Para jurnalis diperbolehkan dengarkan langsung telepon Abbott ke SBY |
Jakarta ★ Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengaku sangat menyesal atas hubungan diplomatik yang kurang baik antara Indonesia dan negaranya sejak skandal penyadapan yang dibocorkan oleh Edward Snowden. Hal ini disampaikan Abbott ketika dia menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui telepon, Selasa 6 Mei 2014.
"Saya sangat menyesal atas kesulitan-kesulitan yang kita hadapi selama beberapa bulan terakhir," kata Abbott dalam percakapan telepon dengan SBY. Percakapan itu bisa didengar jelas para jurnalis melalui pengeras suara.
Percakapan SBY dan Abbott lewat telepon terjadi di sela-sela pembukaan konferensi internasional Open Government Partnership di Nusa Dua, Bali, hari ini. Abbott, yang diundang ke acara itu, memilih absen.
Dalam percakapan itu, Abbott mengatakan sangat tersentuh dengan kebaikan pemerintah Indonesia dan dan kagum atas rasa persahabatan yang kuat untuk Australia. Maka, Abbott mengatakan akan berusaha memperbaiki hubungan antara Indonesia dan Australia sehingga dia berharap bisa datang ke Indonesia secepatnya.
"Jadi saya sangat berusaha untuk sampai ke Indonesia secepat mungkin dan saya akan kembali berkunjung di lain kesempatan," ungkap Abbott. Dia juga mengatakan tidak bisa hadir di konferensi Open Government Partnership, namun tanpa alasan yang jelas.
"Seperti yang Anda tahu, saya tidak bisa hadir di Bali. Jadi saya sangat-sangat perlu mengejar ketertinggalan lagi. Saya harap kita bisa melakukannya (pertemuan) sangat segera," ujar Abbott kepada SBY.
Mengenai ketidakhadiran Abbott di Bali, SBY memaklumi. Kendati dia mengatakan ingin menggunakan kesempatan tersebut untuk duduk bersama dan bicara mengenai hubungan kedua negara.
"Saya sangat menyesal atas kesulitan-kesulitan yang kita hadapi selama beberapa bulan terakhir," kata Abbott dalam percakapan telepon dengan SBY. Percakapan itu bisa didengar jelas para jurnalis melalui pengeras suara.
Percakapan SBY dan Abbott lewat telepon terjadi di sela-sela pembukaan konferensi internasional Open Government Partnership di Nusa Dua, Bali, hari ini. Abbott, yang diundang ke acara itu, memilih absen.
Dalam percakapan itu, Abbott mengatakan sangat tersentuh dengan kebaikan pemerintah Indonesia dan dan kagum atas rasa persahabatan yang kuat untuk Australia. Maka, Abbott mengatakan akan berusaha memperbaiki hubungan antara Indonesia dan Australia sehingga dia berharap bisa datang ke Indonesia secepatnya.
"Jadi saya sangat berusaha untuk sampai ke Indonesia secepat mungkin dan saya akan kembali berkunjung di lain kesempatan," ungkap Abbott. Dia juga mengatakan tidak bisa hadir di konferensi Open Government Partnership, namun tanpa alasan yang jelas.
"Seperti yang Anda tahu, saya tidak bisa hadir di Bali. Jadi saya sangat-sangat perlu mengejar ketertinggalan lagi. Saya harap kita bisa melakukannya (pertemuan) sangat segera," ujar Abbott kepada SBY.
Mengenai ketidakhadiran Abbott di Bali, SBY memaklumi. Kendati dia mengatakan ingin menggunakan kesempatan tersebut untuk duduk bersama dan bicara mengenai hubungan kedua negara.
"Saya memahami bahwa Anda tidak bisa datang ke Bali, saya berharap sebenarnya kita bisa duduk bersama dan bicara," kata SBY kepada Abbott lewat telepon.(ren)Abbot Tak Datang ke Bali, Marty Akui Ada Masalah Perdana Menteri Australia Tony Abbott tak hadir dalam Konferensi Open Government Partnership (OGP) Asia-Pacific di Nusa Dua, Bali, Selasa, 6 April 2014. Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa meminta hal itu tidak dibesar-besarkan. Namun diakuinya bahwa masih ada masalah yang belum terselesaikan di antara Indonesia dan Australia.
“Alasannya tidak diberitahukan secara detail, sehingga hanya pihak Australia yang bisa menjelaskan,” kata Marty seusai pembukaan acara. Menurut dia, selain ke PM Australia, undangan dikirimkan juga ke sejumlah kepala negara dan pemimpin pemerintahan di Asia-Pasifik. Tanpa Abbot, konferensi dapat berjalan dengan baik.
Meski tidak mengetahui alasan Abbot, Marty mengatakan saat ini ada perkembangan di Australia, seperti penyusunan budget, yang kemungkinan mengharuskan Abbot tetap di dalam negeri. Selain itu, masih ada masalah dengan keberadaan pencari suaka yang diatasi dengan kebijakan pemulangan paksa dan tampak kurang berhasil. “Kebijakan unilateral memaksa pencari suaka itu juga bisa dinilai mengancam dan melanggar hak asasi.”
Namun Marty membantah mengenai kemungkinan adanya konflik antara Australia dan Indonesia. “Memang ada masalah yang harus dikelola dan diselesaikan,” ujarnya. Salah satunya adalah penyelesaian masalah penyadapan yang telah disepakati bersama.
0 komentar:
Posting Komentar