Kapal LPD 125 KRI Banjarnmasin 593 buatan PT PAL. (Foto: PT PAL) |
Penulis: Anwar Iqbal
Jakarta, ** Pengamat militer, Connie
Rahakundini Bakrie, berpendapat, perlu ada koreksi mendalam tentang
pendekatan penyusunan Minimum Essential Force (MEF). Selama ini, ia
menilai, pelaksanaan MEF hanya terfokus pada pendekatan anggaran yang
tersedia, tidak didasarkan pada ancaman yang berkembang. Jika ini terus
dilakukan, MEF tidak akan tercapai.
“Jika pengukuran MEF itu berdasarkan ancaman, artinya angkanya harus
berubah tiap tahun. Ancaman kita 10 tahun lalu, ancaman kita 5 tahun
lalu, dengan ancaman kita hari ini, kan sudah berubah,” ucap Connie.
Ia menjelaskan, dinamika ancaman kawasan saat ini sudah cukup kompleks. Oleh karenanya, penegasan terhadap paradigma outward looking TNI yang sudah dicetuskan sejak reformasi 1998, perlu segera diwujudkan, tidak sekadar wacana di atas kertas.
“Seperti ada ancaman ketika Tiongkok menetapkan kebijakan green water policy. Green water policy Tiongkok akan masuk sampai pada Selat Malaka. Dan blue water Tiongkok
akan masuk sampai Samudera Hindia. Kalau kita mengukur MEF dari ancaman
tersebut, seharusnya sudah berubah hitungan MEF dari Kemhan hari ini,”
katanya.
Untuk matra laut, Connie berpandangan, Indonesia setidaknya
memerlukan 755 kapal perang KRI, 4 buah kapal induk, dan 22 kapal selam.
Kebutuhan ini untuk melindungi kepentingan Indonesia, minimum hingga 60
tahun mendatang.
“Visi MEF saya bagaimana melindungi kepentingan Indonesia minimum 60
tahun mendatang. Visi MEF hari ini itu per 10 tahun, susah. Itu cara
perhitungannya berbeda,” cetus Connie.
Dia melihat kemunduran cara berpikir dalam paradigma pembangunan
pertahanan Indonesia sekarang. Salah satunya, masih dominannya orientasi
pertahanan darat. Seharusnya, jika sejalan dengan doktrin outward looking military, arah penguatannya ada pada matra laut dan udara.
“Paradigma pertahanan kita juga terlalu berorientasi kepada daratan.
Cara kita menetapkan ancaman kita juga dari darat. Kenapa kita tidak
seperti zaman nenek moyang kita dahulu, seperti kerajaan Ternate dan
Tidore misalnya? Mereka melihat ancaman itu dari laut. Makanya kenapa
dulu kekuatan maritim kita bisa sampai ke Madagaskar. MEF kita zaman
sekarang kalah dengan MEF kita zaman Tidore. Cara berpikir kita sekarang
benar-benar mundur,” pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar