Di dunia sekarang ini, hanya ada tiga
nama yang sering sekali melekat di kaos oblong dan buku-buku pergerakan.
Usamah bin Laden, Che Guevara, dan Mahmoud Ahmadinejad. Usamah sejak
sekitar tahun yang lalu telah diberitakan tiada, tewas oleh Amerika,
namun tentara-tentara Negara Paman Sam itu masih terus berada di
Afghanistan dengan dalih yang sama; memberantas teroris.
Sedangkan Che Guevara, walau tidak
sekencang dahulu, namun sosoknya begitu lengket di benak dan ideologi
para kaum gerakan kiri. Walau satu dua, Che selalu ada dimana-mana.
Sosok
satu lagi adalah Ahmadinejad. Dalam kurun waktu 8 tahun belakangan ini
Ahmadinejad tiba-tiba saja “digilai” oleh begitu banyak para pemuda
Islam. Ia dianggap sebagai cerminan seorang pemimpin yang sederhana dan
bersahaja, taat terhadap ajaran agamanya. Yang paling penting,
Ahmadinejad dianggap sangat vokal terhadap Amerika Serikat dan
Israel—dua negara yang selama ini dianggap sebagai pihak yang selalu
berseberangan dengan Islam.
Akhirnya, para pemuda Islam ini
menapikan kenyataan bahwa Ahmadinejad adalah seorang presiden Iran. Dan
presiden Iran kita tahu, ia harus seorang Syiah. Selama ini, media Barat
memosisikan bahwa Syiah adalah salah satu aliran atau sekte dari Islam.
Padahal kenyataannya, Syiah ya Syiah. Islam ya Islam. Keduanya berbeda
sangat dalam secara ideologis dan pemahaman.
Satu
persatu para pemuda Islam yang mulai memahami peta Iran di Timur
Tengah, dan bagaimana hasadnya Syiah terhadap Islam—tak peduli darimana
Islam itu berasal, baik Sunni ataupun lainnya, mulai meninggalkan
Ahmadinejad sebagai sosok panutan. Yang tersisa dari para pengagum
Ahmadinejad kemudian hanya dua kelompok saja. Pertama, mereka yang juga
menganut Syiah sebagai keyakinan. Kedua, para pemuda yang tak membaca
banyak tentang kongkalingkong Iran-Amerika-Israel.
Siapa sebenarnya Ahmadinejad ini?
Menjelang pemilihan umum Maret 2008, ada sebuah berita yang mengejutkan. Telegraph.co.uk—harian
berita dari Inggris—memuat sebuah foto Ahmadinejad sambil mengangkat
kartu identitasnya selama pemilihan umum. Entah bagaimana, kartu
identitas itu tercium memiliki akar Yahudi. Berita itu kemudian menjadi
bahan sorotan khusus sejumlah media di Indonesia.
Menurut klaim Telegraph, dokumen close-up
itu mengungkapkan bahwa Ahmadinejad sebelumnya dikenal sebagai
Sabourjian—atau artinya kurang lebih tukang kain tenun dalam arti nama
bahasa Yahudi. Telegraph, melaporkan, sebuah catatan pendek
yang tertulis di kartu itu menunjukkan keluarganya berubah nama menjadi
Ahmadinejad, ketika memeluk Islam setelah kelahirannya. Sabourjian
berasal dari Aradan, tempat kelahiran Ahmadinejad, dan nama itu
diturunkan dari “penenun dari Sabour”, nama untuk selendang Tallit
Yahudi di Persia. Nama ini, ada dalam daftar nama cipta untuk orang
Yahudi di Iran, menurut Departmen Dalam Negeri Iran.
Ali Nourizadeh, dari Pusat Studi Arab
dan Iran, mengatakan: “Aspek latar belakang Ahmadinejad menjelaskan
banyak tentang dirinya. Dengan membuat pernyataan-pernyataan
anti-Israel, ia sedang mencoba untuk menumpahkan kecurigaan tentang
hubungannya dengan Yahudi. Ia merasa rentan dalam masyarakat Syiah yang
radikal.”
Seorang ahli yang berpusat di London
Yahudi Iran mengatakan, “Dia telah mengubah namanya karena alasan agama,
atau setidaknya orangtuanya.” Sabourjian dikenal sebagai nama Yahudi di
Iran. Seorang jurubicara kedutaan Israel di London, Ron Gidor,
mengatakan bahwa, “Ini bukan sesuatu yang akan kami bicarakan.”
Ahmadinejad tidak menyangkal namanya
berubah ketika keluarganya pindah ke Teheran pada tahun 1950-an. Tapi
dia tidak pernah mengungkapkan perubahan berhubungan dengan pergantian
keyakinan. Ahmadinejad tumbuh menjadi insinyur yang memenuhi syarat
dengan gelar doktor dalam manajemen. Sebelum terjun jadi politisi,
Ahmadinejad bertugas sebagai tentara pada Pengawal Revolusi.
Menanggapi pemberitaan di atas, Irman
Abdurrahman, seorang analis independen, dalam sebuah catatan lepasnya
menulis, “Dalam kamus kelompok sayap kanan pro-Israel, ada dua cara
membunuh karakter musuh mereka. Pertama, menuduh orang itu sebagai
anti-Semit (anti-Yahudi). Kedua, menebar isu bahwa orang itu berdarah
Yahudi yang membenci Yahudi (self-hating Jew). Dan, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad adalah target terbaru mereka.”
Rumor Ahmadinejad seorang Yahudi
sebenarnya bukan hal baru. Pada awal 2009, Radio Liberty/Radio Free
Europe pernah memuat isu yang sama dengan berlandaskan tulisan blog
orang Iran yang anti-Ahmadinejad. Selain itu, semua penulis biografi
Ahmadinejad telah secara rinci menulis tentang keluarganya. Alhasil,
nama “Sabourjian” bukanlah rahasia lagi yang menuntut media sekelas
Telegraph untuk membuktikannya dengan meng-”close-up” KTP Ahmadinejad.
Sementara itu, Qanaatgar, seorang warga
Iran ketika ditanya masalah ini oleh wartawan IRIB Bahasa Indonesia
mengatakan, “Ada kemungkinan bahwa Saburjian itu adalah nama paswand.
Istilah paswand itu berbeda dengan nama khanevadeh (nama famili).”
Menurut Qanaatqar, nama pasvand jarang sekali dipakai di Iran, bahkan
bisa jadi hanya 10 persen warga Iran yang menggunakannya. Nama pasvand
kadang berhubungan dengan latarbelakang seseorang, yang bisa jadi itu
adalah nama pekerajaan nenek moyangnya atau tempat tinggalnya.”
Nama tak penting, tapi aqidah
Seperti kata Shakespeare, apalah arti
sebuah nama, maka sebenarnya tak terlalu penting sekarang ini
mempermasalahkan nama belakang Ahmadinejad. Yang justru menjadi
persoalan krusial bagi kaum (generasi muda) Muslim ketika hendak menilai
dan menjadikan seseorang menjadi anutan, adalah aqidah Islamnya. Banyak
tokoh yang baik, berprestasi dan penting di dunia ini, tapi mereka
bukan orang Islam. Dalam hal ini, orang Syiah juga bukan orang Islam.
Walau bagaimanapun Rasulullah Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah satu wacana besar yang sudah teruji
oleh siapapun dan sejarah manapun. Dan begitu juga dengan orang-orang
shaleh yang telah tiada setelahnya. Mengidolakan seseorang yang masih
hidup sekarang ini, jauh dari kita, dan dengan informasi dunia yang
sumir ini, hanya rapuh belaka.
SUDAH
bukan rahasia lagi, dalam ajaran Syiah betapa agungnya kedudukan Ali
bin Abi Thalib. Adapun kedudukan sahabat-sahabat yang lain dinihilkan.
Syiah meniadakan bagaimana peranan sahabat-sahabat seperti Abu Bakar
As-Shiddiq, Umar bin Khattab, atau Ustman bin Affan. Tidak heran jika
kemudian di Iran, nama-nama yang paling banyak bertebaran adalah Ali dan
Fatimah. Beberapa tahun yang lalu ada sebuah film anak-anak berasal
dari Iran yang sangat terkenal “Children of Heaven”yang dua tokohnya
adalah dua nama ini.
Maka tidak heran, jika para kaum Syiah
sering sekali menghina para sahabat Nabi yang sudah jelas-jelas berperan
besar dalam perkembangan Islam. Begitu pula dengan Ahmadinejad.
Sebelum pemilihan presiden Iran yang
terakhir kalinya digelar, Ahmadinejad mengeluarkan pernyataan yang
terang-terangan menghina dua orang sahabat Rasulullah Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Kecaman dan hinaan Ahmadinejad itu
disampaikan dalam sebuah acara televisi secara langsung di Shabaka 3,
saluran televisi Iran, hanya beberapa hari sebelum pelaksanaan pemilu
Iran.
Seperti yang diketahui, Iran yang
berbasis Syiah ini—salah satu aliran Islam yang dianggap
menyimpang—sudah sejak lama mempersempit ruang gerak para jamaah ahli
Sunnah (kaum Sunni). Di bawah kepemimpinan Ahmadinejad, bahkan para
jamaah Sunni mengalami penderitaan yang belum pernah dialami sejak
Revolusi Rafidi Khomeini.
Dalam acara itu, Ahmadinejad dengan
lugas mengatakan bahwa Talhah dan Zubair adalah dua orang pengkhianat.
“Talhah dan Zubair adalah dua orang sahabat Rasul, tapi setelah
kepergian Rasul, mereka berdua kembali kepada ajaran sebelumnya dan
mengikuti Muawiyah!”
Padahal dalam sejarah, Talhah dan
Zubair, dua orang sahabat Rasul itu, tak pernah bertempur dengan
Muawiyah, karena keduanya meninggal lama sebelum peperangan Jamal di
tahun ke-36 kekhalifahan Islam di mana Muawiyah menjadi rajanya.
Pernyataan Ahmadinejad ini sudah jelas
kemana arahnya, yaitu membuat sebuah perbandingan atas sahabat Rasul
dulu dengan kejadian politik saat ini di Iran—berkaitan dengan rivalnya
saat itu, Mousavi. Sebelumnya, Ahmadinejad sudah sangat sering menghina
sekitar 15 juta penganut Sunni di Iran. Bahkan, pendahulu Ahmadinejad,
Rafidi menghina dan menganggap remeh alias menyepelekan 90% Muslim
seluruh dunia.
Namun demikian, masih banyak juga pihak
atau pengagum Rafidi dan pengingkar sahabat Rasul lainnya seperti
Ahmadinejad ini. Mereka adalah orang yang tidak menyadari gerakan Syiah
atau mereka yang tak mau memahami rejim 12 Imam ini yang merupakan musuh
terbuka terhadap para sahabat Rasul.
Sesaat
setelah menayangkan berita ini, sebuah blog dari Iran, sonofsunniiran,
langsung ditutup, tak bisa diakses lagi, bahkan sampai kini. Sebelumnya
dari blog ini banyak sekali berita yang memaparkan kejahatan kaum Syiah
terhadap para Sunni di Iran.
Di balik kezuhudannya, tidak dipungkiri
lagi bahwa Mahmoud Ahmadinejad adalah seorang Syi’ah. Dan sudah mafhum
pula bahwa Iran adalah negerinya orang Syi’ah Rafidhoh. Dalam sebuah
foto yang memuat Ahmadinejad, terlihat foto dua tokoh Syi’ah yang
digantungkan di dinding tepat di atasnya.
Siapa Syi’ah Rafidhoh itu?
- Mereka adalah sekte yang mengklaim memiliki 12 imam yang lebih mulia daripada Nabi dan Rasul.
- Mereka mengkafirkan sahabat Abu bakar dan Umar serta menuduh Ibunda Aisyah seorang pezina. Karena itulah para ulama telah mengkafirkan Syiah.
- Merekalah yang memiliki ritual menyiksa diri ketika bertepatan dengan hari Karbala, yaitu peristiwa terbunuhnya Husen.
- Merekalah yang membantu Amerika Serikat menaklukkan Baghdad, dan Taliban.
- Merekalah yang sering berbuat kerusuhan di Makkah ketika Haji. Dahulu kala Syi’ah Qaramithah mencongkel Hajar Aswad dari Ka’bah sehingga Ka’bah tidak memiliki Hajar Aswad selama 12 tahun, lalu akhirnya dikembalikan.
- Mereka shalat menggunakan batu yang disebut batu Karbala sebagai tumpuan sujud mereka. Perhatikan foto Ahmadinejad ketika shalat.
7.
Mereka menghalalkan kawin kontrak (nikah mut’ah), bahkan membolehkan
seorang wanita dikawini oleh banyak pria dalam satu malam. Pernikahannya
pun boleh tanpa wali. Pernikahan macam apa itu? Intinya sama saja
dengan pelacuran, namun mereka mengatasnamakan ibadah. Bahkan boleh
kawin kontrak dengan istri orang lain.
Beberapa waktu yang lalu, salah satu
sekte Syi’ah yang kesesatannya paling ringan yaitu Syi’ah Zaidiah di
Yaman, telah menyerang kaum muslimin, membunuhi para penghafal Al Qur’an
di Yaman. Syi’ah yang membantu Amerika menaklukkan Baghdad memperkosa
gadis-gadis muslimah.
Hubungan dengan Israel
Satu lagi , Syi’ah memiliki satu prinsip yaitu Taqiyah, menutupi kesesatan mereka dengan kedustaan.
Ketika Ahmadinejad berpidato di
Universitas Harvard, media-media Amerika langsung meliput dan menyiarkan
langsung pidato tersebut. Padahal selama ini tidak ada presiden yang
diperlakukan seperti itu. Apalagi sudah banyak bukti yang menjelaskan
hubungan gelap antara Ahmadinejad dengan Israel. Seorang ulama Syiah
mengatakan presiden Iran ingin menjalin “persahabatan dengan Israel.”
Menurut ulama Syiah Mahmud Nubia, penasihat teras atas Ahmadinejad,
Esfandiar Rahim Mashaei tiga tahun lalu menyatakan bahwa Iran harus
memiliki “hubungan yang bersahabat” dengan Negara Yahudi, namun
Ahmadinejad menahan diri dari persoalan ini di depan umum karena
pemimpin tinggi Syiah Iran Ayatollah Ali Khamenei sangat keberatan
dengan hal ini.
Menurut Husain Ali Hasyimi, dalam
tulisannya, Al-Harbul Musytarakah Iran wa Israil bahwa sejak zaman Syiah
Pahlevi, Iran telah menjalin hubungan perdagangan dengan Zionis Yahudi.
Dan hubungan dagang ini berkelanjutan hingga setelah revolusi Syiah
yang dipimpin oleh Khumaini.
Sedikitnya 200 perusahaan internasional
yang beroperasi di Israel memelihara hubungan perdagangan yang luas
dengan Iran. Hubungan ini termasuk investasi dalam industri energi Iran,
yang merupakan sumber penghasilan utama Iran dan berfungsi untuk
menyalurkan dana untuk mengembangkan rudal, program nuklir dan senjata
konvensional lainnya.
Klaim Ahmadinejad soal Masjid Al-Aqsha
Mahmoud Ahmadinejad pernah memberi
hadiah kepada seorang penulis buku sekaligus seorang ulama besar Syiah
abad ini, yakni Jafar Murtada Al Amili, yang telah menulis sebuah buku
berjudul “Ayna Masjid al-Aqsha?” (Di Manakah Masjid Al Aqsha?) yang
intinya mengungkapkan bahwa keberadaan Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya
bukanlah di bumi Al-Quds, melainkan di langit. Ia menganggap masjid
mereka di Kuffah lebih baik daripada Al-Aqsha seperti tertulis dalam
kitab rujukan Syiah Biharul Anwar.Buku tersebut ditetapkan yang terbaik
di Iran.
Pemberian hadiah tersebut menyiratkan
bahwa, Ahmadinejad menyetujui isi buku tersebut yang menolak klaim bahwa
sahabat Umar bin Khattab Ra telah membebaskan Al Aqsha dari bangsa
Romawi, karena dianggap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak
melakukan perjalanan darat ke Al Aqsha tetapi pada saat perjalanan
menuju ke langit (Mi’raj).
Tidak cukup hanya baik
Memang betul, jika hanya menilai dari
atribut kepribadian, maka banyak orang-orang kafir yang memiliki pula
kebaikan yang hebat terhadap kemanusiaan. Sebutlah Bunda Theresa yang
menjadi simbol pembelaan terhadap orang-orang di India.
Keutamaan dan derajat seseorang di dalam
Islam, diukur dari aqidah dan tauhid orang tersebut kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Sebanyak apapun seseorang melakukan kebaikan,
tetapi jika tidak memiliki iman, maka amal mereka seperti debu di mata
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Wallahu alam bi shawwab.
[sa/islampos/kaskus/sembpost/berbagaisumber]
0 komentar:
Posting Komentar