Proyek prestisius-ambisius pesawat tempur Korea/Indonesia Fighter
Experiment (KFX/IFX) telah ditunda pada tahap pertama. Hal ini juga
diungkapkan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Young-sun.
Dari ruang kerjanya, Kim menyatakan bahwa penundaan dari proyek pesawat tempur taktis-strategis ini sebagai suatu rancang bangun jangka panjang, jadi pihak Indonesia dan Korea Selatan sendiri tidak perlu merasa tergesa-gesa. Selain itu, menurut Kim, juga ada upaya untuk mengadopsi teknologi-teknologi terbaru untuk diimplementasikan ke dalam program KFX/IFX ini.
"Banyak aspek yang harus diperhatikan, maka dari itu ini menjadi sebuah proyek jangka panjang. Tentunya akan menyita banyak waktu, kita bisa menjalankannya pelan-pelan," kata Kim menambahkan.
Meskipun demikian, Kim mengaku sangat memahami ketergesaan yang mungkin muncul di Indonesia terkait dengan kepastian proyek KFX/IFX. "Kami paham sepenuhnya betapa penting proyek IFX/KFX, namun untuk saat ini kami masih mengkaji kembali kelayakannya," ujar Kim.
Sebelumnya, pada awal Maret, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi juga telah memastikan proyek KFX/IFX tidak dihentikan melainkan ditunda selama 1,5 tahun (hingga September 2014) melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel.
Ia mengatakan, produksi bersama pesawat KFX/IFX yang telah disetujui pada 2011 telah berhasil menyelesaikan tahap pertama, yaitu Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012.
Dalam pelaksanaan TD Phase selama 20 bulan, Indonesia dan Korea Selatan telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC) dan telah mengirim sebanyak 37 tenaga ahli Indonesia guna bersama kolega Korea Selatan-nya merancang-bangun pesawat KFX/IFX.
Namun, kata dia, di dalam perjalanan mengikuti perkembangan politik dan ekonomi, pemerintah Korea Selatan melalui surat resmi yang dikirim DAPA, berinisiatif menunda pelaksanaan produksi selama 1,5 tahun (hingga September 2014).
Penundaan ini disebabkan belum ada persetujuan Parlemen Korea Selatan untuk menyediakan anggaran yang diperlukan guna mendukung tahap EMD (Engineering and Manufacturing Development Phase) Program.
Sisriadi menjelaskan, ada tiga tahap proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX, tahap pertama, pengembangan teknis, diikuti rekayasa manufaktur dan ketiga, pembuatan prototipe. "Tahap yang ditunda itu tahap kedua. Pada masa penundaan, pemerintah Korea Selatan akan melaksanakan studi kelayakan ekonomis terhadap program ini," kata dia.
Proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini sebenarnya sudah menjadi inisatif Korea Selatan sejak tahun 2001. Kala itu, negara industri terkemuka di Asia itu dipimpin oleh Presiden Kim Dae-jung. Pada saat itu, Korea Selatan sudah meyakini bahwa proyek KFX sudah layak dikerjakan sejak masa kepemimpinan Kim Dae-jung, yaitu 12 tahun lalu.
Pada tahun 2010, Korea Selatan menawarkan kerjasama kepada Indonesia untuk mengembangkan KFX/IFX karena pertimbangan bahwa Indonesia adalah mitra tepat untuk itu. Saat itu, Korea Selatan menawarkan banyak hal, salah satunya transfer teknologi kelas tinggi dari pesawat tempur yang kemungkinan adalah generasi 4,5 atau juga 5.
Belakangan, Indonesia memang cukup banyak membeli arsenal militer dari negara ginseng tersebut, dimulai dengan 12 unit pesawat latih KT-1B Wong Bee untuk TNI AU (yang digunakan JAT), overhaul kapal selam KRI Cakra-402 tipe U-209 milik TNI AL, hingga pembelian tiga unit kapal selam plus transfer teknologi, yang mana satu kapal selam terakhir akan dibuat di Indonesia melalui PT PAL.
Selain itu, tahap final pembelian pesawat latih-tempur T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan untuk TNI AU juga telah dilakukan. T-50 Golden Eagle ini menyisihkan pesaingnya, Aermacchi M-346 buatan Italia dan Yakovlev Yak-130 Mitten dari Rusia.
Korea Selatan sendiri sudah sejak lama "kesengsem" dengan Lockheed Martin F-22 Raptor Amerika Serikat guna memperkuat angkatan udaranya mengingat negara itu masih berstatus perang dengan Korea Utara. Namun, karena beberapa alasan, Amerika Serikat tidak mengabulkan permintaan Korea Selatan ini.
Dari ruang kerjanya, Kim menyatakan bahwa penundaan dari proyek pesawat tempur taktis-strategis ini sebagai suatu rancang bangun jangka panjang, jadi pihak Indonesia dan Korea Selatan sendiri tidak perlu merasa tergesa-gesa. Selain itu, menurut Kim, juga ada upaya untuk mengadopsi teknologi-teknologi terbaru untuk diimplementasikan ke dalam program KFX/IFX ini.
"Banyak aspek yang harus diperhatikan, maka dari itu ini menjadi sebuah proyek jangka panjang. Tentunya akan menyita banyak waktu, kita bisa menjalankannya pelan-pelan," kata Kim menambahkan.
Meskipun demikian, Kim mengaku sangat memahami ketergesaan yang mungkin muncul di Indonesia terkait dengan kepastian proyek KFX/IFX. "Kami paham sepenuhnya betapa penting proyek IFX/KFX, namun untuk saat ini kami masih mengkaji kembali kelayakannya," ujar Kim.
Sebelumnya, pada awal Maret, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi juga telah memastikan proyek KFX/IFX tidak dihentikan melainkan ditunda selama 1,5 tahun (hingga September 2014) melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel.
Ia mengatakan, produksi bersama pesawat KFX/IFX yang telah disetujui pada 2011 telah berhasil menyelesaikan tahap pertama, yaitu Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012.
Dalam pelaksanaan TD Phase selama 20 bulan, Indonesia dan Korea Selatan telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC) dan telah mengirim sebanyak 37 tenaga ahli Indonesia guna bersama kolega Korea Selatan-nya merancang-bangun pesawat KFX/IFX.
Namun, kata dia, di dalam perjalanan mengikuti perkembangan politik dan ekonomi, pemerintah Korea Selatan melalui surat resmi yang dikirim DAPA, berinisiatif menunda pelaksanaan produksi selama 1,5 tahun (hingga September 2014).
Penundaan ini disebabkan belum ada persetujuan Parlemen Korea Selatan untuk menyediakan anggaran yang diperlukan guna mendukung tahap EMD (Engineering and Manufacturing Development Phase) Program.
Sisriadi menjelaskan, ada tiga tahap proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX, tahap pertama, pengembangan teknis, diikuti rekayasa manufaktur dan ketiga, pembuatan prototipe. "Tahap yang ditunda itu tahap kedua. Pada masa penundaan, pemerintah Korea Selatan akan melaksanakan studi kelayakan ekonomis terhadap program ini," kata dia.
Proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini sebenarnya sudah menjadi inisatif Korea Selatan sejak tahun 2001. Kala itu, negara industri terkemuka di Asia itu dipimpin oleh Presiden Kim Dae-jung. Pada saat itu, Korea Selatan sudah meyakini bahwa proyek KFX sudah layak dikerjakan sejak masa kepemimpinan Kim Dae-jung, yaitu 12 tahun lalu.
Pada tahun 2010, Korea Selatan menawarkan kerjasama kepada Indonesia untuk mengembangkan KFX/IFX karena pertimbangan bahwa Indonesia adalah mitra tepat untuk itu. Saat itu, Korea Selatan menawarkan banyak hal, salah satunya transfer teknologi kelas tinggi dari pesawat tempur yang kemungkinan adalah generasi 4,5 atau juga 5.
Belakangan, Indonesia memang cukup banyak membeli arsenal militer dari negara ginseng tersebut, dimulai dengan 12 unit pesawat latih KT-1B Wong Bee untuk TNI AU (yang digunakan JAT), overhaul kapal selam KRI Cakra-402 tipe U-209 milik TNI AL, hingga pembelian tiga unit kapal selam plus transfer teknologi, yang mana satu kapal selam terakhir akan dibuat di Indonesia melalui PT PAL.
Selain itu, tahap final pembelian pesawat latih-tempur T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan untuk TNI AU juga telah dilakukan. T-50 Golden Eagle ini menyisihkan pesaingnya, Aermacchi M-346 buatan Italia dan Yakovlev Yak-130 Mitten dari Rusia.
Korea Selatan sendiri sudah sejak lama "kesengsem" dengan Lockheed Martin F-22 Raptor Amerika Serikat guna memperkuat angkatan udaranya mengingat negara itu masih berstatus perang dengan Korea Utara. Namun, karena beberapa alasan, Amerika Serikat tidak mengabulkan permintaan Korea Selatan ini.
ANTARA
Kredit foto :defence.pk
artileri.org
0 komentar:
Posting Komentar