Ia seperti yang disifati oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar Al-A’lam An-Nubala’, "Ia adalah seorang prajurit pemberani, politikus, beragama, dicintai rakyat, mengalahkan Tartar, membersihkan Syam dari Tartar pada perang Ain Jalut, ia juga orang yang baik jihadnya, insyaallah. Ia adalah seorang pemuda berambut pirang, berjenggot tebal, bentuknya sempurna, ia memiliki tangan yang putih (sesuai dengan syariah-Nya) dalam berjihad melawan Tartar, maka Allah gantikan masa mudanya dengan surga dan Dia meridhainya."
Ia adalah sosok yang disifati oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah sebagai:"Seorang yang pemberani, pahlawan, banyak berbuat kebajikan, punya kesadaran tinggi terhadap Islam dan menyadarkan rakyat dengannya. Ia dicintai rakyatnya dan mereka banyak berdoa untuknya."
Apa arti seorang Quthuz, jika ia tidak berpegang tegung dengan syariah Allah, tidak menang dalam perang Ain Jalut berkat keteguhannya dengan syariah, dan tidak komitmen dengan jalan Allah SWT? Apa arti seorang Quthuz tanpa jalan ini??
Syekh Al-Izz bin Abdussalam, setelah kehilangan Quthuz dengan begitu cepat, mulai mengkhawatirkan umat ini. Khawatir, kalau-kalau kemenangan besar itu akan sia-sia dan umat mengalami kehancuran kembali. Setelah kematian Quthuz, sambil menangis sedih ia berkata, "Semoga Allah merahmati masa mudanya. Seandainya ia hidup lama tentu ia akan memperbaharui para pemudanya ke arah Islam."
Namun, Quthuz memang telah memperbaharui para pemuda ke arah Islam, meski ia tidak hidup lama!
Daulah Mamalik selama kurang lebih tiga abad kemudian terus mendorong semangat muslimin dan mengangkat panji Islam. Quthuz telah meletakkan pondasi yang kokoh. Di atas pondasi inilah orang-orang lain akan membangun bangunan yang kuat. Tanpa pondasi ini bangunan tidak akan mampu berdiri.
Terakhir, Syekh Al-Izz bin Abdussalam berkomentar, "Tiada orang yang memerintah perkara muslimin setelah Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah yang sebanding dengan Quthuz Rahimahullah dalam kesalehan dan keadilannya." Bilakah muncul kembali Quthuz-Quthuz muda di zaman ini? Wallahu a’lam.
Ain Jalut, Titik Balik Gelombang Jihad
Dalam waktu yang tidak berapa lama, demi merasa telah menaklukkan Abbasiyah maka Hulagu mengirim 4 orang delegasi ke Mamluk Mesir. Delegasi ini datang dengan membawa surat dari Hulagu Khan kepada Al Muzhaffar Quthuz. Surat itu berbunyi :
“Dari Raja Raja Timur dan Barat, Khan Agung. Untuk Quthuz Mamluk, yang melarikan diri dari pedang kami. Anda harus berpikir tentang apa yang terjadi pada negara-negara lain dan tunduk kepada kami. Anda telah mendengar bagaimana kami telah menaklukkan kerajaan yang luas dan telah memurnikan bumi dari gangguan yang tercemar itu. Kami telah menaklukkan daerah luas, membantai semua orang. Anda tidak dapat melarikan diri dari teror tentara kami. kemana Anda lari? Jalan apa yang akan Anda gunakan untuk melarikan diri dari kami?
Kuda-kuda kami cepat, panah kami tajam, pedang kami seperti petir, hati kami sekeras gunung-gunung, tentara kami banyak seperti pasir. Benteng tidak akan mampu menahan kami, lengan Anda tidak dapat menghentikan laju kami. Doa-doa Anda kepada Allah tidak akan berguna untuk melawan kami. Kami tidak digerakkan oleh air mata atau disentuh oleh ratapan. Hanya orang-orang yang mohon perlindungan akan aman. Mempercepat balasan Anda sebelum perang api dinyalakan.
Menolak dan Anda akan menderita bencana yang paling mengerikan. Kami akan menghancurkan masjid Anda dan mengungkapkan kelemahan Tuhanmu, dan kemudian kami akan membunuh anak-anak dan orang tua Anda bersama-sama. Saat ini Andalah satu-satunya musuh yang mesti kami hadapi.”.
Pembiayaan perang yang tidak sedikit menjadi masalah ketika itu, dibutuhkan biaya besar untuk perbaikan benteng, renovasi jembatan, penyediaan peralatan perang dan logistik. Quthuz mengumpulkan para menteri negara untuk bermusyawarah. Kas negara betul-betul tidak mencukupi maka pilihan yang ada adalah menarik dana dari rakyat dan harus dilakukan dengan segera.
Tetapi Qutuz memerlukan dukungan para ulama untuk mengeluarkan fatwa. Tanpa fatwa Qutuz tidak akan melakukannya. Umat Islam di Mesir saat itu tidak mengenal pungutan selain hanya zakat. Diantara yang dipanggil ketika itu adalah seorang ulama yang bernama Al-Izz bin Abdis Salam Al-Izz bin Abdis Salam telah sepuh berumur 81 tahun dan terkenal karena ketegasannya. Beliau mengeluarkan fatwa yang cukup tegas:
"Apabila negara diserang musuh, maka wajib atas dunia Islam untuk memerangi musuh itu. Harus diambil dari rakyatnya harta mereka untuk membantu peperangan dengan syarat bila tidak ada asset yang tersimpan di dalam Baitul Mal. Maka setiap kalian (penyelenggara pemerintahan) hendaklah menjual seluruh asset yang dimiliki dan tinggalkan untuk diri kalian hanya kuda dan senjata saja. Kalian dan seluruh rakyat adalah sama di dalam masalah ini. Adapun tentang mengambil harta rakyat sementara pimpinan tentara masih memiliki harta dan peralatan mewah, maka penarikan harta rakyat tidak menjadi keharusan."
Fatwa yang cukup tegas ini disambut dengan ketegasan Qutuz pula. Beliau menginstruksikan agar semua pembesar dan pimpinan perang menyerahkan seluruh asset yang mereka miliki sesuai fatwa tersebut. Hasilnya, Mesir menjadi negara yang kaya. Penyerahan harta oleh para pembesar dan pimpinan diikuti pula secara serempak oleh seluruh rakyat. Mereka menyumbangkan harta untuk memenuhi tuntutan pembiayaan perang. Fatwa Al-Izz bin Abdis Salam sangat ampuh menyelesaikan masalah keuangan dengan segera.
Kemudian Al- Qutuz segera memobilisasi tentaranya maka terbentuklah pasukan berjumlah 20. 000 orang tentara. Mereka berunding dan akhirnya memutuskan untuk menyerang tentara Mongol di luar Mesir. Ini adalah strategi ofensif dalam menghadapi tentara Mongol.
Para tentara Allah ini berangkat ke luar wilayah Mesir dan terus bergerak ke arah Palestina. Dan bertemulah mereka dengan pasukan Tartar yang dikomandani oleh Kitbuqa di Ainun Jalut. Maka terjadilah pertempuran dahsyat antara kedua belah pihak.
Saat pertempuran sengit berlangsung, al-Qutuz membuka topeng besinya dan melaju dengan kudanya ke tengah arena pertempuran sambil memberi motivasi kepada seluruh tentaranya agar berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memburu syurga Allah. Teriakan takbir bergema di sepanjang pertempuran dan al Qutuz terus merangsek di tengah- tengah musuh.
Pada pertempuran Ain Jalut ini, al-Qutuz didampingi isterinya Jullanar yang turut menyertai dalam rombongan pasukannya. Ketika Jullanar terluka parah, al-Qutuz memapahnya sambil berkata, "Wahai Kekasihku." Jullanar dalam keadaan terluka parah tetap memberikan semagat kepada suaminya. Dia pun membalas ucapan mesra suaminya dengan mengatakan, "Wahai al-Qutuz lebih cintalah kamu kepada jihad ini." Lalu isterinya menghembuskan nafas terakhir dan gugur sebagai syahidah.
Dalam kecamuk perang yang dahsyat, kuda yang ditunggangi al Quthuz terbunuh. Dengan sigap beliau langsung melompat dan berlari menghadang musuh. Saat itu ada seorang prajurit yang menyaksikan kuda al Quthuz terbunuh. Dengan tanpa dikomando sang prajurit menawarkan kuda tunggangannya kepada al Quthuz.
"Saya tidak ingin menghalangimu untuk memberikan manfaat kepada orang lain." Al Quthuz menghargai tawaran prajuritnya sebagai sebuah kesetiaan. Semangat jihadnya yang tinggi menjadi api yang membakar semangat para tentaranya untuk memburu syahid yang selalu diidam-idamkannya.
Qutbuddin Al-Yunaini di dalam Al-Bidayah Wan Nihayah (658H) mengatakan bahwa al Qutuz sebelum menjadi seorang Sultan pernah bermimpi bertemu Rasulullah saw, dalam mimpinya Nabi saw mengatakan kepadanya bahwa dirinyalah yang akan menguasai Mesir dan akan menang dalam perang melawan Mongol.
Setelah itu al- Qutuz terus maju ke medan pertempuran hingga akhirnya pada hari Jumat, 25 Ramadhan 658H, bertepatan dengan 3 September 1260M tentara- tentara Allah ini berhasil merebut kemenangan atas tentara Tartar di Ain Jalut. Padahal selama ini tentera Tartar tidak pernah ada cerita dikalahkan dalam setiap pertempuran. Dan andaipun kalah di beberapa pertempuran, maka mereka akan mampu menebus kembali kekalahan mereka. Akhirnya hancurlah pasukan Tartar di ujung mata pedang kaum muslimin dan tidak pernah mampu lagi menebus kekalahan mereka di Ain Jalut.
Ia adalah sosok yang disifati oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah sebagai:"Seorang yang pemberani, pahlawan, banyak berbuat kebajikan, punya kesadaran tinggi terhadap Islam dan menyadarkan rakyat dengannya. Ia dicintai rakyatnya dan mereka banyak berdoa untuknya."
Apa arti seorang Quthuz, jika ia tidak berpegang tegung dengan syariah Allah, tidak menang dalam perang Ain Jalut berkat keteguhannya dengan syariah, dan tidak komitmen dengan jalan Allah SWT? Apa arti seorang Quthuz tanpa jalan ini??
Syekh Al-Izz bin Abdussalam, setelah kehilangan Quthuz dengan begitu cepat, mulai mengkhawatirkan umat ini. Khawatir, kalau-kalau kemenangan besar itu akan sia-sia dan umat mengalami kehancuran kembali. Setelah kematian Quthuz, sambil menangis sedih ia berkata, "Semoga Allah merahmati masa mudanya. Seandainya ia hidup lama tentu ia akan memperbaharui para pemudanya ke arah Islam."
Namun, Quthuz memang telah memperbaharui para pemuda ke arah Islam, meski ia tidak hidup lama!
Daulah Mamalik selama kurang lebih tiga abad kemudian terus mendorong semangat muslimin dan mengangkat panji Islam. Quthuz telah meletakkan pondasi yang kokoh. Di atas pondasi inilah orang-orang lain akan membangun bangunan yang kuat. Tanpa pondasi ini bangunan tidak akan mampu berdiri.
Terakhir, Syekh Al-Izz bin Abdussalam berkomentar, "Tiada orang yang memerintah perkara muslimin setelah Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah yang sebanding dengan Quthuz Rahimahullah dalam kesalehan dan keadilannya." Bilakah muncul kembali Quthuz-Quthuz muda di zaman ini? Wallahu a’lam.
Ain Jalut, Titik Balik Gelombang Jihad
Dalam waktu yang tidak berapa lama, demi merasa telah menaklukkan Abbasiyah maka Hulagu mengirim 4 orang delegasi ke Mamluk Mesir. Delegasi ini datang dengan membawa surat dari Hulagu Khan kepada Al Muzhaffar Quthuz. Surat itu berbunyi :
“Dari Raja Raja Timur dan Barat, Khan Agung. Untuk Quthuz Mamluk, yang melarikan diri dari pedang kami. Anda harus berpikir tentang apa yang terjadi pada negara-negara lain dan tunduk kepada kami. Anda telah mendengar bagaimana kami telah menaklukkan kerajaan yang luas dan telah memurnikan bumi dari gangguan yang tercemar itu. Kami telah menaklukkan daerah luas, membantai semua orang. Anda tidak dapat melarikan diri dari teror tentara kami. kemana Anda lari? Jalan apa yang akan Anda gunakan untuk melarikan diri dari kami?
Kuda-kuda kami cepat, panah kami tajam, pedang kami seperti petir, hati kami sekeras gunung-gunung, tentara kami banyak seperti pasir. Benteng tidak akan mampu menahan kami, lengan Anda tidak dapat menghentikan laju kami. Doa-doa Anda kepada Allah tidak akan berguna untuk melawan kami. Kami tidak digerakkan oleh air mata atau disentuh oleh ratapan. Hanya orang-orang yang mohon perlindungan akan aman. Mempercepat balasan Anda sebelum perang api dinyalakan.
Menolak dan Anda akan menderita bencana yang paling mengerikan. Kami akan menghancurkan masjid Anda dan mengungkapkan kelemahan Tuhanmu, dan kemudian kami akan membunuh anak-anak dan orang tua Anda bersama-sama. Saat ini Andalah satu-satunya musuh yang mesti kami hadapi.”.
Pembiayaan perang yang tidak sedikit menjadi masalah ketika itu, dibutuhkan biaya besar untuk perbaikan benteng, renovasi jembatan, penyediaan peralatan perang dan logistik. Quthuz mengumpulkan para menteri negara untuk bermusyawarah. Kas negara betul-betul tidak mencukupi maka pilihan yang ada adalah menarik dana dari rakyat dan harus dilakukan dengan segera.
Tetapi Qutuz memerlukan dukungan para ulama untuk mengeluarkan fatwa. Tanpa fatwa Qutuz tidak akan melakukannya. Umat Islam di Mesir saat itu tidak mengenal pungutan selain hanya zakat. Diantara yang dipanggil ketika itu adalah seorang ulama yang bernama Al-Izz bin Abdis Salam Al-Izz bin Abdis Salam telah sepuh berumur 81 tahun dan terkenal karena ketegasannya. Beliau mengeluarkan fatwa yang cukup tegas:
"Apabila negara diserang musuh, maka wajib atas dunia Islam untuk memerangi musuh itu. Harus diambil dari rakyatnya harta mereka untuk membantu peperangan dengan syarat bila tidak ada asset yang tersimpan di dalam Baitul Mal. Maka setiap kalian (penyelenggara pemerintahan) hendaklah menjual seluruh asset yang dimiliki dan tinggalkan untuk diri kalian hanya kuda dan senjata saja. Kalian dan seluruh rakyat adalah sama di dalam masalah ini. Adapun tentang mengambil harta rakyat sementara pimpinan tentara masih memiliki harta dan peralatan mewah, maka penarikan harta rakyat tidak menjadi keharusan."
Fatwa yang cukup tegas ini disambut dengan ketegasan Qutuz pula. Beliau menginstruksikan agar semua pembesar dan pimpinan perang menyerahkan seluruh asset yang mereka miliki sesuai fatwa tersebut. Hasilnya, Mesir menjadi negara yang kaya. Penyerahan harta oleh para pembesar dan pimpinan diikuti pula secara serempak oleh seluruh rakyat. Mereka menyumbangkan harta untuk memenuhi tuntutan pembiayaan perang. Fatwa Al-Izz bin Abdis Salam sangat ampuh menyelesaikan masalah keuangan dengan segera.
Kemudian Al- Qutuz segera memobilisasi tentaranya maka terbentuklah pasukan berjumlah 20. 000 orang tentara. Mereka berunding dan akhirnya memutuskan untuk menyerang tentara Mongol di luar Mesir. Ini adalah strategi ofensif dalam menghadapi tentara Mongol.
Para tentara Allah ini berangkat ke luar wilayah Mesir dan terus bergerak ke arah Palestina. Dan bertemulah mereka dengan pasukan Tartar yang dikomandani oleh Kitbuqa di Ainun Jalut. Maka terjadilah pertempuran dahsyat antara kedua belah pihak.
Saat pertempuran sengit berlangsung, al-Qutuz membuka topeng besinya dan melaju dengan kudanya ke tengah arena pertempuran sambil memberi motivasi kepada seluruh tentaranya agar berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memburu syurga Allah. Teriakan takbir bergema di sepanjang pertempuran dan al Qutuz terus merangsek di tengah- tengah musuh.
Pada pertempuran Ain Jalut ini, al-Qutuz didampingi isterinya Jullanar yang turut menyertai dalam rombongan pasukannya. Ketika Jullanar terluka parah, al-Qutuz memapahnya sambil berkata, "Wahai Kekasihku." Jullanar dalam keadaan terluka parah tetap memberikan semagat kepada suaminya. Dia pun membalas ucapan mesra suaminya dengan mengatakan, "Wahai al-Qutuz lebih cintalah kamu kepada jihad ini." Lalu isterinya menghembuskan nafas terakhir dan gugur sebagai syahidah.
Dalam kecamuk perang yang dahsyat, kuda yang ditunggangi al Quthuz terbunuh. Dengan sigap beliau langsung melompat dan berlari menghadang musuh. Saat itu ada seorang prajurit yang menyaksikan kuda al Quthuz terbunuh. Dengan tanpa dikomando sang prajurit menawarkan kuda tunggangannya kepada al Quthuz.
"Saya tidak ingin menghalangimu untuk memberikan manfaat kepada orang lain." Al Quthuz menghargai tawaran prajuritnya sebagai sebuah kesetiaan. Semangat jihadnya yang tinggi menjadi api yang membakar semangat para tentaranya untuk memburu syahid yang selalu diidam-idamkannya.
Qutbuddin Al-Yunaini di dalam Al-Bidayah Wan Nihayah (658H) mengatakan bahwa al Qutuz sebelum menjadi seorang Sultan pernah bermimpi bertemu Rasulullah saw, dalam mimpinya Nabi saw mengatakan kepadanya bahwa dirinyalah yang akan menguasai Mesir dan akan menang dalam perang melawan Mongol.
Setelah itu al- Qutuz terus maju ke medan pertempuran hingga akhirnya pada hari Jumat, 25 Ramadhan 658H, bertepatan dengan 3 September 1260M tentara- tentara Allah ini berhasil merebut kemenangan atas tentara Tartar di Ain Jalut. Padahal selama ini tentera Tartar tidak pernah ada cerita dikalahkan dalam setiap pertempuran. Dan andaipun kalah di beberapa pertempuran, maka mereka akan mampu menebus kembali kekalahan mereka. Akhirnya hancurlah pasukan Tartar di ujung mata pedang kaum muslimin dan tidak pernah mampu lagi menebus kekalahan mereka di Ain Jalut.