Misteri Keping Emas Berlafal Allah Ditemukan Warga Aceh di Rawa-Rawa
Warga Desa Lampaseh di Banda Aceh dihebohkan dengan penemuan kepingan yang diduga emas dan berukiran Allah di dalam rawa kawasan desa tersebut. Warga menduga, rawa itu mengalami abrasi karena tsunami Aceh delapan tahun silam.
Kepingan yang diduga emas itu pertama kali ditemukan pada hari Minggu, (10/11/13) saat salah seorang wanita sedang mencari tiram.
Awalnya, wanita yang tak diketahui identitasnya itu mendapatkan tulang manusia, tiba-tiba dia mendapat kaleng dan saat dibuka ada banyak kepingan emas.
“Saat itu seorang ibu-ibu sedang mencari tiram dalam rawa itu, saat mendapat sebuah kaleng, pas dibuka tumpah sebagian,” kata Iwan, warga yang juga menemukan 3 koin emas di lokasi, Selasa (12/11/13).
Namun, Iwan juga tak mengetahui nama wanita yang pertama kali menemukannya tersebut. Dia mengatakan, wanita yang pertama kali menemukan kepingan emas tersebut tak tampak di lokasi.
Dijelaskan pula oleh Iwan, kemudian warga berbondong-bondong turun ke rawa-rawa tersebut mencari kepingan emas yang tumpah tersebut.
Ada juga warga yang menemukan pada hari Selasa (12/11/13). Mereka mencari kepingan emas itu memakai jaring secara tradisional.
Rudi, salah seorang warga desa Lampaseh, Banda Aceh mengaku mencari kepingan emas setelah mendengarkan informasi dari warga. Lalu segera turun ke rawa-rawa itu pada hari Senin (11/11) sekitar pukul 17.00 Wib. Dia berhasil mendapatkan sekeping emas di dalam rawa tersebut.
“Kemarin siapapun yang turun ke lokasi Insya Allah dapat, saya dapat satu,” ungkap Rudi. Ia juga mengatakan emas tersebut ingin disimpan, tak akan dijual. “Gak saya jual, mau saya simpan,” jelasnya.
Sejarah desa di Aceh tempat penemuan emas berukiran Allah
Menurut warga Desa Lampaseh di Banda Aceh, rawa tersebut dulunya tempat kerajinan bermacam perhiasan.
“Menurut kisah, kawasan penemuan kepingan emas itu dulunya merupakan lokasi tempat kerajinan pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda. Sesuai dengan nama desa itu yang sering disebut ‘Gampong Pande’ atau (Desa Pinter),” ujar Rudi, warga yang menemukan emas di lokasi itu, Selasa (12/11/13).
“Gampong Pande juga katanya tempat tempahan dan tempat produksi berbagai macam perhiasan,” tambahnya.
Rudi mengatakan, kawasan itu juga merupakan pusat perakitan senjata api di masa lampau. Selain perhiasan dan senjata api, lanjut Rudi, kawasan tersebut juga banyak terdapat kuburan zaman dahulu.
“Sebelum tsunami melanda Aceh, Gampong Pande adalah sebuah perkampungan, akan tetapi paska tsunami, desa tersebut sudah menjadi laut karena terkikis pada saat tsunami melanda Aceh tahun 2004 silam,” jelas dia.
Warga menduga, rawa itu mengalami abrasi karena tsunami Aceh delapan tahun 2004 silam.
Selain itu, pada masa lalu di desa yang terletak di titik nol Banda Aceh itu dulunya adalah lokasi tempat perakitan persenjataan Kerajaan Aceh Darussalam.
Bahkan ketika masa kepemimpinan kerajaan Sultan Alkahar mengundang 400 tenaga ahli perakitan persenjataan dan meriam dari Turki. Saat itu, agenda besarnya adalah untuk mengusir Portugis yang telah menjajah kerajaan Aceh Darussalam saat itu.
“Gampong Pande ini pusat pembuatan senjata, ada banyak meriam besar-besar dibuat di sini, bahkan raja mengundang 400 tenaga ahli dari Turki kala itu,” tegas salah seorang sejarawan Aceh, Rusdi Sufi, Selasa (12/11/13) di Banda Aceh.
Dijelaskannya, perakitan persenjataan tersebut guna untuk melawan penjajahan yang dilakukan oleh Portugis saat itu.
“Portugis saat itu menjajah Aceh Darussalam untuk menghancurkan peradaban Islam di kala itu,” jelas Rusdi.
Hal ini juga dibenarkan oleh salah seorang kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid, bahwa Gampong Pande selain pusat kerajinan juga gudang persenjataan yang besar untuk melawan Portugis.
“Benar, di situ juga dulu gudang persenjataan dan tempat perakitan senjata seperti meriam,” ulas Tarmizi.
Pusat Kerajaan Darussalam
Juga menurut Tarmizi A Hamid, sejarawan dan kolektor manuskrip Aceh, penemuan emas di lokasi tersebut bukan hal aneh.
Sebab Tarmizi mengatakan, kawasan yang juga disebut Gampong Pande ini merupakan kawasan pusat berbagai macam kerajinan di masa Kerajaan Darussalam di Aceh, seperti perhiasan dan senjata.
Dia menuturkan, rawa tempat penemuan kepingan emas tersebut dinamakan Krueng Doy (Krueng Daroe).
“Itu sebuah sungai kecil yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda (1612-1625 M)”, kata Tarmizi.
“Penemuan emas hal yang biasa, karena memang itu pusat kerajinan di masa kerajaan Darussalam,” tambah Tarmizi di Banda Aceh, Selasa (12/11/13).
Dia menilai, penemuan itu suatu bukti bahwa tempat itu terdapat gudang Dirham, Dinar, Keuh (sejenis mata uang emas) sebagai alat tukar Kerajaan Aceh Darussalam kala itu. Dan ini juga membuktikan Aceh kaya di masa itu.
“Peristiwa ini terjadi secara mendadak dan menghebohkan masyarakat, kita tidak heran menyangkut masalah ini, karena benda ini adalah sebagai uang tukar masyarakat Aceh masa periode kerajaan Islam Aceh Darussalam,” jelas dia.
Tarmizi menuturkan, alat tukar di masa itu ada tiga kasta. Dirham terbuat dari emas digunakan oleh orang dewasa untuk transaksi jual beli, Dinar campuran emas dan kuningan digunakan untuk orang remaja.
“Sedangkan satu lagi, namanya Keuh, mata uang itu digunakan untuk anak-anak, ini terbuat dari perak dan kuningan,” imbuh Tarmizi.
Pemerintah Aceh Harus Turun Tangan Untuk Selamatkan Artifak Sejarah
Rusdi Sufi meminta Pemerintah Aceh untuk bertanggung jawab soal kelestarian artefak peninggalan masa kesultanan di masa lampau itu. Pasalnya, itu sudah menjadi cagar budaya yang sudah dilindungi dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia.
“Semestinya pemerintah harus bergerak cepat menyelamatkan artefak itu, karena itu cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya,” kata Rusdi Sufi di kantornya, Selasa (12/11/13).
Harusnya, pemerintah proaktif menyelamatkan artefak itu sebagai bukti kejayaan kerajaan di Aceh di masa lampau. “Jangan sampai kekayaan artefak Aceh itu dimiliki oleh orang lain di luar negeri,” jelas Rusdi.
Sedangkan kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid menyebutkan, pemerintah semestinya harus mencegah artefak Aceh berpindah tangan pada negara lain. Saat ini, ia sendiri kecewa pada pemerintah yang dinilai lambat dalam bergerak.
“Pemerintah harus buat aturan segera terkait dengan itu, semestinya pemerintah harus cepat bergerak dan bila perlu pemerintah menebus koin emas itu dari warga yang menemukannya,” tukas Tarmizi.
Selain itu, kepentingan untuk menyelamatkan artefak itu untuk kepentingan pendidikan. Jadi penting pemerintah mempersiapkan tim ahli untuk melakukan penelitian lebih lanjut. “Perlu diteliti lebih lanjut, termasuk untuk kepentingan memastikan keasliannya,” sebut Tarmizi.
Uang Dirham, Kesultanan Samudera Pasai (1267–1521)
Setelah mengamati koin itu, Indo Crop Circles menduga bahwa uang koin-koin itu adalah peninggalan uang Dirham pada era Kerajaan Samudera Pasai.
Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.
Memang belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah.
Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai, dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.
Mata uang emas dari Kerajaan Samudera Pasai untuk pertama kalinya dicetak oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar tahun 1297-1326 Masehi. Mata uangnya disebut “Dirham” atau “Mas” dan mempunyai standar berat 0,60 gram (berat standar Kupang).
Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat kecil dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 dari Kupang atau 3 kali Saga). Uang Mas Pasai mempunyai diameter 10–11 mm, sedangkan yang 1/2 Mas berdiameter 6 mm.
Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar “Malik az-Zahir” atau “Malik at-Tahir”. Nama “Dirham” menunjukkan pengaruh kuat pedagang Arab dan budaya Islam pada kerajaan tersebut di masa lalu. (credit & pict: merdeka.com/ added & edited: IndoCropCircles)
0 komentar:
Posting Komentar