Sebuah pesawat tempur AV-8B Harrier jatuh menghancurkan tiga rumah penduduk di Imperial, California, 4 Juni 2014. Bulan lalu, Harrier lainnya juga jatuh di selatan gurun Phoenix Amerika Serikat. Kedua pilot berhasil selamat dan tidak mengalami cedera.
Harrier sebenarnya adalah salah satu pesawat yang dirancang dengan desain cerdik, namun mengingat sejarah kegagalan panjangnya, kecelakaan dua Harrier dalam satu bulan baru-baru ini tidaklah mengherankan.
Dikembangkan pada 1960-an, kemampuan Harrier luar biasa karena bisa melayang-layang di udara layaknya helikopter. Mesin jetnya memompa udara melalui empat nozel, dua pada tiap sisi pesawat, tepat di bawah sayap yang akan berputar untuk mendorong pesawat ke depan atau naik ke atas, membuatnya mampu lepas landas pada jarak yang sangat pendek dan mendarat secara vertikal. Harrier dapat dioperasikan pada lahan hutan yang baru dibuka, lokasi pendaratan yang dirancang untuk helikopter, atau bahkan di tengah kota sekalipun.
Harrier dikembangkan oleh Inggris dan dibeli oleh Korps Marinir Amerika Serikat, satu-satunya kecabangan militer AS yang mengoperasikannya. Korps Marinir AS mulai menggunakan Harrier pada tahun 1971, selanjutnya perusahaan McDonnell Douglas (sekarang Boeing) mengambil alih produksi Harrier.
Harrier yang pertama, AV-8A memiliki catatan keamanan yang mengerikan; lebih dari setengah pesawat telah jatuh. Harrier generasi kedua AV-8B, diproduksi oleh Boeing, mulai digunakan pada tahun 1985. Versi baru ini sedikit lebih aman, namun dibandingkan pesawat-pesawat tempur lain rekornya masih buruk. Menurut laporan LA Times pada tahun 2002, rasio AV-8B Harrier mengalami kecelakaan adalah 11,44 pesawat per 100.000 jam terbang, dibandingkan rasio kecelakaan F/A-18 Hornet yang hanya 3 unit. -Beberapa jam setelah Harrier jatuh di Imperial, sebuah F/A-18E Super Hornet juga jatuh ke laut ketika mencoba mendarat di kapal induk USS Carl Vinson.- Antara tahun 1971 sampai 2002, 45 marinir pilot AS telah tewas dalam 143 kecelakaan non tempur ketika menggunakan Harrier.
Saat ini Korps Marinir AS mengoperasikan 131 unit Harrier, pesawat yang kurang mereka sukai. Semakin vertikal Harrier lepas landas, maka beratnya juga harus dikurangi, jadi untuk melakukannya para kru harus mengurangi bahan bakar atau senjata yang dibawanya. Kurangnya bahan bakar berarti jangkauannya kurang dan kurangnya senjata berarti kemampuan tempurnya juga menurun. "Ini bukan pesawat yang baik," ujar Pete Field, konsultan penerbangan yang menjabat sebagai perwira di Korps Marinir dan pilot test Angkatan Laut AS.
Harrier seharusnya sudah digantikan dengan F-35B STOVL, pesawat tempur tercanggih buatan Lockheed Martin yang menjanjikan kecepatan supersonik, kemampuan siluman, dan super manuver. F-35B adalah salah satu varian F-35 yang mampu lepas landas jarak pendek dan mendarat secara vertikal layaknya Harrier. Yang menjadi masalah, pengembangan F-35 telah benar-benar menguras anggaran dan molor diluar jadwal. Jadi Korps Marinir AS saat ini masih terjebak dengan Harrier.
Dalam mode cruise, Harrier terbang layaknya pesawat biasa. Pada kecepatan lambat, disinilah letak kelebihan sekaligus kekurangannya. Pilot dapat mengarahkan nozel ke bawah untuk menghasilkan daya angkat, tapi bukan berati mudah untuk menjaga Harrier agar tetap stabil.
Kolonel Bill Lawrence (Purn), pilot test Korps Marinir dan Angkatan Laut AS yang telah menerbangkan 130 jenis pesawat mengungkapkan pengalamannya dalam menerbangkan Harrier. menurut Lawrence, jika Harrier sudah mulai bergulir/miring, maka pesawat ini bisa dengan cepat keluar dari kendali. Menonton video-video uji penerbangan Harrier, maka kita bisa melihat pilotnya sangat mengalami kesulitan dalam menjaganya agar tetap sejajar dengan tanah.
Pilot Harrier harus memperhitungkan sudut nozel dengan benar, juga memperhitungkan kecepatan angin dan kondisi landasan pacu. Mereka juga harus berurusan dengan reaction control system, serangkaian nozel yang digunakan untuk menjaga kestabilan pesawat. Nozel pada hidung Harrier akan menyemburkan udara ke bawah, dan dua pada ujung sayap akan mengarahkan ke bawah atau ke atas dan satu pada bagian ekor akan menyemburkan udara ke bawah, ke kanan atau kiri.
Pada Harrier generasi pertama, semua kontrol atas nozel itu berbasis dasar tuas. Hal ini membuat pekerjaan pilot menjadi lebih banyak, terutama bagi pilot yang 'dibesarkan' dengan pesawat konvensional dan harus menyesuaikan diri dengan aerodinamis seperti helikopter. Generasi Harrier berikutnya AV-8B sudah dilengkapi kontrol penerbangan digital yang membuat pekerjaan pilot lebih sederhana, namun kecelakaan masih terus terjadi.
(Original article by Alex Davies from Wired)
0 komentar:
Posting Komentar