Pemerintah Australia tidak akan bertanggung jawab jika puluhan aktivis
Australia yang ikut dalam pelayaran Freedom Flotilla ke Papua ditangkap
oleh pihak keamanan Indonesia dan Papua Nugini. Menteri Luar Negeri
Australia, Bob Carr menegaskan Australia tidak bisa mengintervensi hukum
di Indonesia dan Papua Nugini jika ada warga negara lain melanggar
hukum dan imigrasi kedua negara itu.
Penjelasan itu terkait dengan perjalanan puluhan aktivis Australia dan sejumlah aktivis Papua Merdeka yang telah mendapat suaka serta pasport Australia sedang menuju ke Papua Nugini dan Merauke, Papua dengan kapal layar Freedom Flotilla. Menurut Carr Pemerintah Australia tidak punya kewajiban untuk memberikan bantuan konsuler sekalipun kalau mereka melanggar hukum Indonesia dan Papua Nugini.
“Mereka harus tahu resikonya dan hukumannya jelas yang akan diterapkan dan Australia tidak bisa mengintervensinya,” tegas Carr. Carr juga menyampaikan kementerian luat negeri telah memberikan peringatan surat resmi kepada semua orang yang ikut dalam pelayaran melalui juru bicara mereka.
“Mereka sudah mendapat peringatan dari media dan surat secara eksplisit dari kementerian luar negeri yang menyatakan, jika mereka melanggar hukum Indonesia dan PNG.. jangan harapkan pajak Australia dihabiskan untuk menangani kasus kalian, seperti penanganan warga negara Australia lainnya di Bali,” ujarnya. Carr dalam konferensi pers di sela pertemuan penanganan pencari suaka di Jakarta juga mengatakan apa yang dilakukan oleh puluhan aktivis itu tidak mendapat simpati dari Pemerintah Australia.
Dia bahkan menyebut Pemerintah Australia dari semua faksi, baik partai Buruh dan oposisi mengakui kedaulatan dan negara kesatuan Indonesia termasuk Papua Barat. “Australia mengakui itu juga merujuk pada ‘Lombok Treaty’,” lanjutnya. Sementara itu pelayaran Freedom Flotilla tetap berlangsung meski telah mendapat peringatan dari Pemerintah Indonesia dan tidak mendapat dukungan dari Australia.
Semalam, salah seorang aktivis yang ikut dalam pelayaran, Amos Waingai kepada Radio Australia mengungkapkan telah sampai di sekitar Cooktown, wilayah pesisir pantai timur Australia. Mereka berangkat dari Cairns, negara bagian Quenssland dan diperkirakan sampai di Papua Nugini dan Meraukae awal bulan depan.
Waingai, aktivis Papua Merdeka yang mendapat suaka di Australia 7 tahun lalu mengklaim perjalanan mereka tidak bermotif politik tapi sebuah perjalanan budaya. Perjalanan itu disebut mempunyai misi untuk memperingati pemisahan daratan Australia dan pulau Papua sejak zaman pencairan es 10 ribu tahun yang lalu dan era kolonisasi.
“Terserah orang mau bilang apa, tujuan saya cuma satu, saya jalan untuk connect dua tempat antara pulau dan daratan besar,” kata Waingai. Dia juga menyatakan tidak takut akan dihadang oleh otoritas keamanan Papua Nugini dan Indonesia bahkan ancaman penangkapan terhadap mereka. Kami sudah siap menghadapi semua resiko yang akan terjadi. Semuanya,” tantang Waingai.
Penjelasan itu terkait dengan perjalanan puluhan aktivis Australia dan sejumlah aktivis Papua Merdeka yang telah mendapat suaka serta pasport Australia sedang menuju ke Papua Nugini dan Merauke, Papua dengan kapal layar Freedom Flotilla. Menurut Carr Pemerintah Australia tidak punya kewajiban untuk memberikan bantuan konsuler sekalipun kalau mereka melanggar hukum Indonesia dan Papua Nugini.
“Mereka harus tahu resikonya dan hukumannya jelas yang akan diterapkan dan Australia tidak bisa mengintervensinya,” tegas Carr. Carr juga menyampaikan kementerian luat negeri telah memberikan peringatan surat resmi kepada semua orang yang ikut dalam pelayaran melalui juru bicara mereka.
“Mereka sudah mendapat peringatan dari media dan surat secara eksplisit dari kementerian luar negeri yang menyatakan, jika mereka melanggar hukum Indonesia dan PNG.. jangan harapkan pajak Australia dihabiskan untuk menangani kasus kalian, seperti penanganan warga negara Australia lainnya di Bali,” ujarnya. Carr dalam konferensi pers di sela pertemuan penanganan pencari suaka di Jakarta juga mengatakan apa yang dilakukan oleh puluhan aktivis itu tidak mendapat simpati dari Pemerintah Australia.
Dia bahkan menyebut Pemerintah Australia dari semua faksi, baik partai Buruh dan oposisi mengakui kedaulatan dan negara kesatuan Indonesia termasuk Papua Barat. “Australia mengakui itu juga merujuk pada ‘Lombok Treaty’,” lanjutnya. Sementara itu pelayaran Freedom Flotilla tetap berlangsung meski telah mendapat peringatan dari Pemerintah Indonesia dan tidak mendapat dukungan dari Australia.
Semalam, salah seorang aktivis yang ikut dalam pelayaran, Amos Waingai kepada Radio Australia mengungkapkan telah sampai di sekitar Cooktown, wilayah pesisir pantai timur Australia. Mereka berangkat dari Cairns, negara bagian Quenssland dan diperkirakan sampai di Papua Nugini dan Meraukae awal bulan depan.
Waingai, aktivis Papua Merdeka yang mendapat suaka di Australia 7 tahun lalu mengklaim perjalanan mereka tidak bermotif politik tapi sebuah perjalanan budaya. Perjalanan itu disebut mempunyai misi untuk memperingati pemisahan daratan Australia dan pulau Papua sejak zaman pencairan es 10 ribu tahun yang lalu dan era kolonisasi.
“Terserah orang mau bilang apa, tujuan saya cuma satu, saya jalan untuk connect dua tempat antara pulau dan daratan besar,” kata Waingai. Dia juga menyatakan tidak takut akan dihadang oleh otoritas keamanan Papua Nugini dan Indonesia bahkan ancaman penangkapan terhadap mereka. Kami sudah siap menghadapi semua resiko yang akan terjadi. Semuanya,” tantang Waingai.
indonesiabim.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar