komitmen yang kuat untuk perdamaian, stabilitas, dan kontribusi yang signifikan terhadap TAC sebagai kode etik penting yang mengatur hubungan antarnegara.
 
Salah satu bagian kerjasama ASEAN dengan Federasi Rusia adalah proses implementasi ASEAN-Russian Federation Joint Declaration on Cooperation in Combating International Terrorism yang ditandatangani pada ASEAN Post Ministerial Conference+1 Session with Russia pada tahun 2004. ASEAN dan Federasi Rusia mengadopsi ASEAN-Russia Work Plan on Countering Terrorism and Transnational Crime. ASEAN – Russia Joint Working Group on Counter Terrorism and Transnational Crime yang pertama diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 2009, di Nay Pyi Taw, Myanmar.
 
Pada KTT ASEAN-Rusia ke-1 pada Desember 2005 di Kuala Lumpur, ASEAN dan Federasi Rusia menandatangani Joint Declaration of the Heads of State/Government of the Member Countries of ASEAN and the Russian Federation on Progressive and Comprehensive Partnership.
 
Deklarasi Bersama ini mempromosikan dan memperkuat dialog kemitraan ASEAN-Federasi Rusia dalam berbagai bidang termasuk kerja sama politik dan keamanan serta ekonomi dan pembangunan. ASEAN dan Federasi Rusia juga mengadopsi Comprehensive Programme of Action 2005-2015 untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam Deklarasi Bersama. Pertemuan ASEAN-Russia Senior Officials’ Meeting diselenggarakan setiap tahun untuk, antara lain, membahas dan bertukar pandangan mengenai isu-isu politik dan keamanan serta kepentingan bersama.
 
Pertemuan pertama ASEAN-Russia Working Group untuk membahas ASEAN-Russia Summit ke-2 diadakan di Yangon, Myanmar pada tanggal 26 November 2009.
 
Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa ASEAN-Russia Summit ked-2 akan diselenggarakan pada bulan Oktober 2010 di Ha Noi, Vietnam, bersamaan dengan ASEAN and Related Summits yang ke-17. Dalam pertemuan tersebut juga disepakati untuk bekerja pada Joint Declaration/Statement of the 2nd ASEAN-Russia Summit yang akan membuka jalan bagi peningkatan hubungan ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam hubungan ini, baik ASEAN dan Federasi Rusia telah meningkatkan upaya dalam pembentukan dan perumusan isi kerjasama yang saling menguntungkan.
 
Indonesia Harus Bangun Persekutuan Strategis Bersama Cina dan Rusia Sebagai Kekuatan Pengeimbang di Asia Tenggara
 
Indonesia harus jeli dan cermat dalam mencermati dan memanfaatkan peran strategis negara-negara seperti Rusia dan Cina yang bermaksud membuat satu gerakan untuk meninggalkan pola konservatisme yang diperagakan oleh negara-negara maju yang tergabung dalam G-7 yang hakekatnya merupakan persekutuan strategis Amerika Serikat dan Uni Eropa.
 
Terutama terkait dengan prospek Rusia ke depan, kerjsama ASEAN dan Rusia tidak saja substantif, melainkan juga strategis. Apalagi Indonesia dan Rusia punya hubungan sejarah yang cukup panjang. Lebih dari itu, bahkan di era pemerintahan SBY pada 2004-2005, sebenarya kedua negara sudah menandatangani Kemitraaan Strategis dengan Rusia. Menurut data yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute (GFI), Indonesia sudah memiliki sekitar 14 kemitraan strategis dengan beberapa negara, termasuk Rusia. Namun hingga akhir masa pemerintahan SBY, tidak ada follow up atau tindak lanjutnya.
 
Maka itu, penandatanganan MOU Indonesia-Rusia terkait bidang energi untuk PLTN 25 Juni 2015 lalu, tak pelak lagi merupakan sebuah langkah yang cukup strategis untuk membuka kembali peluang kerjasama strategis kedua negara secara bilateral, atau bahkan membuka kemungkinan kerjasama dalam lingkup yang lebih luas, seperti dalam Skema BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan).
 
Untuk itu, peran aktif Indonesia, termasuk dalam membangun kerjsama yang semakin erat dan solid antara ASEAN-Rusia, kiranya sangatlah penting. Selain itu, ada satu faktor lagi yang kiranya pemerintahan Jokowi-JK harus pertimbangkan dengan jeli dan cermat.
 
Bahwa sejak Vladivostok Consensus semasa pemerintahan Gorbachev, Rusia berupaya untuk membangun kembali kesadaran tradisi Rusia terhadap Asia Pasifik.
 
Pemerintahan Jokowi-JK sudah seharusnya menyadari bahwa sejak Rusia melakukan transformasi politik luar negerinya semasa Yevgeny Maksimovich Primakov menjadi Perdana Menteri Rusia. Ditegaskan dalam doktrin Primakov (Strategic Triangle) bahwa aliansi strategis yang diperlukan Rusia untuk menjadi kekuatan penyeimbang dalam konstalasi global, terutama untuk mengimbangi pengaruh Amerika dan Eropa Barat, maka perlu dibentuk Poros Moskow-Beijing dan New Delhi (Rusia, Cina dan India). Maka inilah yang kelak pada perkembangannya kemudian, menjadi dasar untuk membangun kerjasama strategis lintas kawasan melalui yang kita sekarang kenal dengan SCO dan diilhami oleh kerjasama yang kemudian diperluas menjadi BRICS.
 
Jika ASEAN, terutama atas prakarsa Indonesia, mulai mengeksplorasi arah kerjasama strategis dengan Rusia dalam kerangka aliansi strategis Cina-Rusia (SCO) maupun BRICS, maka dukungan dan pengaruh Indonesia untuk memutuskan agar Rusia dijadikan Tuan Rumah the jubilee Russia-ASEAN 2016, akan jadi momentum ke arah kerjasama yang lebih strategis dan substantif antara ASEAN-
 
 
Sumber :
Indonesia Harus Mendorong Terciptanya Keseimbangan Kekuatan Baru di Asia Tenggara Melalui KTT ASEAN-Rusia Mei 2016

Read more »

Sekarang Ini Rusia-Cina Sedang Perang Dingin


Penulis : Suryo AB, Staf Pengajar Geopolitik, Fakultas Sosial-Politik Universitas Nasional

70 % permukaan bumi adalah laut, dan 90% perdagangan dunia menggunakan jalur laut, dan 40% diantarnya melalui perairan wilayah Indonesia. kemudia lagi future pivot (heartland) dunia adalah wilayah Asia Pasifik yang berarti itu adalah posisi strategis Indonesia. Sehingga ketika negara kita menerapkan Program Poros Maritim saya kira itu sudah betul. 

Kemudian lagi ke ASEAN community,sudah bener-bener Indonesia itu kan masuk RCEP, malah kalau saya tidak salah salah satu penggagasnya, Tapi Presiden Jokowi malah menyetujui masuk TPP. Kan jadi aneh, kok penggagas di RCEP tapi malah ikutan juga ke TPP. 
 
Sekarang Rusia itu ingin membangun yang namanya Chinese Junior Partnership. Itu karena pada 2015 Rusia harus segera ekspansi ke luar negeri untuk membangun insfrastruktur di Rusia maupun di luar negeri. Bahkan banyak investor yang datang ke Indonesia bukan membawa nama Rusia tapi membawa nama pengusaha nya itu sendiri, itu karena merek sadar mereka harus tetap survive
 
Namun demikian, ada sebuah tren yang perlu kita cermati ke depan ini. Sekarang ini ada kemungkinan Rusia dan Cina sedang perang dingin, Kenapa? 
 
Dan sekarang ini ada kemungkinan Rusia dan Cina sedang perang dingin, kenapa? Karena Rusia aktif menjalin komunikasi dengan ASEAN, Cina merasa terganggu secara politik. Terus lagi kita kan lagi gencar bikin kereta cepet, Poros Maritim tapi bikin kereta cepet ya, itu sama Cina akhirnya. Padahal itu kerjasama seharusnya dengan Jepang. Dan sudah dibahas dalam waktu lama yang cukup lama.  Tiba-tiba Cina yang jadi pemenangnya. 
 
Ini masih rame loh di jepang sana, kabar kalau Indonesia itu berkhianat sama Jepang, masih rame. Nah, maka-nya ini gimana jangan sampai kita dicap jadi Negara pengkhianat. Negara yang gampang berkhainat terhadap kesepakatan. Saya tidak tahu apakah kita mampu mewujudkan hal itu dan membuktikan kalau Indonesia yang menghormati komitmen yang sudah disepakati. 
 
 
 
Sumber: www.theglobal-review.com

Read more »

Misteri Tanah Punt: Apakah Ada Hubungan Antara Firaun Mesir dengan Suku di Bengkulu?



patung-sphinx-dan-piramida-giza-di-mesir
Peradaban Mesir Purba pernah dipimpin seorang Fir’aun Perempuan yang hidup antara tahun 1479 SM – 1458 SM bernama “Ratu Hatshepsut” (kadang-kadang dieja Hatchepsut yang berarti Perempuan Bangsawan Paling Terkemuka).
Ratu Hatshepsut adalah firaun kelima dari Dinasti ke-18 di Mesir kuno. Sedangkan gelar Fir’aun adalah gelar yang dalam diskusi dunia modern digunakan untuk seluruh penguasa Mesir kuno dari semua periode.
DRatu Firaun Hatshepsutahulu, gelar ini mulai digunakan untuk penguasa yang merupakan pemimpin keagamaan dan politik kesatuan Mesir kuno, namun hanya dipakai selama Kerajaan Baru, secara spesifik, selama pertengahan dinasti kedelapanbelas.
Para Egiptologis umumnya menganggap Ratu Hatshepsut sebagai salah seorang firaun perempuan yang paling berhasil di Mesir, yang memerintah lebih lama daripada perempuan penguasa manapun dalam sebuah dinasti bumiputra.
Ratu Hatshepsut
Ratu Hatshepsut dipercayai pernah memerintah sebagai salah seorang penguasa dari sekitar 1479 hingga 1458 SM (Tahun 7 hingga 21 dari Thutmose III).
Ia dianggap sebagai ratu penguasa yang paling awal dikenal dalam sejarah dan perempuan kedua yang diketahui naik takhta sebagai “Raja Mesir Hulu dan Hilir” setelah Ratu Sobekneferu dari Dinasti ke-12.
Makamnya terus dicari para arkeologi, hingga pada 27 Juni 2007 lalu, akhirnya sebuah mumi dalam makam berkode “KV60” di Lembah Para Raja akhirnya diidentifikasikan sebagai Ratu Hatshepsut.
Mumi Ratu Hatshepsut
Mumi Ratu Hatshepsut
Ratu Hatshepsut adalah putri dari Firaun ketiga dinasti ke-18 Mesir, yaitu Thutmose-I (kadang-kadang dibaca sebagai Thothmes, Thutmosis atau Tuthmosis I) berawal pada tahun 1506 SM atau 1526 SM menurut kronologi Mesir muda atau tua.
Thutmose-I naik takhta setelah kematian raja sebelumnya, yaitu Raja Amenhotep-I.
Salah satu peninggalan Ratu Hatshepsut yang sangat terkenal adalah bangunan yang bernama Mortuary Temple of Hatshepsut atau Kuil Hatshepsut.
Yang menarik dari Kuil Hatshepsut adalah, terdapatnya gambar-gambar mural dan relief yang bercerita tentang Land of Punt atau dalam bahasa Indonesia adalah Tanah Punt atau Negeri Punt, atau kadang disebut Bangsa Punt, yakni satu daerah yang memiliki ciri kehidupan yang mirip masyarakat di wilayah Nusantara yang kini bernama Indonesia.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/42/SFEC_AEH_-ThebesNecropolis-2010-Hatshepsut-023.jpg/640px-SFEC_AEH_-ThebesNecropolis-2010-Hatshepsut-023.jpg
Mortuary Temple of Hatshepsut (Kuil Hatshepsut) (pict: wikimedia).
Ekspedisi ke Negeri Punt
Informasi mengenai ekspedisi perdagangan dinasti bumiputra Fir’aun dengan negeri bernama Negeri Punt atau Tanah Punt, telah ditemukan dalam catatan-catatan Mesir. Akan tetapi, letak pastinya masih belum diketahui.
Ekspedisi itu diperkirakan dilakukan pada  sekitar tahun 1480 Sebelum Masehi. Walau dipimpin oleh seorang wanita yaitu Ratu Hatshepsut, namun ekspedisi ini merupakan kunci indikator kepemimpinan dan keterampilan dalam memotivasi dan mengatur masyarakat Mesir dikala itu.
Kapal bercadik firaun mesir menuju ke negeri Punt
Mural dari Kuil Hatshepsut memperlihatkan kapal bercadik yang melakukan ekspedisi menuju ke Negeri Punt.
Rupanya selama bertahun-tahun dinasti Firaun dibawah kepemimpinan Ratu Hatshepsut telah berurusan dengan peradaban menengah dibawah mereka.
Semua itu dilakukan untuk dapat memperoleh komoditas perdagangan mereka dari “wilayah timur” dan selatan melalui Laut Merah, dan rute perdagangan langsung yang jauh ke arah timur.
Utusan dari Fir’aun ini menggunakan kapal besar bercadik yang menurut peneliti semacam tongkang pada masa kini sebagai pengangkut barang, ke wilayah timur menuju The Land of Punt atau ke Negeri Punt.
Diperkirakan, para utusan dalam ekspedisi itu ingin bertemu dengan peradaban dari timur untuk melakukan transaksi perdagangan secara langsung, karena untuk menghindari para perantara, dan bisa jadi pastinya barang berharga.
Relief yang digambar ulang memperlihatkan perahu cadik dalam Ekspedisi ke wilayah timur enuju ke Negeri Punt (Land of Punt) oleh dinasti Fir'aun dibawah pimpinan Ratu Hatshepsut.
Relief yang digambar ulang dari mural di Kuil Hatshepsut memperlihatkan perahu cadik dalam ekspedisi ke wilayah timur menuju ke Negeri Punt (Land of Punt) oleh dinasti Fir’aun dibawah pimpinan Ratu Hatshepsut.
Selain itu, kapal besar bercadik itu juga diyakini oleh para peneliti untuk mengangkut batu-batu besar ‘obelisk’ dari tambang batu yang mereka dapat dari arah timur.
Teknologi pengangkutan oleh kapal bercadik ini juga diyakini peneliti sebagai alat transportasi untuk mengangkut material-material untuk membangun piramida.
Kebutuhan untuk mengangkut batu-batu besar hingga 70 ton dari tambang yang letaknya sangat jauh menuju ke situs piramida sangat diperlukan orang Mesir ketika membangun piramida.
Ini berarti bahwa teknologi dan aplikasi untuk dapat membangun tipe kapal ini telah berusia sekitar 1000 tahun pada saat Hatshepsut membangun armada lautnya.
Letak “Negeri Punt” Masih Misterius
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/c7/NC_Punt.jpg
Kemungkinan lokasi Punt masih misteri, kemungkinan di sekitar Laut Merah dan rute perjalanan besar melalui darat dan laut (wikimedia).
Perjalanan ekspedisi yang dilakukan utusan dari dinasti Fir’aun menurut relief ke wilayah timur masih menuai misteri.
Begitu pula dengan kisah keberadaan Negeri Punt yang dikunjungi dinasti Fir’aun yang terdapat dalam relief Kuil Hatshepsut selama ribuan tahun, juga masih menjadi misteri.
Banyak analisis juga masih berargumen tentang keberadaan dimana pastinya negeri Punt berada.
Kebanyakan ahli meyakini bahwa Punt terletak di sebelah tenggara Mesir, kemungkinan di Tanduk Afrika seperti di Somalia, Ethiopia dan Sudan. Ada pula ahli yang menunjuk Arabia sebagai Punt.
Negeri Punt, juga dijuluki Pwenet, atau Pwene oleh bangsa Mesir Kuno, adalah mitra dagang Mesir Kuno yang memproduksi dan mengekspor emas, damar aromatik, dalbergia melanoxylon, eboni, gading, budak, dan binatang liar.
Menurut sejarawan abad pertama, Titus Flavius Josephus (37 – c. 100), ia menulis:
Phut adalah pendiri Libya, dan penduduknya disebut Phutites (Phoutes), yang penamaannya berasal dari dirinya sendiri. Ada juga sebuah sungai di negara Moor yang menyandang nama Phut, yang mana dari hal itu adalah bahwa kita dapat melihat bagian terbesar dari yang historiographers Yunani sebutkan, bahwa sungai dan negara berbatasan dengan sebutan Phut (Phoute)”
Sedangkan menurut sejarawan Persia Muhammad ibn Jarir al-Tabari atau dikenal dengan At-Tabari (sekitar tahun 915) menceritakan tradisi bahwa istri Put bernama Bakht, adalah putri dari Batawil bin Tiras.
Istri penguasa Punt (tengah, menggunakan ikat kepala) dari monumen Deir el-Bahri.
Tampak istri penguasa Negeri Punt (tengah) menggunakan ikat kepala dari relief Kuil Hatshepsut di monumen Deir el-Bahri.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, Nabi Nuh memilik tiga putra yaitu Ham, Sem dan Yafet. Dalam peristiwa banjir besar hanya satu anak Nabi Nuh yag selamat, yaitu Ham.
Sedangkan Phut atau Put adalah anak ketiga dari Ham, yaitu salah satu anak Nabi Nuh. Dialah yang menurunkan bangsa-bangsa di dunia.
Mummy-ratu-Hatshepsut
Mumi Ratu Hatshepsut
Di dalam Alkitab Tabel Bangsa-Bangsa, nama Put (atau Phut) juga digunakan dalam Alkitab bagi orang-orang atau bangsa yang dikatakan sebagai keturunan dari Ham yang biasanya berada di daerah Libya Kuno.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, khususnya dalam Kitab Kejadian, Put adalah salah satu dari tiga putra Nuh yang selamat dari bencana air bah yang membinasakan seluruh bumi bersama-sama saudara-saudara laki-lakinya: Sem dan Yafet.
Tapi hubungan dari keturunan ini kadang-kadang juga dikaitkan dengan suatu wilayah yang disebut sebagai “Tanah Punt” (the Land of Punt) yang telah dikenal dari sejarah Mesir Kuno.
Negeri Punt dan kemiripan dengan budaya Nusantara
Namun berdasarkan penelitian mutahir, ciri kehidupan “Tanah Punt” ternyata sangat mirip dengan budaya Masyarakat Nusantara, terutama di sekitar Pantai Barat Sumatera di bagian selatan, yang kini wilayahnya adalah sekitar provinsi Bengkulu.
Ada beberapa kemiripan hubungan dari budaya Negeri Punt dan budaya di Bengkulu, terutama oleh suku Enggano, diantaranya adalah:
1. Rumah Bangsa Punt mirip rumah Suku Enggano di Bengkulu
Dari beberapa manuskrip dan relief di Kuil Hatshepsut Mesir, digambarkan rumah Bangsa Punt yang mirip seperti rumah-rumah tradisional suku Enggano yang berada di Pulau Enggano di barat Pulau Sumatera bagian selatan, yang pada saat ini masuk ke dalam wilayah Provinsi Bengkulu.
Rumah suku Enggano ini berbentuk seperti kubah dengan lantai datar yang berupa lingkaran. Rumah ini adalah jenis rumah panggung, yang berada lebih dari satu meter dari atas tanah karena disanggah oleh beberapa balok kayu sebagai pondasinya.
Materi dinding dan atap rumah menjadi satu, terdiri dari dedaunan mirip rumbia dan dibentuk seperti kubah. Rumah tradisional ini hanya memiliki satu pintu berupa lubang yang dibuat pada dinding bagian bawah lengkap dengan tangganya yang terbuat dari kayu dan menuju ke bawah.
Bentuk rumah tradisional yang sangat khas dari suku Enggano yang berada di Pulau Enggano ini tergambar di dalam mural dan relief pada Kuil Hatshepsut di era dinasti Firaun dibawah kepemimpinan Ratu Hatshepsut di Mesir, sebagai rumah Bangsa Punt (lihat gambar dibawah ini).
Rumah Bangsa Punt pada mural di Kuil Mesir
Rumah Bangsa Punt pada mural di Kuil Ratu Hatshepsut
rumah punt dan enggano bengkulu
Persamaan antara rumah Bangsa Punt pada mural di Kuil Ratu Hatshepsut (kiri) dengan rumah khas Suku Enggano di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu (kanan).
2. Hiasan Kepala
Masih dari beberapa mural dan relief Kuil Hatshepsut di Mesir, terlihat beberapa sosok yang memakai berupa hiasan di kepala atau ikat kepala yang digambarkan dalam kuil tersebut sebagai Bangsa Punt.
Tak hanya bentuk rumah tradisional, namun ternyata ikat kepala yang tergambar sebagai Bangsa Punt pada mural di kuil yang dibangun dinasti Firaun pada era Ratu Hatshepsut itu  juga tampak mirip seperti ikat kepala tradisional ciri khas dari Suku Enggano di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu (lihat gambar dibawah ini).
Hiasan ikat kepala bangsa Punt mirip ikat kepala Bangsa Enggano
Hiasan ikat kepala bangsa Punt pada mural di Kuil Ratu Hatshepsut.
hiasan kepala punt dan enggano bengkulu
Persamaan antara hiasan kepala atau ikat kepala Bangsa Punt pada mural di Kuil Ratu Hatshepsut (kiri) dengan hiasan kepala atau ikat kepala ciri khas Suku Enggano di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu (kanan).
Ikat kepala Bangsa Punt (kiri) dan ikat kepala suku Enggano (kanan)
Persamaan antara hiasan kepala atau ikat kepala Bangsa Punt pada mural di Kuil Ratu Hatshepsut (kiri) dengan hiasan kepala atau ikat kepala ciri khas Suku Enggano di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu (kanan).
3. Kebiasaan membawa pisau di pinggang dari jenis pisau yang mirip
Dari beberapa mural dan relief di Kuil Hatshepsut Mesir, juga terlihat sosok-sosok Bangsa Punt yang terlihat terbiasa membawa pisau tradisional yang diselipkan di pinggang.
Pisau tradisional oleh bangsa Punt dalam mural itu ternyata juga mirip seperti pisau tradisional yang digunakan pada pakaian adat di Provinsi Bengkulu (lihat gambar dibawah ini).
pisau tradisional punt dan enggano bengkulu
Persamaan antara pisau tradisional Bangsa Punt pada mural di Kuil Ratu Hatshepsut (kiri) dengan pisau tradisional ciri khas Suku Enggano di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu (kanan).
4. Beberapa kosa-kasa Suku Rejang Bengkulu mirip kosa kata bahasa Mesir Kuno
Dari literatur Mesir Kuno, beberapa kosa-kata bangsa Mesir Kuno memiliki kemiripan dengan kosa-kata bahasa suku Rejang di Bengkulu. Berikut beberapa diantaranya dalam tabel dibawah ini.
bahasa put punt dan rejang bengkulu
Selain bersumber dari relief Kuil Hatshepsut, ada beberapa argumen lain yang memberi bukti lokasi Tanah Punt berada di sekitar Pantai Timur Sumatera Bagian Selatan, yaitu:
  • Lokasi di timur yang jauh dari Mesir. Tampak lokasi Pulau Enggano yang berada jauh di timur dari wilayah Mesir, yang mana pada kala itu Bangsa Mesir menggunakan kapal bercadik dalam ekspedisinya.
peta dunia jalur mesir ke indonesia
  • Terdapat situs-situs purbakala di Sumatera bagian selatan. Di daerah Sumatera Bagian Selatan, banyak ditemukan situs-situs purbakala yang berusia ribuan tahun, diantaranya : Situs Besemah di Sumatra Selatan (berusia 4.500 tahun) dan situs Gua Harimau di Sumatra Selatan (berusia 4.840 tahun).
Penduduk Pulau Enggano
Pulau Enggano berada sekitar 100 km disebelah barat daya dari Pulau Sumatra, atau berada disebelah barat dari Provinsi Bengkulu dan termasuk wilayah provinsi tersebut.
Panjang pulau ini sekitar 35 km dengan lebar sekitar 16 km, dengan area seluas 402.6 km². Ketinggian daratannya sekitar 100 meter diatas permukaan laut dengan daratan tertinggi berada pada 281 meter diatas permukaan laut.
peta pulau enggano mapPenduduk asli Pulau Enggano adalah Suku Enggano, yang terbagi menjadi lima “puak asli” (penduduk setempat menyebutnya suku). Semuanya berbahasa sama, bahasa Enggano.
Suku atau Puak Kauno yang mulai menempati tempat ini pada zaman Belanda (sekitar tahun 1934).
Selain Suku Kauno, terdapat Suku Banten (pendatang), dan empat suku lainnya. Suku Enggano memakai Bahasa Enggano dalam percakapan sehari hari.
Sebagian dari mereka percaya bahwa mereka adalah bagian dari keturunan suku Batak-Nias di kepulauan Sumatra. Suku yang hanya dapat ditemui di Indonesia ini memakai bahasa Enggano – (eno).
Sebagian besar penduduk pulau Enggano merupakan masyarakat yang religius. Lebih dari 96 % penduduk menganut agama Islam aliran Sunni & Kristen mazhab Protestan, dan sisanya masih animisme.
ikat kepala suku Enggano 
Mereka beraktifitas sebagai nelayan dan petani (coklat dan lada) dan dari hasil panennya dijual ke Bengkulu. Kota terbesar di pulau Enggano ada tiga buah, yaitu Barhau, Kabuwe dan Kayaapu. Pada sensus tahun 1989, pulau ini memiliki 1420 jiwa.
Angka ini bertambah, pada tahun 1994 menjadi 1635 jiwa yang mana sebanyak 64% adalah Suku Enggano atau dalam bahas Inggris disebut sebagai Engganese people.
Catatan terakhir, penduduk Pulau Enggano berjumlah sekitar 1.600 orang. Ada enam desa di Pulau Enggano yang semuanya telah terhubung oleh jalanan, yaitu Desa Kahayapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meok dan Banjarsari. Di pulau Enggano terdapat 5 buah Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang terletak di desa Apoho, Banjar Sari, Ka’ana, Meok dan Kayaapu.
Penamaan “Enggano” berasal dari bahasa Portugis yang berarti “salah” atau dalam bahasa Inggris ‘mistake’. Pada 5 Juni 1596, Cornelis de Houtman mempublikasikan pulau ini, namun waktu itu ia tak sempat sampai ke daratannya. Baru pada tahun 1771, Charles Miller sukses merapat dan berhasil naik ke daratan pulau itu dan berjumpa dengan suku aslinya.
Referensi:
  • Ian Shaw & Paul Nicholson, The Dictionary of Ancient Egypt, British Museum Press, London. 1995, p.231.
  • Shaw & Nicholson, hal.231.
Pustaka:
Hubungan Firaun dengan Suku di Bengkulu-indonesia banner

Sumber : https://indocropcircles.wordpress.com

Read more »

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *