JKGR-(IDB) : Ketika
Indonesia mulai serius membangun armada pesawat tempur Sukhoi,
datanglah godaan dari Amerika Serikat yang menawarkan pesawat tempur
F-16 eks USAF dengan harga miring. Indonesia ditawarkan “hibah” 30 unit
F-16 Blok 32++ / 52 dengan hanya membayar biaya retrofitnya. Ditambah
dengan pesawat F-16 RI yang sudah ada, total F-16 yang akan dimiliki TNI
sebanyak 40 unit atau 2 skuadron plus.
Tentu
senanglah Indonesia mendengar kabar ini dan akhirnya menyetujui
penawaran dari Amerika Serikat tersebut. Kini pesawat-pesawat itu
sedang diretrofit di AS, untuk kemudian dikirim ke Indonesia.
Tidak
itu saja, persenjataan F-16 juga akan dipercanggih dengan hadirnya
rudal AIM-120 Advanced Medium-Range Air-to-Air Missile, AMRAAM.
Kehadiran F-16 ini adalah untuk mengganti F-5 tiger yang akan dipensiunkan pada tahun 2020 nanti.
Pembelian
F-16 eks USAF ini menarik, karena mulai mengubah arah pembelian
alutsista Indonesia. Indonesia yang tadinya meninggalkan pembelian
alutsista ke AS karena trauma diembargo, mulai masuk “pelukan” AS
kembali.
Apakah
ini menguntungkan ?. Tergantung negara mana yang dianggap berpotensi
sebagai ancaman oleh Indonesia. Jika Australia dan Malaysia, mungkin
tidak banyak manfaatnya bahkan bisa dikatakan negatif.
Kedua
negara tersebut memiliki F/A- 18 Hornet/ Super Hornet. Australia yang
merupakan sekutu AS, akan tertawa lebar. Australia akan mudah memetakan
kelemahan F-16 Indonesia dengan pasokan data dari AS. Lebih parah lagi
Australia sedang memesan 72 jet tempur F-35 Lightning II.
Bisa jadi F-16 itu nantinya tidak dianggap ancaman oleh Australia, karena secara hitungan di atas kertas, bisa netralisir.
Belum lagi jika terjadi konflik antara Indonesia dan Australia.
Kira
kira negara mana yang akan didukung oleh AS ?. Australia merupakan
Sekutu abadi AS dalam setiap peperangan dan juga sama-sama Anglo Saxon.
Apakah Indonesia tidak kapok dan jera dengan embargo yang dilakukan AS
?.
Dengan demikian apa keuntungan Indonesia yang mulai bergeser membeli pesawat dari AS ?
Proyeksi
Indonesia yang membangun kekuatan udara dengan berkiblat ke Rusia
sebenarnya mulai disegani oleh negara lain. Sampai-sampai Australia
bolak-balik mengajak TNI AU berlatih perang udara, demi mengetahui
karakter pesawat SU 27 dan SU 30.
Jika
pesawat tempur Indonesia berkiblat ke AS, tentu tidak akan bisa
menyaingi Australia dari sisi jumlah pesawat, maupun kualitas. Bisa jadi
hal yang sama terjadi dengan Malaysia.
Di sisi lain, Australia tidak mungkin membeli pesawat tempur dari Rusia, karena kedekatannya yang amat sangat dengan AS.
Kelemahan posisi politis Australia itulah yang seharusnya dieksplor oleh Indonesia untuk menjadi keuntungan bagi TNI AU.
Sebelum
adanya tawaran “hibah” F-16 dari AS, para petinggi TNI berencana
memiliki SU-35 BM. Semoga proyeksi pembelian SU 35 BM tidak berubah
karena tawaran “hibah” pesawat usang dari AS, sehingga Indonesia
terancam berada dibalik ketiak Australia.
Ada satu hal yang mencengangkan dari latihan tempur Pitch Black 2012 di Australia.
Selama
ini militer dan pakar militer Australia terus memantau pesawat tempur
sukhoi dengan berbagai variannya. hasilnya secara overall, mereka
menilai F/A 18 Hornet dan Super Hornet Australia tidak bisa mengimbangi
kemampuan Sukhoi dari seluruh varian yang ada.
Untuk itu militer Australia mengatur agar pensiun F/A- 18 dipercepat, dengan alasan boros secara operasional.
Para
pakar militer Australia mencoba berpikir bagaimana meng-upgrade
kemampuan F/A -18 sebelum datangnya 72 jet tempur F-35 Lightning II yang
dipesan ke AS.
Hasilnya
cukup menggembirakan buat RAAF (Royal Australian Air Force). Untuk
pertarungan jarak jauh F/A- 18 Australia memenangkan peperangan karena
dibantu AWACS dalam melacak posisi Sukhoi Indonesia. Namun dalam
pertarungan jarak pendek/ dog fight, Sukhoi Indonesia mengungguli F/A 18
RI.
Hal
ini merupakan sukses tersendiri bagi F/A-18 Australia. Biarpun pesawat
lawas, namun masih bisa memenangkan pertempuran jarak jauh dengan
Sukhoi Indonesia.
Apalagi
dalam dunia modern saat ini, akan sulit dijumpai peperangan dog fight
antar pesawat. Radar dan rudal pesawat sudah jauh lebih canggih.
Pesawat mana yang lebih dahulu mendeteksi posisi lawan, kemungkinan
besar menjadi pemenang.
Latihan
ini juga menunjukkan perang adalah sebuah teater yang membutuhkan
kerjasama dari unit-unit lain. F/A – 18 RAAF yang tua dibandingkan SU
27/30, menjadi bergigi karena dibantu AWACS. Pesawat AWACS RAAF
membimbing pesawat tempur mereka dalam menemukan posisi Sukhoi
Indonesia, sekaligus mencari titik lemahnya.
Hal
ini juga menunjukkan, radar Sukhoi Indonesia masih versi standar dan
perlu di-upgrade dengan radar terbaru. Akibatnya pesawat Sukhoi kalah
dalam Beyond-visual-Range (BVR).
Indonesia membeli pesawat sukhoi secara bertahap hingga sebentar lagi menjadi satu Skuadron.
Senjata-
senjata Sukhoi akan tiba di kuartal 4 tahun 2012, bersamaan dengan
datangnya gelombang pembelian 6 Sukhoi dari Rusia. Akankah Indonesia
membiarkan pesawat modern Sukhoi, bertempur sendiri-sendiri tanpa ada
battale of management lewat AWACS ?
Pesawat
tempur handal seperti Sukhoi akan menunjukkan kesaktiannya jika
digabungkan dengan pesawat AWACS. Pesawat AEW&C atau AWACS berfungsi
sebagai pembimbing bagi misil untuk menembak sasaran di luar batas
cakrawala (BVR), Electronic Warfare (EW) dan Reconnaissance. Ia menjadi
mata dan backbone informasi bagi armada tempur sebuah negara.
Saat
ini Indonesia sedang memesan 9 pesawat C-295 dan TNI pun tertarik
memesan C-295 versi AEW&C/ AWACS menggunakan budget 2014.
Persoalannya adalah, apakah sistem komunikasi yang ada di pesawat Sukhoi
Rusia bisa terhubung dengan C-295 Airbus Military ?. Jika ada
tantangan, maka akan ada jawaban.
Jika
Indonesia percaya dengan kemampuan pesawat Sukhoi, maka bangunlah
kemampuan Skuadron pesawat itu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai,
ganti haluan politik, maka berganti haluan alutsista pula.
Kita masih ingat ketika haluan politik berubah dari Presiden Soekarno ke Soeharto, maka haluan alutsista juga berubah.
Hasilnya….? Kita tidak mendapatkan apa-apa, selain muter-muter gak jelas.
Negara ini membutuhkan visi yang jelas agar tidak tersesat.
0 komentar:
Posting Komentar