Kamis, 15 Mei 2014

Balas Sanksi, Rusia Usir AS Dari Stasiun Luar Angkasa


Balas Sanksi, Rusia Usir AS dari Stasiun Luar Angkasa International Space Station (ISS)

Rusia membawa ketegangan dengan Amerika Serikat hingga ke luar angkasa. Setelah dihujani sanksi ekonomi oleh AS dan sekutunya di Eropa, pemerintah Kremlin membalasnya dengan mengusir AS dari Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Diberitakan Reuters, Selasa 13 Mei 2014, Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin mengatakan AS harus hengkang dari Stasiun Luar Angkasa Internasional tersebut pada tahun 2020. Rusia juga telah menolak permintaan AS memperpanjang waktu pakai stasiun yang berada di orbit Bumi tersebut.

Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS memang saat ini diawaki oleh AS dan Rusia. Namun sejak pesawat luar angkasa AS pensiun pada 2011, Washington mengandalkan pesawat antariksa Soyuz milik Rusia untuk menuju ISS.

Untuk sekali terbang menggunakan Soyuz, AS harus bayar ke Rusia lebih dari US$ 60 juta atau Rp 688 miliar per orang. AS memang tengah mengembangkan pesawat luar angkasa sendiri untuk ke ISS bekerja sama dengan swasta, diprediksi rampung 2017.

Keputusan Rusia ini akan mengganggu misi AS di ISS. Padahal AS telah berencana menggunakan stasiun yang juga digunakan oleh 15 negara itu sampai 2024.

Selain itu, AS juga tidak boleh menggunakan mesin roket buatan Rusia untuk menerbangkan satelit militer. Rusia juga menghentikan operasi sistem navigasi GPS milik AS di wilayah kekuasaan Kremlin mulai Juni mendatang.

Menurut Rogozin, langkah ini mereka lakukan terkait sanksi yang dijatuhkan AS pada Rusia, menyusul pencaplokan Crime di Ukraina. Rusia juga disebut AS dan Uni Eropa hendak menimbulkan ketidakstabilan di Ukraina timur, tempat tumbuh suburnya separatis saat ini.

Salah satu sanksi yang dijatuhkan adalah dihentikannya izin ekspor barang-barang berteknologi tinggi dari perusahaan AS untuk meningkatkan kemampuan militer Rusia.

"Kami khawatir untuk melanjutkan proyek pengembangan teknologi tinggi dengan mitra yang tidak bisa diandalkan seperti Amerika Serikat, yang selalu saja mempolitisir semua hal," kata Rogozin.(umi)


Rusia Larang Mesin Roketnya Digunakan Amerika Persinggungan antara Rusia dengan Amerika Serikat terus memanas. Kedua negara memutuskan untuk memutuskan perjanjian perdagangan militer.

Hal itu ditandai dengan larangan penggunaan mesin roket buatan Rusia dalam peluncuran satelit militer Amerika. Saat ini, Amerika memiliki cadangan mesin untuk dua tahun.

Laman Voa Indonesia, Rabu (14/5) melansir bahwa dengan larangan itu Amerika tentu harus beralih ke pemasok lain yang memiliki wahana peluncuran roket yang harganya bisa jauh lebih mahal.

Ketegangan kedua negara ini dipicu oleh intervensi Rusia di Ukraina. Amerika dan sekutunya di Eropa telah memberlakukan larangan visa dan pembekuan aset pada sejumlah besar pemimpin Rusia dan penasehat dekat Presiden Vladimir Putin.
Roket Atlas V Amerika Serikat yang mesin roketnya merupakan produk Rusia. Foto: Reuters/Gene Blevins.

Sebagai aksi balasan, Rusia juga telah menolak tawaran Amerika untuk memperpanjang penggunaan stasiun antariksa internasional 15 negara setelah target sebelumnya, dari tahun 2020 hingga 2024.(awa/jpnn)Produsen mesin roket sebut AS tak bisa eksis seperti Rusia

Pentagon terkena batunya akibat sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia. Sebab, Pentagon tidak bisa lagi mengimpor mesin roket buatan Rusia yang selama ini jadi andalan mereka untuk mengorbitkan satelit militer dan sipil.

ULA sejatinya adalah perusahaan kemitraan Lockheed Martin dan Boeing. ULA menilai, Pentagon yang sudah ketergantungan dengan mesin roket Rusia, menjadi pertanda bahwa AS tidak akan bisa eksis seperti Rusia.

“ULA dan Departemen Pertahanan kami selalu dipersiapkan dalam setiap gangguan,” kata juru bicara ULA, Jessica Rye, dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Reuters, Rabu (14/5/2014).

Seperti diketahui, Rogozin selain melarang Rusia mengekspor mesin roket kepada AS, dia juga akan menghentikan semua operasional satelit GPS AS yang ada di Rusia mulai 1 Juni 2014. Dia tidak ingin, satelit yang beroperasi di Rusia dimanfaatkan AS untuk kepentingan militer Washington. Dia bahkan berpikir untuk mengkomersialkan semua potensi alutsista Rusia.

Rye pun menyarankan kepada Rusia untuk menggunakan dan mengembangkan stasiun satelit tanpa peran AS. ”Segmen Rusia dapat eksis secara independen ketimbang Amerika. AS tidak bisa (eksis),” ujarnya.

Sebelum AS dan Rusia bersitegang, Badan Antariksa AS atau NASA bekerja sama dengan perusahaan ULA untuk mengembangkan transportasi ruang angkasa dengan tujuan membantu misi ruang angkasa AS pada tahun 2017. AS membayar Rusia untuk kerjasama ini senilai ebih dari USD 60 juta per orang untuk setiap penerbangan astronot.(mas)

  
 

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *