“TES… satu, dua, tiga… satu, dua, tiga… dikopi,” ucap Sri Yuniardi,
peneliti alat komunikasi militer dari PT LEN Industri. Ia tengah
mempraktikkan bagaimana cara kerja produk inovasi Manpack Alkom
FISCOR-100. Alat komunikasi militer buatan PT LEN Industri (Persero) itu
merupakan salah satu inovasi unggulan PT LEN yang pernah memperoleh
penghargaan Anugerah Rintisan Teknologi Industri 2009 dari
pemerintah. Manpack Alkom FISCOR-100 dikembangkan sejak 2001 oleh PT LEN
Industri. Nama ‘100’ diambil dari peringatan Hari Kebangkitan Nasional
ke-100 pada 2008. Tujuannya untuk membangkitkan industri berbasis
teknologi dalam negeri.
Bermula dari keinginan TNI untuk mengembangkan dan memproduksi alat
komunikasi militer buatan dalam negeri. Pada periode 2001-2003,
Puslitbang TNI bekerja sama dengan PT LEN Industri dalam program RUK
Kementerian Riset dan Teknologi untuk mengembangkan alat komunikasi
radio antisadap dan anti-jamming.
Alat komunikasi militer memiliki fungsi sangat strategis karena
membantu keberhasilan operasi militer dan membantu komunikasi pasukan
yang berada di lapangan dengan unit-unit lainnya di tempat berbeda.
Hasilnya? Para periset PT LEN Industri berhasil menciptakan prototipe
alat komunikasi VHF FH dengan kecepatan hopping 1 hope/sec. Kemudian
pada 2007 PT LEN Industri berhasil melakukan rancang bangun mandiri alat
komunikasi Manpack HF Spread Spectrum Frequency Hopping,
dengan kecepatan hopping 5 hope/sec. Alat tersebut terus disempurnakan
hingga 2008 agar kecepatan hopping bisa mencapai 5, 10, 20, dan 50
hope/sec dan random hop speed yang tidak dimiliki alat komunikasi
militer lainnya.
Antisadap
Di kelas HF inilah alat komunikasi FISCOR-100 menjadi yang tercepat.
Manpack Alkom FISCOR-100 beroperasi pada rentang frekuensi 2 Mhz hingga 3
Mhz dengan 256 channel, dan kebutuhan pasokan tenaga 12 Vdc-24 Vdc.
Peralatan ini bisa digunakan untuk komunikasi pada level peleton hingga
batalion.
Menurut Sri Yuniardi, alat komunikasi militer berupa radio memang
harus bebas jamming dan tidak bisa disadap. Karena itu, frekuensi yang
diambil ialah frekuensi yang tidak dipakai. “Radio militer bekerja di
trek 2 Mhz sampai 3 Mhz. Bisa juga sekelas 7 Mhz. Di dunia militer, para
ahli frekuensi radio akan mengambil gelombang radio yang kosong. Ini
bedanya dengan radio komersial. Setiap kali on air, radio komersial akan
didengar banyak orang, sedangkan di militer tidak,” terangnya.
Frekuensi radio ini menjadi jantung pada alat komunikasi FISCOR-100.
Dua perusahaan asing dari Australia dan Prancis pernah bekerja sama
dengan PT LEN Industri untuk pengembangan alat komunikasi militer ini.
Namun, kemudian PT LEN Industri mengembangkan alat komunikasi sendiri
dengan mengombinasikan keunggulan teknologi alat komunikasi produksi
kedua negara mitra tersebut.
Para periset banyak belajar dari pengalaman kedua negera dalam
mengembangkan alat komunikasi militer. “Kami belajar membuat alat-alat
komunikasi militer dengan Q-Mac Australia dan Thales Prancis. Thales
merupakan industri komunikasi terbesar di dunia saat ini. Dan yang
paling rumit ialah masalah frekuensi. Ahli frekuensi di Indonesia minim.
Mau tidak mau, kita semua harus belajar masalah frekuensi
dan enkripsi,” ungkap Yuniardi.
Dengan kombinasi ini tentunya produk PT LEN Industri jauh lebih
unggul. Teknologi tersebut memiliki kandungan lokal 85%, sedangkan untuk
komponen handset, elektronik, dan konektor masih diimpor. Komponen
dalam negeri dengan sistem komunikasi yang dirancang secara khusus
sangat menguntungkan bagi TNI. Sebab, sistem komunikasi buatan luar
negeri belum tentu aman karena akan dirancang untuk kepentingan negara
pembuat. Untuk itu, sistem keamanan dalam komunikasi dirancang khusus
dan hanya pemakaianya yang tahu. Alat tersebut bisa didesain sesuai
keinginan.
Pembuktian antisadap ini diperlihatkan saat uji coba. Ketika alat
tersebut dipakai berkomunikasi, di frekuensi biasa hanya terdengar suara
gelombang radio tanpa ada suara. Kadang bunyinya agak bising, tapi
tanpa ada yang bercakap-cakap. Padahal di balik itu sedang terjadi
komunikasi antarpemakai. Hal tersebut menunjukkan alat komunikasi itu
telah dilengkapi comsee sehingga tidak muncul percakapan di
udara layaknya penyiar radio. Suara yang keluar dari percakapan
antarpihak di lapangan telah dienkripsi sehingga mempersulit orang atau
pihak musuh melakukan penyadapan.
“Intinya
suara dikacaukan,” ujar Yuniardi. Sebetulnya komunikasi bisa bocor
ke sipil atau pihak musuh apabila kunci frekuensinya sama. Untuk
mencegah kebocoran informasi, perlindungan atau keamanan komunikasi
harus ditangani oleh tiap negara. Termasuk saluran telepon presiden,
lembaga-lembaga strategis, dan agen rahasia di negara-negara maju telah
dienkripsi dengan kode-kode khusus. Oleh karena itu, bila produk
komunikasi militer masih mengandalkan impor, dikhawatirkan rahasia
negara bisa bocor ke negara lain lewat penyadapan alat komunikasi.
Uji coba alat komunikasi tersebut sudah dilakukan dari Bandung ke
Surabaya dengan jarak 400 km. Dalam uji coba itu terbukti radio
komunikasi militer ini aman dari penyadapan dan jamming. Kecanggihan
alat tersebut diganjar penghargaan Upakarti, Desain Terbaik, dan Kreasi
Prima. Peralatan berbentuk kotak berwarna hijau tentara ini memiliki
berat 5 kg dengan baterai yang tahan dipasang selama 24 jam.
Baterai yang dipakai bisa diisi ulang dengan memakai energi solar cell.
Satu amphere solar cell bisa mengisi baterai selama 1 jam.PT LEN
Industri kini sedang melakukan perbaikan- perbaikan, terutama untuk
berat radio dan antene. Menurut Yuniardi, saat ini bobot radio masih
terlalu berat. “Kalau bisa, di bawah 5 kg, yakni dengan cara mengurangi
konsumsi daya baterai. Kemudian antenanya juga kurang efisien.” Antena
HF yang menggunakan frekuensi rendah membutuhkan antena panjang
untuk bisa menerima frekuensi yang bagus. PT LEN Industri saat ini
sedang mengembangkan Manpack FISCOR-100 dari sistem analog menuju
digital. Risetnya sudah dimulai sekarang ini.
0 komentar:
Posting Komentar