Saya pernah membaca sebuah komentar yang cukup miring disalah satu artikel mengenai pembangunan kapal cepat rudal 40 m oleh perusahaan perkapalan di Batam, tepat didepan hidung singapura. Ada sebuah komentar yang miris bila membacanya, si empunya menulis tentang keheranannya mengapa indonesia malah membangun kapal-kapal perang cilik, sekelas Kapal Cepat Rudal Clurit Class yang jumlahnya cukup banyak 22 ekor.
Baginya kapal-kapal cilik ini tak cukup handal sekaligus menunjukan kurang seriusnya pemerintah membangun angkatan laut indonesia, mungkin menurutnya kapal-kapal yang cocok meronda diperairan indonesia adalah kapal-kapal dengan tonase besar yang menggentarkan paling tidak sekelas korvet bahkan jika lebih bagus lagi menghadirkan kembali KRI Irian Jilid II untuk menunjukan superioritas angkatan laut Indonesia.
Saya setuju bahwa kita harus memiliki kekuatan militer mumpuni dilaut dengan menghadirkan kapal-kapal canggih seperti Corvet Sigma Class, maupun LPD dan LHD untuk misi militer dan non militer. Namun saya tak setuju bila kapal-kapal ringan macam Kapal Cepat Rudal Clurit Class dikesampingkan keberadaannya bahkan dianggap tak mumpuni dimedan tempur.
Kapal-kapal ini justu diperlukan karena tak semua perairan di Indonesia memiliki kedalaman dan kontur yang sama, terlebih lagi dalam era modern seperti saat ini kapal-kapal berbobot besar terkadang jadi mangsa empuk rudal-rudal anti kapal musuh. Selayaknya anti tank dalam pertempuran darat, KCR a.k Kapal cepat Rudal ini bisa jadi solusi jitu sebagai “Anti Tank” dilautan. Sejarah sendiri memberi tempat terhormat bagi jenis-jenis kapal perang cilik tapi mematikan seperti ini.
Styx dan Komar Class, duet maut di era 60-an.
Pada hakikatnya Styx atau yang nama sebenarnya P-15 Termit merupakan rudal anti kapal pertama Indonesia, rudal sangar ini merupakan bagian dari modernisasi angkatan bersenjata indonesia di kala trikora berkobar. Kemampuan Styx dikemudian memang terbukti tangguh, rudal bongsor ini pulalah yang mengubah jalannya sejarah pertempuran modern yang kemudian hari mengkandaskan superioritas meriam-meriam kelas berat serta menganggkat pamor misil anti kapal sebagai solusi jitu pertempuran laut.
Kegemparan dunia, khususnya pihak NATO saat mengetahui Indonesia termasuk negara yang mengoperasikannya memang bukan tanpa alasan, sebab Styx memang hanya beredar dan dimiliki oleh negara-negara sekutu Rusia saja kala itu. Dengan ukuran yang tambun styx dirancang dengan kemampuan dan daya hancur tinggi, sehingga daya deteren memang amat kental di era tersebut. Indikatornya bisa dilihat dari berat hulu ledaknya yang mencapai 500 kg high explosive, sementara bobot rudal secara keseleruhan 2,340 kg dengan jangkauan efektif mencapai 40 km, meski dalam teorinya bisa mencapai jarak 80 km.
(Styx, bersiap mendobrak tiap lapis baja Karel Doorman)
Tentu saja untuk menjadi “sakti”, rudal bongsor ini tak sendirian, bila dalam legenda TNI AU rudal Kennel begitu disanjung karena TU-16 nya, maka dalam hikayat TNI AL rudal Styx disanjung karena Komar Classnya yang tak lain adalah platform kapal cepat berpeluru kendali (fast attack craft missile) yang digunakan untuk meluncurkan rudal legendaris ini.
Jumlah Komar class indonesia sendiri tak tanggung-tanggung 12 buah dalam kondisi terbaik dan siap tempur, dalam riwayat TNI AL, Komar Class Indonesia terdiri dari KRI Kelaplintah (601), KRI Kalmisani (602), KRI Sarpawasesa (603), KRI Sarpamina (604), KRI Pulanggeni (605), KRI Kalanada (606), KRI Hardadedali (607), KRI Sarotama (608), KRI Ratjabala (609), KRI Tristusta (610), KRI Nagapasa (611) dan KRI Gwawidjaja (612). Dengan kemampuan mengangkut 10-11 kru, berbekal 4 mesin sub diesel, Komar Class mampu berlari hingga hingga kecepatan 30 knot.
Menariknya tak seperti Tupolev 16 yang menjadi legenda begitu ketahuan oleh pesawat mata-mata Dragon Lady milik Amerika, Komar Class Indonesia justru sempat di “umpetin” oleh Angkatan Laut sebagai senjata pamungkas terakhir sebab baik KRI Irian, KRI Gajah Mada dan Kapal Selam Whiskey Class memang sudah diketahui telah dimiliki oleh Indonesia.
Belanda tentu saja terkejut mengetahui Indonesia mempunyai kapal-kapal cepat rudal Komar Class yang mampu menggendong rudal Styx menakutkan itu, Kompeni rupanya insyaf mereka berdiri dalam posisi “maju kena mundur kena” bila memaksakan kehendak memasang Karel doorman di perairan Holandia.
Siapapun pemimpin pasukan Belanda yang bertahan Papua paham betul bahwa baik Tupolev 16 dan Komar Class berlomba-lomba untuk mengaramkan kapal yang dari awal sengaja didatangkan untuk menakut-nakuti Indonesia itu,-belum masuk dengan Whiskey Class dengan torpedo SEAT-50 nya,- bila rudal Kennel gagal mengaramkan Karel Doorman tak demikian kisahnya dengan Styx ataupun sebaliknya.
Kemasygulan Belanda terhadap Komar Class memang cukup beralasan, sejak kelahirannya akhir tahun 1950-an, Styk dan Komar Class memang belum diketahui kemampuan sebenarnya, rasa cemas itu lahir karena memang pengetahuan barat mengenai senjata pamungkas milik indonesia ini memang tak banyak. Bagi Angkatan Laut Indonesia, peluang membuktikan kehandalan arsenal gaharnya kala itu terbuka lebar dengan menjadikan karel Doorman sebagai sasaran, inilah yang membuat Belanda berkeringat dingin begitu mengetahui apa yang mereka hadapi saat itu.
Kompeni Belanda jelas tak ingin “berjudi” untuk melihat mana diantara keduanya yang mengaramkan kapal induk kebanggan sang ratu itu, dengan hati dan harga diri terluka Karel Doorman buru-buru di larikan ke Australia, khatamlah riwayat kapal perkasa kompeni belanda tanah keramat Papua.
Sayang walaupun tak sempat menunjukan kelasnya di masa Trikora, namun bukan berarti keperkasaan Styx dan Komar Class pudar, justru sebaliknya. Sama halnya dengan efek Yakhont, daya deternt rudal Styx kebanggaan Angkatan laut indonesia ini menjadi masyhur namanya setelah dunia dikejutkan dengan peristiwa karamnya kapal perang perusak Eilat milik AL Israel pada 21 Oktober 1967 yang ditenggelamkan oleh dua buah Komar Class milik Angkatan laut Mesir dan dunia pun gempar, sebab ini kali pertama sebuah kapal perang dapat ditenggelamkan dengan rudal.
Efek styx kembali berlanjut hingga peristiwa operasi Trident pada 4 Desember 1971, Angkatan Laut India tak hanya berhasil menghancurkan blokade Pakistan namun juga berhasil mengaramkan kapal perusak Khaibar dan menyerang pusat Angkatan laut Pakistan di Karachi dengan bermodal sekitar 8 buah kapal cepat rudal Osa Class yang tak lain pengembangan Komar Class, bedanya Bila Komar hanya memanggul 2 buah rudal Styx, maka Osa mampu membawa empat buah rudal. Terlepas dari jenis classnya, peristiwa Karachi tersebut sekali lagi menaikan pamor Rudal Styx, imbasnya peristiwa ini juga menaikkan rasa percaya diri Angkatan Laut Indonesia sekaligus pesan pada jiran Indonesia kala itu untuk berfikir ulang bila hendak melakukan pelanggran batas wilayah. Karena memang faktanya baik Styx dan Komar di Asia Tenggara hanya Indonesia dan Vietnam saja yang mengoprasikannya.
Menurut hikayat, diantara arsenal gahar blok Timur, Komar Class beserta Styx cukup lama masa dinasnya hingga tahun 1978. Bahkan informasi dari Janes’s Fighting Ship (1983 – 1984) menyebutkan Komar baru dipensiunkan TNI AL pada tahun 1985. Keperkasaan kapal cepat Rudal ini tentu saja bukan hanya didukung oleh dua buah rudal yang dapat digendongnya tapi juga sepasang senjata canon kembar anti pesawat kaliber 25mm yang berada di dek depan.
C-705 dan KCR 40, Kapal Cepat Rudal Generasi baru indonesia.
Setelah era Komar Class berlalu, indonesia memiliki kapal-kapal cepat rudal, bukannya susut, namun jumlah makin bertambah dan bangganya lagi sebagian dari mereka dibuat hasil kreasi anak bangsa.
Spesifikasi dan classnya pun berbeda-beda, antaranya MANDAU CLASS, CLURIT CLASS, BRUNAI CLASS, ANDAU CLASS, KAKAP CLASS, PANDRONG CLASS, TODAK CLASS, BOA CLASS dan COBRA CLASS. Jumlahnya sendiri saat ini kurang lebih 37 ekor belum termasuk 20 lagi yang akan masuk masa dinas.
Tentu saja persenjataan berupa rudal dan kanon pun bermacam-macam bentuknya, untuk jenis rudal kapal-kapal perang ini dilengkapai dengan jenis rudal macam C-705, C-802, Harpoon, sea cat, Mistral, dan Exocet.
Angkatan laut boleh sumringah kali ini, senyum mengembang itu tak lain karena tak lama lagi generasi Kapal Cepat Rudal terbaru buatan anak bangsa akan melayari dan menjaga setiap jengkal laut dan harta kekayaan bangsa.
Bukan hanya bangga karena KCR 40 m itu didesain oleh anak negeri, tapi juga karena 22 ekor KCR itu sudah menemukan pasangannnya yang tepat yaitu rudal C-705 yang juga akan diproduksi didalam negeri berduet dengan sepupu dekatnya R-HAN 122 mm.
Era Komar Class memang telah meninggalkan kenangan manis, dan penerusnya KCR-40 sudah siap memasuki masa dinasnya, hanya soal waktu hingga keseluruhan 22 ekor KCR Clurita Class itu menunjukan taringnya dilautan Indonesia.
Semoga makin Jaya INdonesia, semangat untuk NKRI Bravo TNI hajar si Malingsial
Lowongan Kerja Online Membuka Pendaftaran