Tank Leopard 2A4 TNI AD |
Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai mendaptkan ancaman yang meningkat dari negara lain, sehingga TNI mempercepat usahanya dalam memperkuat daya tangkal dengan merombak struktur agar bisa lebih cepat menggelar dan menempatkan pasukan, termasuk mengembangkan korps marinir serta pengadaan persenjataan ofensif jarak jauh.
Tindakan ini akan menjadi salah satu terobosan kebijakan militer Presiden Susilo Yudhoyono, yang aturannya akan diterapkan Juni 2014, untuk pembentukan formasi komando gabungan wilayah pertahanan regional yang disingkat Kogabwilhan.
Rencana ini akan mengintegrasikan kekuatan regional: Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara ke dalam kelompok pertahanan terpadu, yang akan diposisikan di flashpoint pertahanan tertentu, untuk menjaga integritas teritorial dan kedaulatan negara.
“Tapi fungsi Kogabwilhan tidak sebatas hal itu. Kogabwilhan juga berfungsi memberikan deterrence/ daya gentar terhadap negara-negara lain karena perintah komandonya fleksibel, dan memiliki sumber daya untuk dengan cepat menggerakkan pasukan”, ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Setiap kelompok Kogabwilhan akan dilengkapi armada kapal perang sendiri, skuadron jet tempur dan unit Angkatan Darat. Komandan setiap kelompok, seorang jenderal bintang tiga, akan diberikan wewenang untuk merespon tanpa harus melalui birokrasi dari markas TNI di Jakarta .
Dalam struktur yang ada saat ini, TNI tidak bisa langsung menanggapi sebuah insiden, misalnya ada serangan asing ke wilayah timur, sampai komando pusat menugaskan seorang perwira bintang tiga sebagai commanding officer dan menyusun penempatan pasukan dan perintah pengadaan logistik.
“Kami selalu waspada atas ancaman di masa depan dari negara lain. Tapi struktur dan Komando yang ada, tidak cukup untuk melakukan respon dengan segera. Kogabwilhan akan menambal lubang tersebut,” ujar Dirjen Renhan, Kementerian Pertahanan Marsda TNI FX Bambang Sulistyo.
Pemerintah berencana memiliki empat kelompok Kogabwilhan mencakup beberapa Flashpoint, yang menurut pejabat kementerian adalah: Aceh, Natuna Kepulauan Riau, Papua dan Attambua Nusa Tenggara Timur.
Aceh termasuk dalam rencana, karena kekhawatiran munculnya gerakan separatis lain, dan juga karena letaknya yang strategis di mulut Selat Malaka yang super sibuk .
Sementara itu, Natuna terletak dekat Laut Cina Selatan, di mana negara China sengketa perbatasan dengan beberapa negara ASEAN yang sebagian besar didukung Amerika Serikat. Indonesia tidak terlibat dalam sengketa teritorial. Papua dipilih karena adanya konflik separatis dan Attambua karena kedekatan wilayahnya dengan Timor Timur (Timor Leste) dan Australia.
Rudal Krypton Kh-31 diusung Fighter Sukhoi Indonesia (photo: FB Jiwa Merah Putih)Add caption |
Markas (HQ) dari masing-masing kelompok Kogabwilhan tidak harus berada di lokasi penempatan pasukan/deployment. Misalnya, untuk mengkover Natuna, Komandonya bisa saja dibentuk di ibukota Kalimantan Barat, Pontianak atau di ibukota Riau Pekanbaru.
“Kami belum memutuskan apakah akan memiliki tiga atau empat kelompok Kogabwilhan. Jika kita memiliki empat maka harus mencakup bidang timur, barat dan tengah Indonesia. Komando untuk pulau Jawa akan berdiri sendiri, ” ujar Menteri Pertahanan.
Untuk mendukung kebijakan tersebut kementerian sedang melakukan apa yang disebut “right-sizing” dalam penugasan personilnya, di mana prioritas ditujukan bagi pasukan pemukul daripada pasukan pendukung.
“Tidak akan ada penambahan jumlah pasukan. Apa yang kita lakukan adalah memilih dan menugaskan kembali prajurit ke dalam divisi-divisi yang prioritas,” ujar Purnomo. Pada tahun 2013, Indonesia memiliki sekitar 460.000 personil dan setiap tahun ada 13000 yang pensiun.
Sebagai bagian dari restrukturisasi, Kementerian Pertahanan sedang melakukan proses pengembangan satuan Marinir, dengan penambahan terbaru, Batalyon Marinir ke-10 di Pulau Setokok, sekitar 4 kilometer sebelah tenggara dari Pulau Batam, Kepulauan Riau. Presiden Yudhoyono dijadwalkan meresmikan batalion yang ditugaskan dengan 600 personil, pada bulan Maret 2014.
Tanda-tanda bahwa TNI serius dalam menyusun cara memandang dunia luar, baru-baru ini disetujui pembelian selusin kapal selam Kilo Class Rusia. Sebuah tim dijadwalkan terbang ke Moskow pada akhir bulan untuk memproses pembelian melalui fasilitas kredit ekspor Rusia, yang disertai suku bunga rendah.
“Apa yang akan menjadi game changer bukanlah kapal selam kilo, tetapi rudal jelajah Club- S yang diangkut kapal selam tersebut,” ujar Purnomo. Ia menambahkan bahwa rudal itu bisa mencapai target sejauh 400 km.
Indonesia ini juga sedang menunggu pengiriman 30 pesawat tempur F-16 yang diperbaharui (refurbished) dan selusin helikopter serang Apache dari AS, yang dimulai tahun ini, serta 103 Tank Tempur Utama Leopard refurbished dari Jerman.
Anggota DPR Komisi Pertahanan, intelijen dan urusan luar negeri Susaningtyas Handayani Kertopati mengatakan, TNI harus memperkuat pendekatan “outward looking” pada saat tanda-tanda ancaman meningkat.
“Ancaman terbesar jelas akan berasal dari Australia, ” katanya.
Baru-baru ini, Australia meminta maaf kepada Indonesia setelah kapal patroli perbatasan mereka, memasuki perairan Indonesia tanpa izin dalam upaya menghentikan migran/ manusia perahu.
Seorang pejabat Departemen Pertahanan telah memperingatkan bahwa kebijakan “tow-back” Australia akan menyulut konflik. Kebijakan tersebut mencakup tindakan Angkatan Laut Australia yang mencegat kapal manusia perahu menuju Australia dan memaksanya kembali ke perairan Indonesia.
“Sekarang kami memiliki tiga frigat di perbatasan, bentrokan bisa saja terjadi ketika Angkatan Laut kita mencegah towing- back yang dilakukan Australia”, ujar pejabat yang tidak mau disebutkan namanya, terkait isu sensitivitas tersebut .
Selama empat dekade TNI telah berhasil memadamkan ancaman dalam negeri -terutama, konflik separatis di Aceh dan Papua, serta kekerasan komunal dan sektarian di Kalimantan dan Maluku. Sumber daya pasukan dan struktur komandonya sebagian besar disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Tapi setelah ancaman dalam negeri surut dalam delapan tahun terakhir, TNI secara bertahap mengalihkan fokusnya untuk membangun kemampuan daya tangkal/ deterrent dan mulai mengambil pendekatan yang lebih serius terhadap ancaman dari pihak asing.
(thejakartapost.com)
0 komentar:
Posting Komentar