Warga Muslim di Myanmar semakin terjepit dan hidup dalam ketakutan. Kelompok hak-hak asasi manusia mengungkapkan, tentara Myanmar membantai sedikitnya 40 warga Muslim Rohingya dan menjadi letupan baru kekerasan di negara bagian Rakhinee, pekan lalu.
Fortify Rigths yang bermarkas di Bangkok, Thailand, mengaku berbicara dengan para saksi mata dan sumber-sumber yang membenarkan insiden berdarah tersebut. Wanita dan anak-anak termasuk yang menjadi korban.
Tentu saja pemerintah Myanmar keras memungkiri laporan itu.
Juru bicara negara bagian Rakhine Win Myaing bilang kepada Reuters bahwa dia mengunjungi area tersebut dan tak menemukan pembunuhan masal. Media yang dikendalikan pemerintah pun menampik tuduhan pembunuhan massal itu.
Jika pembunuhan ini bisa dibuktikan, maka insiden ini menjadi peristiwa yang paling mematikan di negara bagian Rakhine sejak Oktober 2012, saat etnis Budha Rakhine mengobrak-abrik kaum minoritas Islam Rohingya.
“Jumlah mereka yang tewas mungkin lebih tinggi. Namun informasi mereka yang tewas itu disunat oleh pemerintah yang menerapkan pembatasan akses ke area ini,” tutu Fortify Rights dalam sebuah pernyataan.
Negara bagian Rakhine yang beribu kota di Sitwee dialiri tiga sungai yang bermuara di Teluk Bengal. Kota Sittway memiliki populasi 181.000 penduduk (2006)
Laporan-laporan menyebutkan, PBB juga melakukan investigasi kebenaran pembataian kejam itu dan mengatakan setidaknya 40 orang terbunuh.
Rincian serangan itu mulai merebak setelah bentrok 13 Januari antara polisi dan warga Rohingnya di kota Maungdauw. Tempat kejadian ini dilarang dikunjungi wartawan, sementara kelompok-kelompok hak-hak asasi juga ketat diawasi gerak-geriknya.
Pemerintah Myanmar mengaku polisi-lah yang diserang di sana. Tapi mereka juga ngotot pembunuhan itu tidak terjadi.
Kepala operasi kemanusiaan PBB Valerie Amos mengatakan, pemerintah Myanmar harus melakukan penyelidikan demi melindungi warga sipil dan mengizinkan staf kemanusiaan PBB untuk menjangkau area ini.
“Saya juga meminta pemerintah segera melakukan investigasu peristiwa ini dan menghormati hak-hak asasi mereka yang ditangkap dan ditahan sehubungan dengan insiden ini,” ujar wanita juru bicara operasi kemanusiaan PBB, Valrie Amos.
Jika benar, pembunuhan massal yang hingga kini mencapai 277 orang itu dalam konflik berbau keagamaan di seluruh Myanmar sejak Juni 2012. Lebih dari 140.000 warga Rohingya lari tercecer ke mana-mana.
Setelah 49 tahun terkungkung junta militer hingga 2011, Myanmar malah menyaksikan kekerasan sektarian yang tentu menghalangi transisi menuju negara demokrasi. (*ini)
sumber:http://www.atjehcyber.net
0 komentar:
Posting Komentar