Bisnis keluarga Rothschild telah berjalan lebih dari 2 abad, mencapai 7 generasi, dan masih tetap eksis hingga hari ini
Oleh: Alwi Alatas*
KADANG seseorang, atau sebuah keluarga
 bisa begitu kayanya, sampai-sampai kesuksesannya itu menjadi sebuah 
tamsil bagi masyarakatnya. Hal ini sangat kentara pada Mordecai Meisel 
(1528-1601), seorang jutawan Yahudi dan seorang court jew kelahiran 
Praha (kini masuk wilayah Republik Ceko) yang sangat menonjol pada 
masanya, sehingga Yahudi-Yahudi Ghetto di Eropa sering bersenandung 
selama beberapa generasi, "Saya ingin sekaya Meisel."
Court Jew adalah istilah untuk para 
banker dan ahli keuangan Yahudi yang menangani keuangan, atau 
meminjamkan uang pada para bangsawan Kristen Eropa.
Kemakmuran dan karier bisnis Meisel baru
 menemui padanannya 2-3 abad kemudian, kali ini bukan pada satu figur, 
melainkan pada sebuah keluarga Yahudi yang sangat kaya dan berpengaruh 
di Eropa dan dunia, yaitu keluarga Rothschild, begitu kutip Jacob Rader 
Marcus, The Jew in Medieval World.
Majalah Time menulis, "Dinasti perbankan
 kuno dan tidak biasa ini menutup dirinya dari tatapan publik yang penuh
 rasa ingin tahu, sementara peta dan sejarah Eropa telah diubah oleh 
aksinya dan diukir oleh namanya.... Emas-emas Rothschild telah menyuplai
 ambisi para perdana menteri, pangeran, dan paus. Ia telah mendanai 
peperangan dan memperbaiki berbagai perjanjian, mengubah perpolitikan, 
dan memberi jaminan bagi tentara dan bangsa-bangsa.' [Time, 'Western 
Europe: New Elan in and Old Clan,' Time, 20 Desember 1963.
http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,938990,00.html.]
Siapakah sebetulnya keluarga Rothschild?
 Bagaimanakah keluarga ini meraih kemakmuran mereka? Dan apa peranan 
mereka dalam berbagai perubahan sejarah, khususnya yang terkait dengan 
gerakan Zionisme? Kita akan melihatnya lebih jauh dalam tulisan ini.
Dukungan pada Zionisme
Pendiri dinasti ini bernama Meyer 
Amschel Rothschild (1744-1812). Ia tinggal di ghetto (judengasse) di 
Frankfurt, Jerman dan ayahnya memiliki usaha perdagangan yang tak 
seberapa besar dan juga bisnis pertukaran uang. Menjadi yatim pada umur 
12 tahun memaksanya untuk memenuhi penghidupannya sendiri. Ia 
mengembangkan karirnya sebagai penjual medali dan koin langka. Ia mampu 
mengembangkan bisnisnya dengan baik dan membangun hubungan serta 
mendapat kepercayaan beberapa kalangan bangsawan. Bisnisnya semakin 
besar dan merambah ke bisnis keuangan dan perbankan. Ia menjadi bankir 
utama bagi kalangan bangsawan, hingga ada orang sezamannya yang 
menyatakan bahwa raja-raja dan para kaisar membungkuk hormat di hadapan 
pundi-pundi uangnya.
Majalah Forbes menempatkan Meyer di 
urutan ke-7 dalam daftar 20 pebisnis paling berpengaruh sepanjang masa 
dan menganggapnya sebagai pendiri keuangan internasional (founding 
father of international finance).
Kelima orang anak lelakinya, atas arahan
 Meyer, mengembangkan bisnis keuangan keluarga mereka di negara-negara 
Eropa yang berbeda. Nathan (1777-1836), anak ketiganya, dikirim ke 
London pada tahun 1798. Anak yang termuda, Jacob (1792-1868), dikirim ke
 Perancis pada tahun 1811. Anak tertua, Amschel (1773-1855), meneruskan 
bisnis ayahnya di Frankfurt, sementara dua anak lelaki lainnya, Salomon,
 dan Calmann/ Carl, masing-masing membangun bisnis di Austria dan 
Naples. Kelima anak lelaki ini membangun bank dan bisnis keuangan di 
tiap-tiap negara tadi dan membangun jaringan bisnis keuangan 
internasional di antara mereka. [Lihat Youssef M. Ibrahim, 'Restoring 
the House of Rothschild,' The New York Times, 27 Oktober 1996 dan juga http://www.britannica.com/EBchecked/topic/510613/Rothschild-family?anchor=ref247854]
Di antara kelimanya, cabang London dan Paris merupakan yang paling menonjol dan berhasil.
Bisnis keluarga Rothschild menjadi 
sangat kuat dan menentukan dalam perpolitikan dan perekonomian Eropa. 
Barangkali sebagai refleksi terhadap hal inilah Karl Marx, si penggagas 
Komunisme itu, menyatakan betapa "Si Yahudi ... yang melulu diberi 
toleransi di Wina, dengan kekuatan uangnya menentukan nasib seluruh 
kekaisaran Jerman. Si Yahudi yang tidak memiliki hak di negeri terkecil 
Jerman, menentukan nasib Eropa ...." [Karl Marx, A World Without Jews, 
New York: Philosophical Library, 1960]
Terkait dengan kekuatan uang ini juga 
Natan Rothschild, anak Meyer yang mengembangkan bank di London, dikutip 
dalam "The Rothschild Story" dikabarkan pernah menyatakan, "Saya tak 
perduli siapa boneka yang diletakkan di tahta Inggris untuk memerintah 
kekaisaran yang matahari tidak pernah terbenam di atasnya. Orang yang 
mengendalikan suplai keuangan Inggris merupakan pengendali kekaisaran 
Inggris, dan sayalah yang mengendalikan suplai uang Inggris."
Nathan memang mendominasi keuangan 
Inggris. Ia dan saudaranya merupakan penemu, atau setidaknya yang 
mempopulerkan, sistem obligasi pemerintah. Keluarga Rothschild dengan 
kelihaiannya mampu mengambil keuntungan di saat perang dan damai. Mereka
 yang menjadi penyuplai dana bagi Jenderal Wellington dalam 
pertempurannya yang menentukan di Waterloo, di mana ia berhasil 
mengalahkan Napoleon Bonaparte.
Napoleon sendiri, ironinya, juga 
meminjam uang dari Rothschild untuk pertempurannya itu. Ada kisah yang 
begitu popular dan melegenda, walaupun diragukan oleh sebagian 
akademisi, yang menyebutkan betapa agen-agen Rothschild mampu 
mendapatkan berita kekalahan Napoleon lebih cepat daripada pers manapun 
di Inggris. Melalui agen-agennya juga Nathan menyebarkan rumor yang 
berlawanan dari itu yang menyebabkan harga-harga saham di Inggris rontok
 seketika. Ia memborong saham-saham yang jatuh itu, untuk kemudian 
tersenyum karena nilai-nilai saham itu kembali naik saat masyarakat 
mengetahui berita yang sesungguhnya.[1]
Pada penghujung abad ke-19, tepatnya 
pada tahunn baik. Dalam waktu beberapa jam saja bank-nya mampu 
menghimpun dana sebesar $ 4 jut 1875, saat Inggris mendapat kesempatan 
untuk membeli Terusan Suez, kepada keluarga Rothschild jugalah pihak 
kerajaan menjatuhkan harapan. Lionel, anak Nathan yang pada masa itu 
memimpin bisnis keluarga Rothschild di Inggris, menyambutnya dengaa – 
kini setara dengan $ 200 juta.
Bisnis keluarga Rothschild di Inggris 
menjadi semakin besar di bawah kendali anak Lionel, yaitu Nathan Meyer 
(1840-1915) – bedakan dengan kakeknya yang juga bernama Nathan Meyer 
sebagaimana telah diceritakan di atas. Nathan yang kedua ini semakin 
rapat hubungannya dengan pihak kerajaan dan pemerintah Inggris, terutama
 dengan Perdana Menteri Inggris, Benyamin Disraeli (1804-1881), seorang 
keturunan Yahudi yang pindah ke agama Anglikan pada masa remajanya. 
Nathan merupakan penganut Yahudi pertama yang mendapat gelar 
kebangsawanan secara turun temurun di Inggris, yang membuatnya kemudian 
dikenal sebagai Baron atau Lord Rothschild.
Pada saat kematian Nathan, The New York 
Times menuliskan sebuah obituari yang menarik. A Rosenberg, dalam 
obituari pendek berjudul 'Lord Rothschild' itu menjelaskan tentang 
Nathan bahwa 'dunia mengenalnya sebagai seorang ahli keuangan dan 
seorang filantropis. Komunitasnya mengenal ia sebagai seorang ayah, 
masyarakat membungkuk di hadapannya sebagai seorang pemimpin. Para raja 
mengundangnya ke dewan-dewan mereka.' Tulisan itu juga menjelaskan 
Rothschild sebagai penganut Yahudi Orthodoks, pemimpin sekolah-sekolah 
liberal Yahudi, dan pendukung utama ratusan bahkan ribuan skema sosial 
dan organisasi kemanusiaan. Yang paling menarik dari semua itu adalah 
penegasan Rosenberg bahwa 'ia merupakan kekuasaan di belakang singgasana
 Inggris (he was the power behind the British throne). Victoria, Edward,
 dan, belakangan, George berkonsultasi kepadanya, mempercayainya, dan 
mengandalkan reputasinya, pengalamannya yang mendunia berkenaan dengan 
manusia dan berbagai urusan ....' [A Rosenberg, 'Lord Rothschild,' The 
New York Times, 2 April 1915]
Hubungan yang begitu mesra antara 
keluarga Rothschild dengan penguasa Inggris menjadikan 
kepentingan-kepentingan Yahudi mendapat tempat yang sangat strategis 
dalam kebijakan pemerintah Inggris. Dan ketika gerakan Zionisme muncul 
di penghujung abad ke-19, mereka hanya perlu menguatkan dan mengarahkan 
pengaruh yang sudah ada di Inggris dan di negara-negara Eropa itu demi 
meraih cita-cita mereka. Kendati tidak semua anggota keluarga Rothschild
 mendukung Zionisme, anggota-anggota yang cukup penting, termasuk di 
Inggris dan di Perancis, menjadi pendukung utama gerakan ini.
Pendiri gerakan Zionisme, Theodore 
Herzl, di dalam catatan hariannya menjelaskan bahwa ia mengajukan draf 
proposalnya pada keluarga Rothschild dan menyatakan bahwa ia menyodorkan
 kepada Rothschild dan tokoh-tokoh Yahudi lainnya misi sejarah mereka.
Bahkan sejak pertengahan abad ke-19, 
sebelum gerakan Zionisme ditumbuhkan secara resmi, agen-agen Rothschild 
telah masuk ke Palestina dan berperan dalam mendirikan sekolah dan rumah
 sakit di sana, di antaranya Evelina de Rothschild School for Girls pada
 tahun 1867 dan Rumah Sakit Misgaf Ladach pada tahun 1854. [Arnold 
Blumberg, Zion Before Zionism, 1838-1880, New York: Syracuse University 
Press, 1985, hlm. 120]
Gerakan Zionisme bersama dengan beberapa
 politisi penting di Inggris, termasuk A.J. Balfour dan Herbert Samuel 
bahu membahu dalam merealisasikan visi gerakan itu. Dan menurut Ilan 
Pappe, keberhasilan utama mereka adalah dalam membangun kelompok lobi 
yang kokoh, terdiri dari orang Yahudi dan non-Yahudi, yang berpusat pada
 keluarga Rothschild. Hasilnya adalah seperti yang sudah kita ketahui 
bersama: Deklarasi Balfour.
Deklarasi Balfour, dokumen yang memberi 
pengakuan dan legitimasi bagi bangsa Yahudi atas tanah Palestina, 
sebetulnya merupakan, meminjam istilah Robert John, 'the most 
extraordinary document produced by any government in world history.' 
Dokumen itu merupakan janji dari bangsa pertama (Inggris) kepada bangsa 
kedua (Yahudi) untuk memberikan negeri bangsa ketiga (Palestina), 
sementara pada saat itu ia masih merupakan bagian dari kesultanan bangsa
 keempat (Turki). Deklarasi itu dikeluarkan bukan hanya satu tahun 
sebelum Perang Dunia I (1914-1918) berakhir, tetapi juga lima minggu 
sebelum pasukan Inggris menduduki Yerusalem pada tanggal 9 Desember 
1917. Dan pada kenyataannya kemudian, apa yang dinyatakan pada bagian 
akhir deklarasi tersebut bahwa 'nothing will be done that may prejudice 
the civil or religious rights of existing non-Jewish communities in 
Palestine' pada kenyataannya sama sekali tidak terwujud. Yang ada adalah
 kelompok Zionis melakukan segala hal yang mereka bisa untuk menegasikan
 dan menistakan berbagai hak yang dimiliki oleh bangsa Palestina, 
sementara pemerintah Eropa, dan kemudian juga Amerika Serikat, berdiam 
diri dan bersikap masa bodoh terhadap semua kekejian itu!
Keanehan dokumen Balfour tidak hanya itu
 saja. Dokumen ini merupakan sebuah surat dari kerajaan paling kuat di 
dunia pada masa itu, yaitu Kerajaan Inggris, kepada seorang bankir 
internasional yang sekaligus merupakan kepala keluarga Rothschild di 
Inggris.
Ya, surat itu ditujukan kepada Lord 
Rothschild yang kedua, putra tertua dan pewaris Nathan Rothschild, yaitu
 Walter (1868-1937), dan dialamatkan ke rumahnya di 148 Picadilly, 
London.
Walter sendiri merupakan tokoh yang 
unik. Kurang begitu tertarik dengan dunia keuangan dan perbankan, ia 
telah mengumumkan keinginannya untuk membangun sebuah museum zoology 
sejak masih berumur 7 tahun. Ia sempat berkarir, dengan berat hati, 
memimpin bank milik ayahnya selama kurang lebih 20 tahun, dan sempat 
menjadi anggota parlemen selama 11 tahun, tetapi Walter lebih banyak 
menghabiskan hidupnya demi cita-citanya sebagai ahli zoology. Ia 
mendeskripsikan dan memberi nama spesies-spesies baru dan melekatkan 
nama Rothschild di belakang nama 153 serangga, 58 burung, 17 hewan 
menyusui, 3 ikan, 3 laba-laba, 1 ekor cacing, dan seekor jerapah. 
Spesies jerapah di atas, yang rupanya belakangan ini menjadi langka, ia 
beri nama 'giraffe camelopardis rothschildi.' Dan tentunya merupakan 
sebuah konfirmasi terhadap karakter Zionis Rothschild jika penulis di 
harian Haaretz, Israel, secara bercanda menyebut jerapah itu sebagai 'a 
truly Zionist giraffe.' [  Michael Handelzalts, "Pen Ultimate/ Sticking 
My Neck Out: on a trinominal, and truly Zionist, species of Giraffe,' 
Haaretz, 28 Desember 2007, 
http://www.haaretz.com/magazine/week-s-end/pen-ultimate-sticking-my-neck-out-1.236061]
Walter tentu saja bukan satu-satunya 
pemimpin keluarga Rothschild yang memberikan dukungan bagi gerakan 
Zionisme. Pemimpin keluarga Rothschild lainnya, kali ini di Perancis, 
yaitu Baron Edmond James de Rothschild (1845-1934), berperan langsung 
dalam membangun pemukiman Yahudi di Palestina. Ia membebaskan setengah 
juta dunam tanah-tanah Palestina bagi membangun proyek pemukiman Yahudi.
Dunam merupakan satuan luas yang 
digunakan pada masa kesultanan Turki Utsmani dan masih digunakan hingga 
hari ini, termasuk di wilayah Palestina. Satu dunam kurang lebih setara 
dengan 1000 meter persegi.
Dalam "Zionism and Territory: The 
Socio-Territorial Dimmensions of Zionist Politics", disebutkan,hingga 
tahun 1919, sekitar 80% tanah pemukiman yang dibeli dan dikembangkan 
oleh kalangan Zionis dikelola oleh dua organisasi milik Edmond, yaitu 
Jewish Colonization Association (JCA) dan Palestine Jewish Colonization 
Association (PICA). Baru setelah itu, tanah dan proyek yang dimiliki 
oleh organisasi Yahudi lainnya, yaitu Jewish National Fund (JNF), 
menjadi lebih dominan.
Mengubah wajah Eropa dan dunia
Bisnis keluarga Rothschild mulai 
mengalami penurunan sejak masa Perang Dunia pertama, dan terutama dengan
 terjadinya Perang Dunia kedua. Talenta anak cucu Rothschild menjadi 
semakin beragam, tidak melulu sebagai ahli keuangan seperti generasi 
awalnya. Sebagian mereka ada yang terjun di dunia seni, politik, 
akademik, dan lain sebagainya, sambil tetap mempertahankan bisnis utama 
peninggalan orang tua mereka. Perubahan sistem politik dunia, serta 
kekurangberhasilan mereka dalam membangun basis yang kokoh di Amerika 
Serikat, juga menyebabkan performa dan kekuasaan ekonomi mereka menurun.
 Di samping sektor keuangan, mereka kemudian juga meluaskan sayap bisnis
 ke bidang lainnya, di antaranya minuman keras.
Walaupun bisnis keuangan dan perbankan 
yang mereka jalani mengalami jatuh bangun dan stagnasi, mereka masih 
eksis sebagai salah satu kekuatan keuangan dunia. Sekarang ini mereka 
memiliki kantor perwakilan di 40 negara di seluruh dunia, dan satu di 
antaranya terdapat di gedung Bursa Efek Jakarta, Jalan Sudirman.
Bisnis keluarga Rothschild telah 
berjalan selama lebih dari 2 abad, mencapai 7 generasi, dan mereka masih
 tetap eksis hingga hari ini. Pada masa-masa terdahulu, mereka berperan 
besar dalam mengubah wajah Eropa dan dunia. Mereka juga merupakan salah 
satu pihak yang bertanggung jawab atas berlangsungnya proyek Zionis di 
Palestina dan karenanya juga terhadap terjadinya krisis Timur Tengah 
yang hingga hari ini tak juga kunjung selesai. Apakah mereka masih akan 
memberikan pengaruh dalam perubahan sejarah di masa yang akan datang, 
atau justru mereka akan tenggelam dalam debu -debu sejarah? Wallahu 
a'lam
0 komentar:
Posting Komentar