Menkominfo telah mewacanakan untuk menutup Telkomsel dan Indosat setelah Edward Snowden menyebutkan sedikitnya 1,8 juta pelanggan kedua operator tersebut bocor ke tangan NSA dan badan intelijen Australia, meskipun bocornya data pelanggan tidak selalu berhubungan dengan operator yang bersangkutan.
Bila penutupan itu benar-benar dilakukan, dampaknya akan sangat besar bukan hanya bagi telekomunikasi, tapi juga perekonomian nasional.
Telkomsel menutup tahun 2013 dengan total raihan 131,5 juta pelanggan secara nasional, naik dari jumlah 125 juta pelanggan di akhir tahun 2012. Indosat sendiri hingga Desember tahun lalu mencatat jumlah pelanggan sebanyak 56 juta pelanggan.
Saat ini Telkomsel sendiri menguasai pasar seluler lebih dari 50 persen, sedangkan Indosat sekitar 25 persen, sehingga bila kedua operator tersebut ditutup, akan ada 187 juta pelanggan yang kehilangan akses telekomunikasi. Imbasnya, telekomunikasi yang selama ini menjadi penggerak roda perekonomian menjadi terganggu.
Tahun lalu, Telkomsel membangun sebanyak 15.000 BTS, sehingga secara total memiliki 67.000 BTS, di mana sebanyak 24.000 adalah BTS 3G. Sedangkan Indosat, sampai September tahun lalu memiliki 23.207 unit BTS. Padahal, investasi untuk 1 BTS tidaklah sedikit, yaitu minimal Rp 1 miliar per menara telekomunikasi yang bisa diisi sekitar 3 BTS.
Selain BTS, ribuan kilometer jaringan serat optik milik Indosat dan Telkomsel melalui Telkom juga akan terbuang percuma. ?Indosat memiliki infrastruktur serat optik yang cukup kuat di Indonesia bagian barat, meski di bagian timur Indonesia juga ada.
Untuk jalur internasional, Indosat bergabung dengan konsorsium Asia America Gateway (AAG). Sedangkan Telkom memiliki jaringan serat optik yang lebih merata di barat dan timur Indonesia setelah sebagian proyek Palapa Ring diambil alih oleh BUMN tersebut.
Selama ini pendapatan terbesar Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah dari BHP frekuensi. Bahkan dari total PNBP tahun lalu yang sebesar Rp 13 triliun, hampir separuhnya datang dari BHP frekuensi.
Untuk frekuensi 3G saja, Telkomsel harus mengeluarkan Rp 480 miliar per tahun, sedangkan Indosat Rp 320 miliar per tahun. Belum BHP frekuensi pita lainnya, apalagi bila ditambah dengan pungutan universal service obligation (USO) yang mencapai 1,25 persen dari pendapatan operator ditambah lagi BHP Jastel sebesar 0,75 persen dari pendapatan kotor operator.
Boleh dibilang, Telkomsel merupakan pelopor teknologi long term evolution di Indonesia. Bahkan teknologi LTE dari Telkomsel sempat sukses diujicobakan dalam forum APEC di Bali. Adapun, Indosat, yang memiliki 20 MHz di pita 1800 MHz juga memiliki kesempatan sangat besar menggelar LTE, sedangkan 3G di 900 MHz nya pun memiliki kecepatan mendekati LTE.
Bila kedua operator tersebut ditutup, maka Indonesia akan makin tertinggal dalam bidang telekomunikasi, dan yang paling buruk adalah dikucilkan oleh negara lainnya. Ha itu bukan hanya mempengaruhi industri telekomunikasi, tapi industri lainnya seperti pariwisata, perbankan, pertambangan, dan lainnya.
sumber: merdeka
0 komentar:
Posting Komentar