Dalam soal penampilan, Kai Luhr tampak paling beda. Kai yang bersujud
diantara pria-pria lain bercambang yang mengenakan baju tunik putih saat
menunduk ke arah Mekkah, terlihat bersih dengan wajah tercukur rapi.
Ia mengenakan jins dan jaket abu-abu.
Ia mungkin lebih cocok
hadir di perkumpulan Gereja di sebelah. Namun terlihat jelas, ia paham
bagaimana menjalankan shalat lima waktu. Ia juga melakukan ruku dan
sujud serta berdoa dalam bahasa Arab. "Allah mendengar orang-orang yang
memuji-Nya", lalu sujud lagi, berdiri, ruku lagi, begitu hingga duduk
tahiyat akhir dan melakukan salam.
Kai Luhr adalah seorang dokter praktek di Jerman. Ia beralih memeluk
Islam bersama istrinya dua setengah tahun lalu. Sejak itu ia mengganti
nama menjadi Kai Ali Rashid, sementara sang istri berganti menjadi
Katrin Aisha Luhr.
Kedua pasangan itu sempat tampil dalam sebuah
wawancara di televisi. Dalam wawancara Katrin Luhr mengatakan sebelum
mendapat kehormatan berupa hidayah memeluk Islam, ia merasa jiwanya
kosong. Ia mengaku pergi ke gereja dari waktu ke waktu namun gagal
menemukan jawaban yang ia cari. Kini ia menyatakan tak pernah menemukan
kegembiraan seperti ini sebelumnya, juga jawaban terhadap pertanyaan
di benaknya. Ia juga menikmati setiap perubahan bermanfaat yang ia
rasakan setelah memeluk Islam.
Sementara Kai Luhr mengatakan ia
memiliki impresi besar dengan sifat alami logis dan rasional dari
jawaban yang ia peroleh begitu ia mengenal Islam pertama kali.
Kini
pria berusia 43 tahun itu secara rutin menghadiri shalat Jumat di
masjid di Frechen, dekat Cologne, dimana ia berjamaah bersama dengan
imigran Maroko, Palestina dan dua orang Jerman lain yang juga memeluk
Islam--satu mantan petinju, seorang lain teknisi. "Anda akan bertemu
dengan sedikit Muslim asli kelahiran Jerman di masjid manapun pada
hari-hari sekarang," ujar Luhr,
Sebuah buku berisi studi tentang
kehidupan islam di Jerman menukilkan sedikit kisah dokter Jerman
tersebut. Studi itu memberi seberkas cahaya terhadap fenomena yang
mungkin mengejutkan bagi orang-orang dengan stereotip negatif Islam di
Jerman, di mana agama itu diasosiasikan sebagai terorisme, pernikahan
paksa dan pembunuhan atas nama kehormatan.
Di Jerman, sekitar
4.000 orang beralih memeluk Islam hanya dalam satu tahun dari Juli 2004
hingga Juni 2005. Studi yang dibiayai Menteri Dalam Negeri Jerman dan
dilakukan oleh Institut Muslim untuk Arsip Islam Jerman, mengungkap
jumlah warga Jerman yang memeluk Islam meningkat empat kali lipat
dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Sebagian besar mereka yang
beralih ke Islam, melakukan atas kesadaran dan keinginan sendiri.
Banyak dari mereka adalah lulusan perguruan tinggi dan warga kelas
menengah, seperti Kai Luhr.
Dibaptis dan dibesarkan sebagai
Kristiani, Kai mengambil jurusan kedokteran di universitas dan membuka
praktek dokter umum. Ia kemudian mengambil spesialisasi dalam pengobatan
naturopathik. Pendapataan Kai boleh dibilang sangat baik.
Luhr
kemudian menikahi Katrin, seorang penari profesional dan mereka pun
pindah ke apartemen bersama. Namun, di beberapa titik, pasangan itu
menyadari ada sesuatu yang hilang. "Ketika ada orang-orang sakit kritis
datang ke tempat praktek saya setelah awalnya seorang yang hebat tapi
menjadi ringkih, itu membuat anda kadang merasa putus asa," tutur Luhr.
Ia pun terdorong untuk lebih mendalami Kristen, Budisme dan Dalai Lama.
Namun ia masih tak menemukan jawaban.
Proses beralihnya Luhr
bisa dibilang hampir tipikal. Banyak orang yang beralih ke Islam
awalnya penganut Kristen yang di titip tertentu mulai mengalami
keraguan tentang agama mereka, demikian ujar seorang imam Berlin,
Mohammed Herzog, seorang petinggi Gereja yang menjadi Muslim pada 1979.
Jumlah
Muslim yang berbahasa Jerman di masjidnya juga meningkat. "Masih 10
tahun lalu, rata-rata jumlah yang beralih ke Islam setiap tahun sekitar
50 orang,--kini jumlah itu jadi dua kali lipat," ujarnya. "Hanya saja
jarang sekali mereka yang memeluk Islam sebelumnya adalah atheis,"
ujarnya.
Seorang Kristen fundamentalis, Wohlrab-Sahr, memberi
prespektif bahwa Islam membuat seseorang terlihat menonjol di antara
kerumunan dalam level cukup mencolok. Terlebih Islam menjadi sorotan
setelah banyak media mengulas debat-debat terhadap Muslim yang kerap
terjadi. "Islam lebih terlihat sebagai alternatif yang murni," ujar
Wohlrab.
Dalam buku disebutkan, mereka--kaum berpendidikan kelas
menengah--yang beralih ke Islam karena keinginan sendiri cenderung
mengapresiasi "aturan jernih dan jelas dalam berperilaku" yang
disediakan dalam Al Qur'an. Seperti Luhr, yang saat ini selalu membawa
sajadah di dalam mobil Alfa Romeo GT-nya. Apa alasan Kai Luhr? Salah
satunya nilai-nilai di masyarakat Barat yang ia pandang merosot begitu
parah. "Dalam Islam, nilai-nilai masih dijunjung untuk sebuah alasan,"
ujarnya.
Namun lucunya, sekaligus ironis, warga Jerman yang
beralih cenderung menjalankan ritual ibadah lebih disiplin ketimbang
yang sudah menjadi Muslim sejak Lahir. "Kadang yang terlahir Muslim
lebih liberal."
Seorang kantor pengacara di Hamburg memberi
contoh menarik tentang itu. Nils Bergner, berusia 36 tahun menghadap
Allah lima kali sehari. Pria Jerman itu memiliki seorang kolega Turki,
Ali Ozkan, yang juga Muslim. Keduanya mengunjungi masjid bersama-sama.
Namun hanya di ruang kerja si pria Jerman, sajadah dibentang benar-benar
5 kali sehari. "Saya tidak bisa saja," aku Ozkan. "Shalat pertama
pukul 6.00--masih terlalu pagi,"
Baru-baru ini, mereka diundang
ke sebuah acara makan malam. Makanan penutup mulut yang disajikan
adalah tiramisu. Bergner enggan karena ada alkohol dalam resep. "Saya
bilang, oh kamu tidak mungkin serius," ujar Ozkan. "Makan saja, saya
bilang. Itu hanya untuk rasa". Namun hingga akhir acara, Bergner
meninggalkan meja dengan tiramisu tidak tersentuh. (Rpk/sm)
suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar