Mantan prajurit Angkatan Darat Kekaisaran Jepang yang terakhir menyerah dalam Perang Dunia II, Letnan Dua Hiroo Onoda, meninggal dunia pada Kamis, 16 Januari 2014 dalam usia 91 tahun, sekitar 40 tahun sejak ia berhenti berperang dalam Perang Dunia II.
Onoda bersembunyi di hutan Filipina selama hampir 30 tahun sejak tahun 1945, baru keluar dari persembunyiannya pada tahun 1974. Saat itu, Onoda masih mengenakan seragamnya dan secara resmi menyerah kepada Presiden Filipina kala itu Ferdinand Marcos. Onoda mau menyerahkan diri lantaran mantan komandannya terdahulu, Mayor Taniguchi (saat itu sudah beralih profesi menjadi penjual buku) diajak terbang ke Filipina untuk menemui Onoda dan untuk membatalkan perintahnya di tahun 1945 kepada Onoda untuk terus tinggal disana dan mematai-matai pasukan Amerika. Sebelumya Onoda juga pernah bertemu dengan seorang Jepang lainnya yang terobsesi dengannya, lalu diberitahu bahwa perang telah berakhir dan dibujuk untuk kembali ke Jepang. Namun Onoda menolak dan hanya ingin menerima perintah dari atasannya langsung.
Berikut kutipan perintah Mayor Taniguchi kepada Onoda dan rekan-rekannya saat Perang Dunia II: "Kalian tidak boleh menyerah. Mungkin tiga atau lima tahun, kami akan kembali untuk menjemput kalian. Bertempurlah hingga saat itu dan bahkan jika pasukanmu hanya tinggal satu orang. Jika di sana hanya ada kelapa, hiduplah hanya dengan kelapa. Tidak ada alasan untuk menyerah atau mengakhiri hidup!."
Onoda dan tiga rekannya bersembunyi di Pulau Lubang, sebuah pulau kecil di barat Filipina setelah perang berakhir, mereka tidak percaya dengan selebaran-selebaran tentang berakhirnya Perang Dunia II dan menganggapnya sebagai propaganda sekutu untuk memancing mereka keluar. Mereka hidup dengan memakan pisang, kelapa, beras hasil curian, membunuh hewan ternak dan untuk tempat tinggal mereka membangun pondok bambu.
Salah seorang rekan Onoda menyerah lima tahun kemudian sejak Perang Dunia II berakhir, yang lain ditembak dan dibunuh polisi Filipina, dan yang terakhir hanya dua tahun sebelum Onoda menyerahkan diri. The Guardian melaporkan bahwa Onoda menangis tak terkendali ketika ia akhirnya harus menyerahkan senapannya yang ternyata masih berfungsi setelah bertahun-tahun, dan mungkin senapan itulah yang membunuh 30 warga setempat yang Onoda kira adalah musuh.
Seorang juru bicara pemerintah Jepang memuji semangat tak terpatahkan Onoda: "Setelah Perang Dunia II, Mr Onoda tinggal di hutan selama bertahun tahun dan ketika ia kembali ke Jepang, aku merasa bahwa akhirnya perang (benar-benar) usai. Itulah yang saya rasakan."
Setelah perang berakhir baginya, Onoda membeli sebuah peternakan di Brasil sebelum kembali ke Jepang untuk menjalankan sekolah alam untuk anak-anak. Saya tidak merasa waktu 30 itu tidaklah membuang-buang waktu," katanya dalam sebuah wawancara tahun 1995. "Tanpa pengalaman itu, saya tidak mungkin memiliki apa yang saya peroleh saat ini."
Onoda lahir pada tanggal 19 Maret 1922, di desa Kamekawa, distrik Kaisō, prefektur Wakayama, Jepang. Saat berusia 17 tahun, ia bekerja pada perusahaan perdagangan Tajima Yoko di Wuhan, China. Barulah pada usia 20 tahun dia mendaftarkan diri di Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Onoda sempat mengunjungi kembali Pulau Lubang pada tahun 1996, dan mendonasikan 10 ribu dollar untuk sekolah lokal.
Keterangan foto: Hiroo Onoda memberikan hormat setelah menyerahkan pedang militernya di Pulang Lubag, Filipina, Maret 1974, setelah ia keluar dari persembunyiannya. (Foto:AP)
0 komentar:
Posting Komentar