Operasi Militer Kapal Selam U-Boat Nazi di Indonesia Diangkat Jadi Film Hollywood
Arkeolog dan penyelam yang menemukan bangkai U-Boat, Shinatria Adhityatama (25), awalnya mendapatkan informasi dari para nelayan lokal. Mereka mengaku menemukan kapal berbentuk tabung. Shinatria yakin kapal itu pasti kapal selam. Dia melakukan riset dan menemukan fakta-fakta menarik.
Laporan ini di follow-up tim dari Pusat Arkeologi Nasional. Penelitian dimulai 4 November 2013 lalu dan melibatkan 15 peneliti serta penyelam dari Yogyakarta.
U-Boat adalah kapal selam andalan angkatan laut Hitler. Kapal selam ini menebar teror di Samudera Atlantik. Dia mengkaramkan puluhan kapal dagang dan kapal perang milik Sekutu.
Shinatria menduga kapal itu merupakan U-168 dengan tipe IXc/40. Merupakan kapal selam jarak jauh untuk menjelajah Samudera. Kapal selam itu karam karena ditorpedo.
“Penemuan ini pertama kali dan sangat menarik. Baru sekali kita menemukan kapal selam U-Boat,” katanya.
Ditemukan Bangkai U-Boat 168 Nazi di Laut Jawa
Bangkai kapal selam Nazi Jerman tipe Unterseeboot atau U-Boat ditemukan di dasar Laut Jawa. Penemuan ini besar artinya karena memperkuat bukti sejarah Perang Dunia II dan kehadiran sejumlah tentara Jerman di Indonesia.
“Baru pertama ini kita menemukan reruntuhan kapal selam Jerman. Kalau kapal perang sisa perang dunia II sudah sering, tapi kapal selam apalagi jenis U-Boat baru kali ini,” kata Ketua Tim Peneliti Pusat Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo, Selasa (19/11/13).
“Dari data yang kita peroleh, kapal selam U-Boat itu berjenis U-168. Panjangnya 76 meter dengan garis tengah 4,9 meter,” kata Bambang.
Arkeolog dan penyelam yang menemukan bangkai U-Boat, Shinatria Adhityatama (25), meyakini saat perang dunia II, cukup banyak kapal selam Jerman yang lalu lalang di perairan Indonesia.
“Dari data kami jumlahnya cukup besar, bahkan mencapai satu armada. Dari Prancis saja dikirim 11 kapal, tapi yang sampai di Indonesia diperkirakan cuma 5 atau 6. Belum dari pangkalan U-Boat lain karena kita tahu, pangkalan U-Boat di Eropa ada di beberapa tempat, seperti Norwegia dan lainnya,” kata Shinatria, Selasa (19/11/13) malam.
Penemuan Barang-Barang dan Tengkorak di U-Boat 168
Shinatria Adhityatama (25) tak bisa melukiskan perasaannya saat menyelam memasuki reruntuhan bangkai kapal selam yang sudah terkubur 70 tahun lamanya di dasar Laut Jawa. Riset arkeolog asal Universitas Gajah Mada (UGM) selama dua tahun terbayar sudah.
Kapal selam U-Boat kebanggaan Angkatan Laut Nazi Jerman itu ditemukan di dasar laut. Lokasinya 10 jam pelayaran ke arah timur dari Pulau Karimun Jawa.
Sejumlah bukti yang menguatkan kapal selam merupakan milik Nazi diperoleh dari reruntuhan itu.
Kini barang-barang dibawa untuk diteliti di Kantor Pusat Arkeologi Nasional. Sementara bangkai kapal tetap dibiarkan di tempat semula.
Ada 2 buah piring bagian belakang identitas rajawali dan swastika, seperti dipakai tentara Jerman.
Selain itu ditemukan baterai, penutup panel listrik dan sakelarnya, juga kancing baju diameter 2 cm, dengan gambar jangkar. Lalu binocular, kacamata selam, dan selang pernapasan.
“Saat itu gelap, banyak endapan di reruntuhan kapal itu. Kondisi kapal sudah porak poranda, buritan sudah hilang,” kata Shinatria. “Kami juga temukan kerangka manusia. Kalau tengkorak ada sekitar 4-6, dugaan kami itu awak kapal U-Boat,” katanya.
Operasi Militer Tentara Hitler ke Laut Jawa
Menurut Shinatria, U-Boat bertugas untuk menghancurkan garis suplai sekutu dari Asia Tenggara. Termasuk jalur logistik Inggris dari India. Kekuatan Kapal Selam U-Boat tergabung dalam Monsoon Group atau The Gruppe Monsun.
“Mereka juga bekerjasama dengan Jepang sebagai sekutu. Jerman membantu mengamankan perairan Pasifik yang dikuasai Jepang,” jelasnya.
Pada masa perang dunia II, belasan U-Boat beroperasi di perairan Indonesia. Mereka bertugas menghancurkan suplai sekutu dari Asia Tengara serta membantu Jepang menjaga Samudera Hindia.
Selain Jerman dan Jepang juga berbagi teknologi militer. Mereka juga diduga berbagi pangkalan kapal selam. Saat Perang Dunia, diketahui ada pangkalan U-Boat di Pulau Penang, Batavia dan Surabaya.
“Jadi mereka melakukan operasi gabungan di Indonesia. Di perairan inilah satu-satunya ada operasi gabungan angkatan laut Jerman dan Jepang,” tutur Shinatria.
U-Boat 168 karam di terpedo Belanda, 6 Oktober 1944
Jika benar itu adalah bangkai U-Boat seri U-168 sesuai pernyataan Ketua Tim Peneliti dari Pusat Purbakala Nasional Bambang Budi Utomo, maka itu adalah kapal selam yang kandas ditorpedo saat patroli keempatnya.
Dari data situs U Boat Nazi Jerman, seri U-168 keluar dari galangan pada 15 Maret 1941 di Bremen. Setelah itu, U-Boat tersebut berpatroli di perairan Eropa sebelum dikirim ke Samudera Hindia. Nahas, U-Boat tersebut karam ditorpedo kapal selam Belanda HrMs Zwaardvisch.
Selama berpatroli, U-Boat U-168 total mengandaskan tiga kapal musuh dengan bobot gabungan 8.008 ton dan merusak satu kapal musuh berbobot 9.804 ton.
Patroli pertama, U-168 adalah keluar dari Kiel pada 3 Maret 1943 lantas menuju Kattegat dan Skaggerak sepanjang garis pantai Norwegia. Lewat celah antara Islandia dan Kepulauan Faroe, U-168 masuk ke Samudera Atlantik dan barat daya Greenland. Dia mencapai Lorient, Prancis pada 18 Mei tahun yang sama.
Patroli kedua, menuju wilayah Samudera Hindia dengan mampu mengandaskan kapal Inggris SS Haiching sekitar 130 km barat daya Mumbai (India) pada 2 Oktober 1943. Patroli kedua berakhir di Penang, Malaysia pada 11 November.
Patroli ketiga, U-168 mulai berangkat dari Penang pada 7 Februari 1944. Inilah patroli tersukses U-168. Mereka mengandaskan kapal antara lain HMS Salviking berbendera Inggris di selatan Srilanka pada 14 November.
Lantas kapal berbendera Yunani Epaminondas Embiricos 210 km utara Maladewa dan terakhir mereka merusak kapal berbendera Norwegia Fenris tetapi kehabisan torpedo sehingga kapal Norwegia itu selamat sampai Mumbai.
Patroli keempat, U-168 dilakukan di Laut Jawa hingga kapal selam itu menemui ‘ajal’. Berawal dari patroli 5 Oktober 1944 kapal meninggalkan Batavia (sekarang Jakarta).
Dini hari tanggal 6 Oktober 1944, kapal selam itu akhirnya di torpedo musuhnya dari Belanda yaitu kapal selam Hn.Ms. Zwaardvisch (P-322) sebuah kapal selam atau Submarine dari kelas-T (T class).
Kapal selam U-168 milik Nazi Jerman itupun akhirnya karam dan bangkainya baru ditemukan 69 tahun kemudian, pada tahun 2013.
Saat ini sejumlah barang dari kapal selam U-168 milik Nazi Jerman sudah diangkut untuk diteliti. Namun bangkai kapal bersejarah itu masih tetap ada di dasar Laut Jawa.
Helmut Pich, komandan U-Boat 168
Kapal selam U-168 dikomandani oleh Helmut Pich. Dia sebenarnya perwira kebanggaan militer Nazi Jerman. Sebelum memegang U-168, Helmut Pich juga sudah pernah berkarier di U-Boat seri U-180 di Samudera Hindia.
Helmut Pich lahir di Rastenburg, Jerman pada 26 Juni 1914. Dia bergabung dengan AL Nazi Jerman pada 1934, pada usia 20 tahun. Pada 1939-1941, dia ditugaskan ke AU Nazi menjadi pilot pesawat tempur. Dia kemudian menjalani latihan sebagai awak U-Boat pada Oktober 1941 sampai Maret 1942.
Tugas pertamanya adalah bersama U-Boat seri U-103 di mana kapal itu berhasil mengandaskan 9 kapal musuh berbobot total 42.000 ton.
Kisah Helmut Pich di U-168 sendiri sebenarnya banyak diisi kegemilangan. U-168 mampu membuat karam tiga kapal musuh dan merusak satu kapal musuh lainnya.
Dikutip dari situs U-Boat, Pich dianggap sukses sehingga diserahi tugas membawa U-Boat lebih modern seri U-168. Adaptasi terhadap mesin perang baru itu dilakukan di Bremen dan sekitar Laut Baltik.
Dari sinilah petualangan Pich dimulai hingga ke Samudera Hindia. Kisah suksesnya dengan mengandaskan tiga kapal musuh dan merusak satu kapal besar berbendera Norwegia, Fenris.
Nahas, pada 6 Oktober 1944, U-168 ditorpedo kapal selam Belanda dan karam di Laut Jawa. 23 Awak tewas dan 27 orang lainnya selamat termasuk Pich. Dia ditawan hingga Maret 1947 sebelum bebas. Pich meninggal pada 1997 pada usia 82 tahun.
Diduga ada Satu Lagi U-Boat Karam di Laut Jawa, U-Boat 183
“Dari riset yang kami lakukan ada dua bangkai U-Boat di Indonesia. Ada U-168 di torpedo kapal selam Belanda. U-183 tenggelam ditorpedo AS. Dugaan kami, yang kemarin ditemukan adalah U-Boat U-168,” kata Arkeolog dan penyelam yang menemukan bangkai U-Boat, Shinatria Adhityatama (25).
Jadi, rupanya masih ada bangkai U-Boat lagi selain yang ditemukan sebelumnya. Shinatria dan timnya pun punya ambisi untuk melakukan pencarian pada bangkai kedua. Mereka menduga masih ada satu kapal selam U-boat Nazi Jerman lagi di lokasi tersebut, U-Boat U-183.
Jika benar U-Boat U-183 bersemayam di laut tersebut, maka akan menjadi cerita tersendiri bagi Kapten Fritz Schneewind, komandan di kapal selam itu. Fritz Schneewind merupakan bangsa Jerman kelahiran Padang, Sumatera Barat, Indonesia, 10 Apr 1917.
Dia adalah seorang calon prajurit di Akademi Angkatan Laut di Flensburg dari Oktober 1939 sampai Agustus 1940.
Selama waktu ini dia juga bertugas di kapal berlayar Leo Schlageter dari Maret sampai Juni 1940. Dari Agustus to Oktober 1940, Schneewind bertugas di logistik Kriegsmarine di Boulogne.
Karier makin moncer, hingga dia naik pangkat Kapten dan pada 20 November 1943. Kemudian Schneewind mengambil komando U-183 di Singapura.
Kapal itu beroperasi di Samudera Hindia sebagai bagian dari kelompok Monsun. Schneewind berhasil menyelesaikan 4 patroli dengan perahu. Selama patroli ini dia tenggelam atau hancur 3 kapal selama hampir 18.000 ton.
Selama kariernya, Schneewind sudah menenggelamkan lima kapal yang memiliki total berat 30,052 ton dan satu kapal seberat 6,993 ton.
Pada patroli ke lima, U-183 yang dikomandani Schneewind akhirnya karam di torpedo kapal selam Amerika USS Besugo (SS-321) dari Kelas Balao (Balao-class) di Laut Jawa dan akhirnya membuat U-183 tenggelam.
Sisaat tenggelam, U-183 hanya menyisakan satu orang awak yang selamat dari keseluruhan 55 orang awak buah kapal, pada 23 April 1945 pukul 13.00 WIB.
Dari 55 awak yang tewas itu, termasuk Kapten Schneewind yang tewas pada usia 28 tahun di negara kelahirannya Netherlands Indies yang akhirnya bernama Indonesia, tepatnya di Laut Jawa.
U-Boat Nazi Jerman di Indonesia
Tak banyak orang yang mengetahui bahwa selama penjajahan militer Jepang di bumi Indonesia (1942-1945), beberapa satuan kapal selam Jerman ikut andil disini untuk membantu Jepang dalam peperangannya melawan Sekutu di Asia (seperti diketahui, Jerman dan Jepang bersekutu melawan Amerika dan kawan-kawan selama berlangsungnya Perang Dunia II).
Meskipun peranan mereka nyaris dilupakan dan bahkan tak banyak orang yang mengetahuinya, tapi satuan kapal selam Jerman ini, tak bisa dipungkiri, telah mewarnai salah satu babakan dalam sejarah Indonesia yang paling kelam.
Pada masa itu, kapal-kapal selam Jerman (U-boat) bersiaga di Samudera Hindia. Itu terjadi dalam Perang Dunia II. Bagi Jerman, itu merupakan sebuah keputusan politik strategis. Memang, kawasan ini jauh dari Jerman dan juga negara-negara taklukannya di Eropa dan Afrika.
Yang pasti, armada kapal selam Asia Pasifik yang biasa disebut Wolfpack itu mempunyai jumlah personil terbesar setelah armada milik Jepang sendiri yang berbasis di perairan Indonesia.
Tiga tempat pelabuhan utama yaitu Penang, Jakarta dan Sabang adalah tempat yang biasa menjadi persinggahannya.
Meskipun U-boat yang bertugas di Timur Jauh tidak seterkenal yang lain, tapi sebenarnya lingkup tugas mereka membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, juga jumlah U-boat yang banyak. Masalahnya terletak karena ketidakmampuan Jerman bila harus mengirim satuan kapal selamnya ke tempat-tempat yang jauh.
Saat itu teknologi kapal selam belumlah secanggih sekarang. Karenanya, pada akhir tahun 1942 Hitler memutuskan untuk membangun saja pangkalan kapal selam di Asia, dan mulailah berdatangan selusin U-boat yang bertugas untuk menyerang kapal-kapal Sekutu di perairan tersebut.
Grup pertama kapal selam Jerman yang berangkat adalah Gruppe Monsun, yang terdiri dari 11 kapal
Awalnya, kehadiran U-boat Jerman di Indonesia menjalani hari-hari yang menyenangkan. Waktu itu situasinya masih sepi dari perang di laut. Setidaknya, happy days itu terasa bila dibandingkan dengan situasi di Samudera Hindia selebihnya. Namun, ketika memasuki tahun 1943, keadaan jadi genting, dan situasinya tak kalah berbahaya bila dibandingkan dengan situasi di Laut Utara.
Jepang menguasai seluruh semenanjung Asia di tahun 1943. Inggris disingkirkan, dan Belanda digusur dari bumi Indonesia. Meningkatlah ketegangan di Pasifik Selatan. Inggris dan Belanda tentu saja tidak rela meninggalkan wilayah jajahan yang telah dikuasainya beratus tahun begitu saja.
Mereka berusaha untuk kembali menuntut balas sekaligus berupaya merebut kembali bekas wilayah kolonialismenya. Mereka datang tidak sendiri-sendiri, tapi beserta kekuatan Sekutu lainnya.
Sebagai sekutu Jepang sejak berakhirnya Perang Dunia Pertama, Jerman konsisten berjuang bahu-membahu. Apalagi musuh yang dihadapinya disini adalah musuhnya juga di Eropa.
Tak tanggung-tanggung, Jerman mengirimkan 8 kapal selamnya, U-859 dan UIT-23 (kapal selam eks Italia yang diserahkan untuk Jerman di Singapura, 10 September 1943).
Kapal-kapal selam tersebut dipasang di Teluk Benggala sebagai pengaman pintu masuk di Selat Malaka, yang memakai Sabang dan Penang sebagai pelabuhan sandar.
Untuk mengawal Jawa hingga ke Laut Cina Selatan, di utara Jawa ditempatkan U-168 dan U-183. di Laut Selatan Jawa dipasang U-196. di perairan timur ditempatkan U-537. Di samping itu, terdapat juga kapal-kapal selam U-195 dan U-219 yang turut mendukung operasi melawan Sekutu.
Dari berbagai pertempuran laut yang dijalaninya, para U-boat Jerman itu telah mencatat berbagai prestasi, juga kegagalan, terutama selama berada di perairan Indonesia dan sekitarnya.
Memang buku-buku sejarah di Indonesia belum mencatat berbagai peristiwa itu, padahal banyak soal penting yang berkaitan dengan sejarah bangsa-bangsa. Tapi syukurlah, beberapa sejarawan dunia mencatatnya, karena biasanya sejarah hanya dicatat dan “dikarang” hanya oleh sang pemenang.
Menguasai Sumber Daya Alam Indonesia
Invasi Jepang dan perkembangan perang menimbulkan krisis bahan baku, dan krisis itu juga dialami oleh Jerman. Di masa perang, Jerman amat membutuhkan timah, molybdenum, karet dan kina, yang semuanya harus didatangkan dari Timur Jauh.
Seperti dicatat Bennet dalam bukunya yang berjudul Arca Domas, 90% kebutuhan kina dunia waktu itu dipenuhi oleh perkebunan Belanda di Jawa dan Sumatera yang telah jatuh ke tangan Jepang. Bagi Jerman, tidak mungkin mengangkut komoditi itu tanpa pengawalan angkatan laut, mengingat pelayaran yang panjang lagi berbahaya ke Eropa.
U-Boat sekaligus menjadi ‘kurir’ mengangkut sumber daya alam mentah yang sangat dibutuhkan Jerman (yang paling utama adalah karet). Kenyataannya, dari total 41 U-boat yang pernah merasakan bertugas di perairan Indonesia, hanya dua yang kembali ke Jerman!
Untuk mengamankan dan membangun transportasi tertutup, Jerman memodifikasi kapal-kapal selamnya menjadi kapal kargo. Kapal U-219 yang tadinya berada di Prancis ditarik kembali untuk mengambil lempengan logam di Timur Jauh. Begitu pula U-180, U-195, dan U-234, yang tadinya dipakai sebagai kapal selam tempur, dikonversi menjadi kapal selam transportasi barang!
Betapa pentingnya “misi transportasi” ini dibuktikan dari fakta ketika pada pertengahan musim gugur tahun 1945 dalam saat-saat terakhir kekuasaan Hitler, kapal-kapal selam ini masih berlayar ke Timur Jauh! Namun kapal-kapal selam U-234, U-874, dan U-875, yang memuat 170 ton merkuri, lempengan logam, dan gelas optik, tidak pernah kembali ke Eropa dan entah dimana hilang dan karamnya!
Serdadu Jerman Akhirnya Tinggal dan Memiliki Usaha di Indonesia
Bersama dengan kedatangan tentara Jepang ke Indonesia, kembali pula pengaruh Jerman di wilayah ini. Pada Mei 1943, Angkatan Laut Jerman mendapat persetujuan militer Jepang untuk melakukan usaha dagang di Indonesia.
Tanah tempat dibangunnya makam tentara Jerman ini mulanya adalah milik dua orang Jerman bersaudara, yaitu Emil dan Theodor Hellferich.
Mereka membeli tanah seluas 900 hektar di situ dan kemudian dan membangun pabrik dengan keuntungan dari perkebunan teh. Pabrik teh yang dibangun di sini dilengkapi dengan kabel pengangkut untuk membawa daun teh dari perkebunan ke pabrik.
Kakak tertua dari dua bersaudara ini adalah Karl Helfferich, yaitu mantan wakil perdana menteri di bawah Kekaisaran Jerman-Austria.
Karena itulah kedua orang saudaranya kemudian membangun sebuah monumen untuk memperingati Deutsch-Östasiatisches Geschwader (Armada Jerman Asia Tenggara) yang dipimpin oleh Admiral Graf Spee yang ditenggelamkan oleh tentara Britania.
Perwira muda Von Friedeburg di kemudian hari menjadi Admiral Jenderal dan mengakhiri hidupnya pada 23 Mei 1945 karena Jerman menyerah kalah dalam Perang Dunia II. Anak laki-lakinya, Ludwig von Friedeburg, adalah seorang sosiolog terkenal dan antara 1969-1974 menjadi menteri pendidikan di negara bagian Hessen, Jerman.
Invasi Jepang ke Indonesia
Pada 1928, Helfferich bersaudara kembali ke Jerman. Mereka menyerahkan kepercayaan pengelolaan perkebunan teh itu kepada Albert Vehring dari Bielefeld. Vehring telah banyak berpengalaman dalam mengelola perkebunan teh di Niugini.
Ketika Jerman menginvasi Belanda pada 1939, pemerintah Belanda menangkapi orang-orang Jerman yang ada di Indonesia, termasuk Albert Vehring. Perkebunan Helfferich pun diambil alih oleh Belanda.
Di kemudian hari, setelah invasi Jepang ke Indonesia, Vehring berhasil bebas dan pemerintah Jerman memproklamasikan berdirinya Republik Nias. Fischer, Komisaris perusahaan Bosch, diangkat menjadi perdana menteri, sedangkan Albert Vehring menjadi menteri luar negeri.
Atas persetujuan Jepang pula, tanah dan vila Helfferischs di perkebunan teh Cikopo dekat Arca Domas dikembalikan kepada pihak Jerman. Albert Vehring pun kembali ke tempat itu. Daerah perkebunan ini dijadikan tempat istirahat bagi awak kapal setelah melakukan pelayaran panjang mengelilingi Afrika.
Sisa Serdadu Nazi Jerman Pasca Kemerdekaan di Indonesia
Pada akhir perang, terdapat 250 orang serdadu Jerman di Indonesia yang diangkut dengan kapal selam. Sementara itu, Perang Kemerdekaan masih berkecamuk antara Indonesia dan Belanda.
Pada waktu itu sejumlah orang di antara mereka (serdadu-serdadu Jerman) tewas : tiga perwira dibunuh oleh orang Indonesia, lima lainnya ada yang meninggal karena sakit dan ada pula yang tertembak dalam perjalanan kereta api dari Bandung ke Jakarta.
Jadi, delapan orang Jerman tewas selama periode tersebut. Sisanya menyelamatkan diri di pulau Onrust, sebelum dipulangkan kembali ke Jerman tahun 1946.
Pengamat sejarah militer Jerman di Indonesia, Herwig Zahorka, mengatakan bahwa Letnan Friederich Steinfeld meninggal di Surabaya akibat disentri dan kurang gizi saat ditawan Sekutu. Keterangan ini diperoleh dari mantan awak U-195 yang bermukim di Austria, Peter Marl (82 tahun) dan mantan awak U-195 lainnya, Martin Müller yang datang ke makam tahun 1999.
Sedangkan Letnan Satu Laut Willi Schlummer dan Letnan Insinyur Wilhelm Jens, tewas dibunuh pejuang kemerdekaan Indonesia dalam Gedung Jerman di Bogor, 12 Oktober 1945. Kemungkinan, mereka disangka orang Belanda apalagi aksen bahasanya mirip.
Letnan Laut W. Martens terbunuh dalam perjalanan kereta api dari Jakarta ke Bogor. Kopral Satu Willi Petschow meninggal 29 September, karena sakit saat di Perkebunan Cikopo, serta Letnan Kapten Herman Tangermann meninggal karena kecelakaan pada 23 Agustus tahun yang sama.
“Kendati saat itu terjadi salah sasaran karena disangka orang Belanda, namun kemudian banyak orang Indonesia mengenali ternyata mereka orang Jerman. Ini kemudian menjadikan hubungan tersebut menjadi persaudaraan,” kata Zahorka, pensiunan direktur kehutanan Jerman, yang bermukim di Bogor dan menikahi wanita Indonesia.
Saksi Bisu Kompleks Pemakaman Arca Domas, Cikopo, Bogor
Serdadu-serdadu Jerman yang meninggal di Indonesia dimakamkan di Arca Domas, Cikopo, yang berada di kaki Gunung Pangrango, Bogor. Di pemakaman tersebut terdapat tugu yang didirikan pada tahun 1926 sebagai peringatan atas Skuadron Asiatik (Ostasiatischen Beschwader), satuan angkatan laut Jerman pada Perang Dunia I yang melakukan tugas perang di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Pemakaman Cikopo jadi semacam “kubur terhormat bagi pelaut”. Kuburan itu juga merupakan jejak tersendiri bagi kolonialisme Eropa di Hindia Belanda.
Di situ orang bisa mengingat betapa Jerman bukan hanya pernah mengirim serdadu ke sini, tapi orang Jerman juga pernah membuka perkebunan yang amat luas disini yang kemudian sebagian kecil darinya menjadi kompleks pekuburan yang kini menjadi Arca Domas.
Tugu Pahlawan Jerman, Arca Domas adalah sebuah kompleks yang terdiri dari sebuah tugu dan tanah pekuburan dengan sepuluh makam tentara Jerman dengan nisan berbentuk salib besi berwarna putih salju.
Di monumen tersebut ditulis kata-kata dalam bahasa Jerman yang berbunyi:
“Untuk para awak Armada Jerman Asia Tenggara yang pemberani 1914. Dibangun oleh Emil dan Theodor Helfferich.”
Tugu ini diresmikan pada 1926 ketika kapal penjelajah Jerman “Hamburg” berkunjung ke Jawa. Seorang perwira muda kapal itu, Hans-Georg von Friedeburg, menulis tentang upacara itu dalam bukunya yang berjudul:
“32 000 Seemeilen auf blauem Wasser: Erlebnisse auf der Weltreise des Kreuzers ‘Hamburg’” (“32.000 mil laut di laut biru: Pengalaman dalam perjalanan keliling dunia dengan kapal penjelajah “Hamburg”) .
Delapan nisan masih dikenal namanya, sementara dua lagi sudah tidak dapat dikenali dan tidak bernama.
Dari batu-batu nisan ini dapat diketahui bahwa para tentara Jerman yang dimakamkan di situ meninggal dunia pada 1945.
Bentuk salib nisannya menyerupai tanda tambah dan sangat besar, berbeda dengan salib Belanda. Kompleks pekuburan kecil ini dinaungi sebuah pohon besar yang tinggi dan sangat rindang.
Taman makam pahlawan Jerman ini dipelihara oleh Organisasi Perawatan Taman Makam Pahlawan Jerman. Karena peraturan pemerintah Indonesia, tanah Arca Domas ini tidak dapat dibeli oleh pemerintah Jerman.
Tugu Pahlawan Jerman ini terletak di lereng Gunung Pangrango, sekitar 15 km dari Gadog, Ciawi, Jawa Barat. Jalan menuju makam ini sangat sulit dan sempit.
Jika ditempuh dari jalan raya Cikopo Selatan, perlu waktu sekira setengah jam untuk sampai ke lokasi makam di Kampung Arca Domas, Desa Sukaresmi, Kec. Megamendung, Kab. Bogor. Akan tetapi, kendaraan harus “berjibaku” dulu menempuh jalan berbatu tanpa aspal dengan jurang di satu sisi.
Makam sepuluh orang angkatan laut Nazi Jerman, dua di antaranya awak kapal selam U-195 dan U-196, di Kampung Arca Domas Desa Sukaresmi Kab. Bogor, menjadi saksi bisu kehadiran pasukan Nazi Jerman di Indonesia pada Perang Dunia II.
Anehnya, tidak banyak warga setempat yang tahu keberadaan makam tentara Jerman tersebut. Mereka hanya tahu ada tempat pemakaman di ujung jalan.
Padahal, di tempat terpencil itu terbaring jasad sepuluh tentara Angkatan Laut Nazi Jerman (Kriegsmarine) yang meninggal di Indonesia, sesaat setelah Jepang menyerah pada Sekutu, Agustus 1945.
Luas areal pemakaman yang diteduhi pohon kamboja itu, kira-kira 300 meter persegi. Sekeliling makam ditumbuhi tanaman pagar setinggi satu meter. Pintu masuknya dihalangi pagar bambu.
Dekat pintu masuk, berdiri tugu peringatan Deutscher Soldatenfriedhof yang dibangun Kedubes Republik Federal Jerman di Jakarta untuk menghormati prajurit Jerman yang gugur.
Mereka adalah Komandan U-195 Friederich Steinfeld dan awak U-195, Dr Heinz Haake. Lainnya adalah pelaut Jerman, Willi Petschow, W. Martens, Wilhelm Jens, Hermann Tangermann, Willi Schlummer, Schiffszimmermann (tukang kayu kapal laut) Eduard Onnen.
Dua nisan terpisah adalah makam tentara tidak dikenal (Unbekannt).
Sebagai penghargaan pada agama tua yang telah ada di Jawa, mereka juga membangun patung Buddha dan Ganesha di kedua sisi monumen itu.
Mengenai keberadaan dua arca di makam tersebut, Zahorka mengatakan, arca-arca itu sengaja disimpan sebagai penghormatan kepada budaya warga setempat.
Warga Kampung Arca Domas, Abah Sa’ad (76 th), seorang saksi hidup peristiwa penguburan tentara Jerman di kampungnya, Oktober 1945.
Saat itu, usianya 15 tahun. Ia ingat, prosesi pemakaman dilakukan puluhan tentara Nazi Jerman secara kemiliteran. Peristiwa itu mengundang perhatian warga.
“Waktu itu, masyarakat tidak boleh mendekat. Dari kejauhan, tampak empat peti mati diusung tentara Jerman, serta sebuah kendi yang katanya berisi abu jenazah. Tentara Jerman itu berpakaian putih, dengan dipimpin seorang yang tampaknya komandan mereka karena menggunakan topi pet,” tuturnya.
Sepengetahuan Abah Sa’ad, mulanya, makam tentara Jerman itu hanya ditandai nisan salib biasa, sampai kemudian ada yang memperbaiki makam itu seperti sekarang. Keasrian dan kebersihan makam tersebut tidak lepas dari peran penunggu makam, Mak Emma (65) yang dibiayai Kedubes Jerman dua kali setahun.
” Biasanya, setiap tahun ada warga Jerman yang menjenguk makam pahlawan negaranya itu,” ujarnya.
Namun, dia kurang tahu sejarah makam itu karena baru diboyong suaminya (pensiunan karyawan Perkebunan Gunung Mas) 10 tahun lalu. Ia meneruskan pekerjaan suaminya (alm.) menjadi kuncen.
Kini, setiap tahun minggu kedua bulan November, yang merupakan Hari Peringatan(Commemoration Day) di Jerman, banyak orang Jerman disini yang mempunyai kebiasaan untuk berziarah ke Cikopo dan mengadakan upacara untuk mengenang korban perang.
Makam itu terletak di lahan Afdeling Cikopo Selatan II Perkebunan Gunung Mas. Dahulu, makam itu dirawat PT Perkebunan XII (kini PT Perkebunan Nusantara VIII) selaku pengelola Perkebunan Gunung Mas.
Namun sejak beberapa tahun terakhir perawatan makam dibiayai pemerintah Jerman. Lahan yang bersebelahan dengan makam tadinya areal tanaman teh dan kina. Akan tetapi, tanaman tersebut habis dijarah, beberapa tahun lalu.
Diangkat Ke Layar Lebar Versi Hollywood
Hilir mudiknya kapal selam jenis U-boat milik Nazi Jerman di perairan Indonesia bukanlah hisapan jempol.
Dari bukti yang telah ditemukannya bangkai kapal karam Nazi Jerman pada pembahasan diatas, telah membuktikan bahwa U-boat memang banyak terdapat di perairan Indonesia untuk berpatroli di seputaran perairan Nusantara.
Hal ini pun diperkuat dengan diangkatnya kisah tentang U-boat Nazi jerman tersebut ke layar lebar oleh Hollywood.
Walau film tersebut bukanlah kisah menganai U-boat 168 atau U-boat 183 milik Nazi Jerman, tapi film tersebut berdasarkan dari sejarah dan kisah nyata sebenarnya, tentang keberadaan U-boat Nazi Jerman di perairan Indonesia.
Film berjudul USS Seaviper (2012), adalah kisah perburuan kapal selam Jerman U-boat 234, oleh USS Seaviper milik Amerika dilepas pantai pulau Sumatera.
U-boat tersebut sedang berusaha membawa bahan-bahan berharga hasil pertukaran dengan Jepang, dan kapal selam Amerika USS Seaviper harus menghentikannya dengan segala cara. Repotnya, pihak Jepang ikutan membantu pihak Nazi Jerman dengan mengerahkan kapal-kapal perusak dengan memborbardir kapal selam U-boat milik Nazi tersebut dari permukaan.
(special thanks: alifrafikkhan.blogspot.com/story edited, added: IndoCropCircles)
Sumber lain:
1. Alifrafikkhan.blogspot.com: Nazi Jerman di Indonesia
2. Merdeka.com: Ditemukan Bangkai U-Boat di Laut Jawa
3. Onghokham “Runtuhnya Hindia Belanda”
4. Tabloid “Detak” no.83 terbitan 29 Februari-6 Maret 2000
5. Time-Life Books “World War II, The Battle of Atlantic”
6. Time-Life Books “World War II, Rising Sun”
7. Vincent J. Esposito “The Concise History of World War I”
8. id.wikipedia.org
9. mail-archive.com
10. uboataces.com
11. uboat.net
0 komentar:
Posting Komentar