Hendrajit (http://thehendrajitreview.wordpress.com/) |
Joko Widodo atau Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai gubernur Jakarta pada Jumat, 14/03/14, di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, secara resmi mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2014 mendatang.
Deklarasi Jokowi tersebut dianggap sebagian kalangan adalah langkah positif di kancah pesta demokrasi Indonesia. Tetapi, sebagian pihak tidak setuju dengan deklarasi Jokowi.
Dan berikut ini adalah wawancara Islam Times via inbox Facebook pada Senin, 17/03/14, dengan Bapak Hendrajit, pengamat Politik Luar Negeri yang juga pernah bergabung dengan Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS) pada 1986, sekaligus salah satu pemrakarsa berdirinya Global Future Institute (GFI) di bawah naungan Yayasan Global Masa Depan, terkait dengan isu-isu pencapresan Jokowi.
Islam Times (IT): Bisa Bapak menceritakan sedikit tentang asal-usul kiprah politik Jokowi yang konon katanya dekat dengan Dubes AS sebelumnya, Scot Marciel?
Hendrajit (H): Kedekatan dengan Dubes Scot Marciel saya tidak punya informasi. Namun kalau Anda tanya keterkaitan Jokowi dengan Amerika setidaknya ada dua indikasi. Pertama, adanya tali-temali yang erat antara Jokowi dan keluarga besar Mochtar dan James Riadi. Dan keduanya ini meski mewakili kepentingan bisnis Overseas Chinese, namun lebih dekat dengan jaringan orang-orang berpengaruh di Amerika Serikat.
Kalau James Riadi sangat dekat dengan mantan Presiden Bill Clinton, bisa dipastikan jaringan politik yang punya link up dengan Partai Demokrat AS, tentunya sangat mendukung pencapresan Jokowi.
Adapun kaitan Jokowi dengan Amerika, sebenarnya bisa dilacak lebih jauh dengan membuka kembali tumpukan berita lama, ketika Maya Sutoro, adik tiri Obama, berkunjung ke Indonesia. Meski resminya Maya datang ke Indonesia untuk wisata dan nostalgia, namun beberapa informasi yang saya dengar, sebenarnya Maya telah menjalin kontak dengan beberapa tokoh penting Indonesia. Dan dengan Jokowi, meski tidak tatap muka, kabarnya sempat kontak via telp dengan Gubernur DKI Jakarta ini.
Artinya, ada indikasi kuat bahwa Jokowi memang didukung beberapa kalangan strategis di Amerika baik melalui konglomerat-konglomerat Cina yang punya kedekatan dengan Amerika, maupun beberapa mantan jenderal angkatan darat dari AKABRI 1970. Yang salah satu tokoh sentralnya adalah Luhut Panjaitan.
IT: Sejauh mana kebenaran mengenai hubungan JOKowi dengan para pengusaha Indonesia yang sebagian besar masuk black list pemerintah Idonesia, apakah ini benar?
H: Soal ini masih perlu konfirmasi dan pendalaman lebih lanjut. Namun sekadar pemetaan, beberapa pengusaha Cina eks Jimbaran Group yang dibesarkan semasa Suharto, sekarang terbelah dua yang dulunya bersatu. Group Gajah Tunggal (Sjamsul Nursalim) dan beberapa kroni bisnisnya, saat ini lebih berkiblat ke Cina daratan. Termasuk Tong Jo, pengusaha Cina yang dulu sangat dekat dengan Bung Karno, dan sekarang berbasis di Singapore. Sisi lain, Mochtar dan James Riadi dari LIPPO GROUP, berkiblat ke Amerika. Dan dua kubu ini, saya kira akan bertempur pada pemilu presiden mendatang. Sehingga ketika Jokowi dan Prabowo akhirnya nanti head to head, saya kira keduanya akan jadi sasaran Proxy War Amerika versus Cina di Indonesia. Menarik memang.
IT: Apa kira-kira yang membuat masyarakat merasa begitu optimis pada sosok Jokowi bisa memimpin Indonesia, jangan-jangan itu cuma rekayasa media saja.
H: Benar. Kata kuncinya Jokowi ini satu-satunya senjata unggulannya adalah Popularitas. Dan sosok ini, apapun alasannya, memang aktor baru di pentas politik. Masalahnya, seberapa besar elektabilitasnya, baru kelihatan dari hasil Pileg mendatang. Saya sendiri menduga, pencapresan Jokowi oleh Mega, sejatinya cuma pelantikan Jokowi sebagai Ketua Jurkam Nasional PDIP untuk Pemilu Legislatif 2014.
Buktinya, keputusan pencapresan Jokowi tidak melalui mekanisme Rapimnas. Dan ini Mega berarti keluar dari pakemnya sendiri selama ini yang selalu taat pada konstitusi dan legalitas.
IT: Bagaimana posisi dan daya tawar Jokowi di tubuh PDIP?
H: Ini terkait jawaban saya untuk pertanyaan nomor 3. Justru Mega karena menyadari popularitas dan pengharapan beberapa kalangan masyarakat agar Mega mencapreskan Jokowi, Mega justru secara cerdas memunculkan Jokowi lebih cepat daripada yang diduga banyak orang. Namun ini logis jika dipandang sebagai strategi menambah suara dukungan PDIP pada Pileg, sehingga melampau kisaran 14-15 persen yang selama ini memang sudah captive voters PDIP sejak 2004. Yang memang massa solid PDIP, apapun situasi dan kondisinya.
IT: Bagaiaman peluang Capres lain, seperi Prabowo dan Wiranto atau Ical?
(Percakapan Obrolan Berakhir)
H: Sejujurnnya saya katakan, pencapresan Jokowi oleh PDIP, malah menguntungkan Prabowo Subianto. Karena berbagai kalangan yang tidak berpihak pada Jokowi ataupun PDIP, namun masih ragu dan abu-abu pada Prabowo, pencapresan Jokowi justru akan mem-faith accomply mereka untuk merapat ke Prabowo.
0 komentar:
Posting Komentar