Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro menegaskan, Indonesia menganut prinsip kebijakan yang sifatnya bebas dan aktif. Termasuk bidang kemiliteran, kita tak tergantung pada salah satu negara atau kepentingan. Alat utama sistem senjata (alutsista) TNI berasal dari berbagai negara, misalnya, Kapal dari Eropa, F-16 dan helikopter Apache dari Amerika Serikat, dan pesawat Sukhoi dari Rusia. Pemerintah juga menggandeng China untuk bekerja sama mempersenjatai militer Indonesia dengan peluru kendali.
Kedepannya pemerintah akan bekerjasama dengan China untuk membangun pabrik peluru kendali C-705 di Indonesia. Jadi dalam skema joint production ini akan terdapat proses Transfer of Technology (ToT) untuk membantu penguasaan teknologi rudal. Diharapkan dengan adanya ToT ini selanjutnya pihak peneliti dan industri lokal bisa mengembangkan rudal dengan performa yang lebih baik dibanding C-705 untuk menunjang kebutuhan TNI. Untuk diketahui baik Indonesia maupun China tidak terikat dalam Missile Technology Control Regime (MTCR) yang melarang perpindahan / transfer teknologi yang berkaitan dengan platform tanpa awak yang mampu membawa muatan 500kg dalam jarak 300km. Sehingga kedepannya kerjasama ini bisa dilanjutkan untuk platform yang lebih jauh dengan ukuran lebih besar seperti C-803 atau bahkan C-805 yang berjangkauan 500km.
C-705 adalah pengembangan dari C-704, dan bentuknya lebih menyerupai miniatur C-602. Pengembangan rudal baru ini fokus ke tiga hal: elemen mesin, hulu ledak, dan sistem pemandu. Desain modular dari mesin baru meningkatkan jangkauan rudal yang sebelumnya 75-80 km, menjadi sampai 170 kilometer. Dengan jarak efektif 140km jika didukung sistem targeting dibalik cakrawala (OTHT). C-705 dipersiapkan untuk mengkandaskan kapal perang lawan yang berbobot hingga 1.500 ton (kelas light corvette). Daya hancur yang dihasilkannya bisa mencapai 95,7%, ideal untuk menenggelamkan kapal. Rudal ini menggunakan pemandu Inersia & GPS untuk fase jelajah dan pemandu radar aktif untuk fase terminal. Pada fase terminal rudal akan mencari target dan menghujam ke target (homing). Kedepannya juga akan dikembangkan pemandu TV dan IR (infra red) untuk mengatasi kemungkinan salah sasaran dan target yang berkategori stealth.
Menurut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro “Peluru kendali ini kalau kita bisa produksi dalam negeri, kita akan pasang di daerah perbatasan untuk pengamanan,” Rudal C-705 akan melengkapi armada Kapal Cepat Rudal (KCR) milik TNI Angkatan Laut. Proses kerjasama produksi rudal ini dilakukan Kementrian Pertahanan RI dan Precision Machinery Import-Export Corporation (CPMEIC) yang menjadi pemegang proyek pengerjaan rudal C-705. Dalam pelaksanaanya akan dilakukan oleh gabungan PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Dahana. Untuk bahan bakarnya akan didukung oleh pabrik propelan di Bontang, Kalimantan Timur.
Dari kerjasama ini diharapkan produsen dan peneliti dalam negeri bisa mendapatkan ilmu praktis tentang material casing, seeker/sensor, guidance, dan motor roket. Jikalau ilmu itu bisa dikuasai maka akses untuk mengembangkan rudal murni buatan dalam negeri bisa lebih mudah. Karena Transfer of Technology merupakan salah satu jalan pintas untuk meraih kemandirian di bidang alutsista. Dengan Transfer of Technology maka pengembangan RKX (roket kendali eksperimental) dan RKN (roket kendali nasional) dapat dipercepat dan hambatan-hambatan yang ada dapat segera diatasi. Selain itu kita diharapkan juga bisa mengakses sisi software dari rudal ini yaitu algoritma navigasi dan algoritma pencarian sasaran yang bisa digunakan bukan hanya untuk rudal anti kapal tapi juga untuk rudal anti pesawat maupun rudal serang darat.
Memang kerjasama ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, sampai mencapai orde Trilliun Rupiah karena disertai dengan pembelian ratusan rudal C-705 dan pembuatan pabrik serta fasilitas produksi. Namun, patut disadari Indonesia pernah mengalami pengalaman pahit di embargo oleh Amerika dan sekutunya dengan alasan HAM yang menyebabkan semua pasokan senjata dan spare part terhenti. Beranjak dari pengalaman pahit tersebut maka kita harus berupaya untuk BERDIKARI (berdiri diatas kaki sendiri). Efek dari kerjasama ini bisa membuat kita mandiri di bidang rudal. Dengan produksi mandiri maka negara-negara lain tidak akan mudah mengetahui jumlah pasti rudal yang kita produksi dan kita miliki sehingga meningkatkan detterence / efek gentar yang dimiliki oleh TNI. Pada akhirnya kerjasama ini diharapkan mampu memperkuat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Spesifikasi Rudal:
Bobot hulu ledak: 110 kilogram
Daya jangkau: 75 km, 170 km dengan tambahan roket pendorong
Mesin: roket padat
Sistem pemandu: radar, TV, atau IR
Target: kapal dengan bobot samlat 1,500 ton
Sistem Pemandu : INS/GPS untuk fase jelajah, radar aktif untuk fase terminal
Platform peluncuran: pesawat, permukaan kapal, kendaraan darat
Daya hancur: 95,7 persen
0 komentar:
Posting Komentar