Dari segi kekuatan militer, nampak postur militer Malaysia tak
seheboh Singapura, meski demikian, dari segi eskalasi konflik, jutrsu
Malaysia yang paling dominan bergesekan di lapangan dengan Indonesia.
Sebut saja mulai mulai konflik perebutan pulau Sipadan – Ligitan pada
tahun 2002, kemudian berlanjut pada memanasnya terkait batas wilayah di
blok Ambalat, Kalimantan Timur. Bahkan masih ada persoalan lain pada
patok perbatasan di darat.
Dengan potensi konflik yang besar, sejak beberapa tahun lalu Malaysia
mulai menggenjot kemampuan tempurnya. Dari segi alutsista, yang cukup
mencolok adalah pengadaan jet tempur MiG-29 N/NUB dari Rusia tahun 1995,
dilanjutkan dengan pengadaan F/A-18D Hornet pada tahun 1997. Saat itu,
boleh dibilang arsenal jet tempur Malaysia sudah lebih unggul dari
Indonesia. Seolah mengikuti jejak TNI AU yang membeli Sukhoi, maka TUDM
(Tentara Udara Diraja Malaysia) juga membeli 18 unit Sukhoi Su-30MKMs
yang sudah datang sejak 2007 silam.
Sedangkan dari aspek laut, TLDM (Tentara Laut Diraja Malaysia)
membangun armada kapal selam sejak tahun 2002. Seri kapal selam yang
dimiliki pun cukup canggih, yakni dari kelas Scorpene buatan
Perancis/Spanyol. Dari 6 yang dipesan, setidaknya 2 unit Scorpene telah
beroperasi penuh saat ini, yakni KD Abdul Rahman dan KD Abdul Razak.
Dilihat dari senjata yang dibawa Scorpene, membuat kapal selam TNI AL,
type 209 jadi ketinggalan daya deteren. Sebut saja Scorpene memiliki 6
tabung peluncur torpedo dengan 18 torpode yang dapat dibawa, plus yang
istimewa, Scorpene bisa meluncurkan rudal SM-39 Exocet, varian Exocet
yang khusus diluncurkan dari bawah permukaan laut untuk menghajar
sasaran kapal di permukaan.
Entah bisa jadi dipicu oleh kemampuan Scorpene Malaysia yang bisa
menembakkan rudal dari bawah permukaan laut, Mabes TNI AL pun kemudian
mengharuskan kemampuan kapal selam TNI AL terbaru, nantinya harus
memiliki kemampuan meluncurkan rudal anti kapal.
Dengan ragam jet tempur generasi mutakhirnya, TUDM memiliki beberapa
rudal andalan, yakni AIM-120 AMRAAM yang mampu menghantam target pesawat
lawan dari balik cakrawala. Rudal ini menjadi paket senjata yang
mematikan bersama F/A-18 Hornet. Tidak hanya AMRAAM, bahkan F/A-18 TUDM
dikabarkan juga dibekali AIM-7 Sparrow, rudal udara ke udara jarak
menengah yang punya reputasi tinggi di kancah perang udara.
Informasi yang lebih baru, dikabarkan Kementrian Pertahanan Malaysia
tengah mengajukan permohonan ke Kongres Amerika untuk bisa membeli 20
unit rudal AIM-9X2 Sidewinder Block II dengan nilai jual hingga 52 juta
dollar. Dengan adanya AIM-9X Sidewinder, menjadikan postur kekuatan
rudal udara Malaysia sebanding dengan Singapura.
AIM-9X merupakan versi termutakhir dari Sidewinder,
mulai dikembangkan pada tahun 1996. AIM-9 mempunyai kemampuan first
shot dan first kill yang lebih responsif. Rudal ini dilengkapi thrust
vectoring yang terhubung ke guidance fins, artinya rudal dapat menguber
target yang berbelok sekalipun. Radius putar AIM-9X mencapai 120 meter,
dengan kemampuan ini, saat penembakan pesawat peluncur tidak lagi harus
melakukan manuver untuk menyesuaikan dengan target. Cukup lepas AM-9X,
selanjutnya rudal akan menguber target sendiri.
AIM-9X mulai dioperasikan jajaran militer AS pada tahun 2003, dan
kini sudah digunakan oleh 40 negara. Untuk mengoperasikannya rudal ini
diintegrasikan dalam joint mounted helmet mounted cuing system (JHMCS)
buatan Boeing yang dikenakan pilot. Tak heran, AIM-9X menjadi rudal
andalan untuk jet-jet tempur mutakhir AS, seperti F-22 Raptor dan F-15
Strike Eagle.
Di lini kekuatan laut, selain memiliki SM-39 Exocet, seperti halnya TNI AL, TLDM juga merupakan pengguna rudal anti kapal MM-38 Exocet,
bahkan Malaysia juga menggunakan versi mutakhirnya MM-40 Block II
Exocet yang ditempatkan pada frigat kelas Lekiu. Untuk memperkuat daya
gempurnya frigat ini juga dibekali rudal Sea Wolf, rudal ini berperan
ganda, yakni untuk anti serangan udara dan anti kapal. Sea Wolf
sejatinya merupakan pengembangan dari rudal Sea cat yang tak lagi
digunakan. Sea Wolf dapat menjangkau sasaran hingga 10 Km, beroperasi
secara sea skimming.
Bicara tentang Yakhont, kabarnya Malaysia juga tertarik dengan
Brahmos, alias versi Yakhont yang dibuat oleh India. Bila nantinya
Malaysia jadi membeli Brahmos, maka skor kekuatan di segmen rudal
jelajah anti kapal akan berimbang antara TLDM dan TNI AL. Perlu dicatat,
pemerintah Malaysia dengan anggaran pertahanan yang besar lebih
fleksibel untuk pengadaan alutisista. Hadirnya Brahmos/Yakhont sangat
mungkin di Malaysia, mengingat negeri jiran ini kerap mengikuti langkah
Indonesia, seperti halnya saat kita memesan Sukhoi di masa lalu.
Selama ini tidak sedikit persepsi publik yang menyatakan bahwa rudal
Yakhont memiliki kesamaan dengan rudal Brahmos produksi India. Secara
teknis, memang benar bahwa Brahmos memiliki cetak biru yang diambil dari
Yakhont. Akan tetapi penting pula dipahami perbedaan kedua rudal
jelajah tersebut.
Perbedaan mencolok dari kedua sistem senjata itu bukan sekedar
diameter di mana rudal yang dioperasikan oleh Angkatan Laut Rusia dan
Indonesia itu lebih panjang daripada senjata yang digunakan oleh
Angkatan Laut India, tetapi juga menyangkut sistem pandu. Yakhont
mengandalkan sistem pandunya pada active radar dan inersial. Adapun
Brahmos opsi pengendaliannya yaitu inersial untuk versi ASCM (anti ship cruise missile) dan INS/GPS bagi tipe SLCM (submarine launched cruise missile). (Haryo Adjie Nogo Seno)
0 komentar:
Posting Komentar