MOSCOW- : Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Selasa
(14/5), menemui Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa. Misi utama
kunjungan Netanyahu itu untuk membujuk Presiden Putin agar Rusia
mengurungkan niatnya menjual sistem rudal antiserangan udara S-300 ke
Suriah.
Sistem rudal S-300 merupakan generasi sistem pertahanan
udara buatan Rusia paling canggih saat ini, yang juga bisa berfungsi
sebagai sistem rudal anti- rudal. Kemampuan S-300 disinyalir setara
dengan sistem rudal antirudal Patriot buatan AS.
Pada
tahun 2010, Suriah telah menandatangani kesepakatan dengan Rusia untuk
membeli 144 pucuk rudal S-300 dengan enam tempat peluncurnya senilai 900 juta dollar AS.
Akhir
tahun 2011, Rusia mulai mengirim sebagian rudal S-300 itu ke Suriah.
Demikian dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, yang memantau
perkembangan isu Suriah dari Kairo, Mesir.
AS,
Barat, dan Israel melayangkan protes keras kepada Rusia atas penjualan
sistem rudal itu ke Suriah, dan meminta agar Moskwa segera membekukan
penjualan tersebut. Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyebut,
penjualan sistem rudal S-300 akan mengancam stabilitas kawasan.
Menteri Pariwisata Israel Uzi Landau menuduh Rusia merusak stabilitas Timur Tengah dengan menjual sistem rudal canggih tersebut. Menurut Landau,
rudal- rudal S-300 itu bisa saja jatuh ke tangan Hezbollah atau Iran.
Israel
sangat khawatir dengan kemungkinan tersebut karena keberadaan rudal
S-300 itu akan mengancam supremasi militernya, terutama kekuatan
udaranya, di kawasan tersebut.
Namun, Rusia tidak menggubris
protes Barat dan Israel itu. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di
Warsawa, pekan lalu, menegaskan, transaksi penjualan sistem rudal itu
merupakan transaksi lama dan bertujuan untuk pertahanan diri sehingga
Suriah mampu membela diri dari serangan udara.
Seusai bertemu
dengan Netanyahu, Presiden Putin juga menegaskan agar semua pihak saat
ini menahan diri agar tidak memperburuk perang saudara yang terjadi di
Suriah.
Kekejaman oposisi
Sementara kekuatan-kekuatan dunia masih berbeda pendapat soal penyelesaian krisis di Suriah, situasi di lapangan terus memburuk.
Hari
Selasa, Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia (HRW) dan Koalisi Nasional
(NC) oposisi Suriah mengecam sebuah video yang memperlihatkan kekejaman
seorang milisi oposisi. Milisi itu terlihat memotong jantung seorang
prajurit rezim Assad yang telah tewas kemudian memakannya.
Video
mengerikan itu diunggah ke internet, hari Minggu lalu. Milisi dalam
video itu diidentifikasi bernama Abu Sakkar dari Baba Amr. HRW
menyebutkan, dia adalah Komandan Brigade Omar al-Farouq al-Mustakila di
Homs.
NC, yang merupakan payung gerakan oposisi di Suriah,
mengecam tindakan sadis tersebut. ”NC menegaskan, tindakan itu telah
melanggar moral rakyat Suriah, nilai dan prinsip Tentara Pembebasan
Suriah (FSA),” kata NC sambil menambahkan, pelakunya akan
diadili secara jujur dan terbuka. HRW menegaskan, pasukan oposisi harus
bertindak tegas untuk menghentikan pelanggaran tersebut.
Sumber : Kompas
0 komentar:
Posting Komentar