Rabu, 12 Maret 2014

Kemajuan Indonesia Yang Luput dari Kita


Professor Hugh White
oleh Professor Hugh White

AUSTRALIA melihat Indonesia saat ini melalui sebuah kaleidoskop gambaran negatif: teroris Islam, penyelundupan manusia, tsunami yang mengerikan, kekerasan di Timor Timur, rumah potong hewan yang brutal, dakwaan narkoba kepada warga Australia. Dakwaan thdp Schapelle Corby entah bagaimana menggambarkan semuanya.

Tapi ada cerita besar yang luput dari kita. Perekonomian Indonesia tumbuh begitu kuat, yang mana menurut Citibank, Indonesia akan menjadi yang terbesar keempat di dunia pada tahun 2040. Tetangga besar kita akan tiga atau empat kali lebih kaya dari kita. Bahkan PDB nya telah menyusul kita sekitar 15 persen.

Tentu saja, Indonesia masih memiliki masalah mendalam yang bisa menghambat kemajuannya, tetapi bodoh sekali jika kita bertaruh pada hal itu. Kita akan jauh lebih cerdas untuk mulai bertanya apa yang akan kita lakukan jika Indonesia cepat melesat ke depan menjadi lebih kaya dan lebih kuat dari kita.

Tampaknya sudah menjadi keadaan alam Indonesia yang membuatnya miskin dan lemah, dan kita kaya dan kuat, sebelumnya selalu seperti itu. Sampai sekarang kami tidak pernah harus berurusan dengan tetangga dekat yang kaya dan berkuasa seperti kita. Hidup bertetangga dengan negara berkekuatan besar adalah pengalaman baru bagi kami, dan mungkin tidak menyenangkan.

Tentu saja hubungan kita dengan Indonesia akan berubah secara fundamental, dan kita perlu memastikan hal itu tidak berubah menjadi buruk. Kita perlu bertanya pada diri sendiri hubungan seperti apa yang kita inginkan dengan Indonesia saat ia menjadi kekuatan besar, dan mulai membangun hubungan itu sekarang.

Hal ini tidaklah mudah. Tidak ada dua negara tetangga di dunia yang memiliki kurang kesamaan satu sama lain, jadi kami tidak pernah dapat menjalin hubungan begitu saja. Tapi itulah yang telah dilakukan Canberra selama 15 tahun terakhir. Media kami didominasi oleh isu-isu pihak ketiga seperti penyelundupan manusia, ekspor ternak hidup, dan pelaku narkoba.

Pemerintah kami mengatakan hubungan kedua negara “tidak pernah kuat'', namun, setelah dua tahun menjabat sebagai Perdana Menteri, Julia Gillard tidak pernah ada waktu untuk melakukan kunjungan bilateral yang tepat ke Jakarta. Kunjungan Kevin Rudd pada bulan Juni 2008 mungkin satu-satunya kunjungan bilateral formal untuk Indonesia oleh Perdana Menteri Australia sejak lengsernya Suharto.

14 tahun yang lalu. Bandingkan dengan diplomasi energik dan imajinatif Paul Keating di Jakarta. Pemerintah mengatakan dana bantuan besar-besaran kami adalah kunci untuk hubungan yang baik (dengan Indonesia). Indonesia adalah penerima bantuan terbesar kami, mendapatkan lebih dari setengah miliar dolar untuk tahun anggaran berikutnya. Tapi uang ini telah menjadi pengganti bagi keterlibatan politik dan diplomatik yang serius. Uang ini tidak bisa membeli hubungan yang kita butuhkan dengan Indonesia ketika negara itu menjadi kekuatan besar.

Kita membodohi diri kita sendiri jika kita berpikir mereka membutuhkan bantuan kita untuk berhasil, dan kita membodohi diri kita sendiri jika kita mengharapkan rasa terima kasih. Tidak ada yang suka menerima sumbangan, terutama dari tetangga. Mereka yang menawarkan lebih sering dibenci daripada diberi rasa terima kasih. Bahkan, semakin Indonesia tumbuh besar, semakin kita merusak program bantuan daripada membangun hubungan yang kita inginkan dengan mereka.

Hari ini, 14 tahun setelah Indonesia merintis jalan menuju demokrasi, hubungan kita masih lebih lemah daripada ketika mereka masih dipimpin Suharto, dan hubungan di antara kita sudah merenggang - digambarkan paling jelas oleh penurunan dalam studi Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dan universitas-universitas kita.

Namun begitulah, resiko dan peluang ikut tumbuh sebagaimana Indonesia juga tumbuh besar. Pertimbangkan hubungan strategis, Indonesia adalah satu-satunya negara tetangga yang bisa menimbulkan ancaman militer serius bagi kami, dan Indonesia juga adalah satu-satunya yang bisa menjadi sekutu yang benar-benar secara strategis berharga. Dalam kedua hal, itu akan menjadi lebih penting bagi kami semakin Indonesia menjadi kuat.

Di satu sisi, angkatan laut dan udara Indonesia akan terus tumbuh, menggeser keseimbangan militer dan meningkatkan kapasitas Indonesia untuk mengancam kita. Di sisi lain, jika persaingan tumbuh antara kekuatan besar di Asia selama beberapa dekade mendatang, kekuatan Indonesia mungkin penting untuk keamanan kami, membantu menjaga perjuangan mereka jauh dari pantai kita. Kemudian kita ingin Indonesia menjadi bentuk baru dari “pertahanan yang maju''. Memang, dalam beberapa dekade mendatang Indonesia bisa menjadi mitra strategis kami yang paling penting.

Kita masih jauh dari hal itu saat ini. Di mana kita harus mulai? Pertama, kita harus memberikan prioritas hubungan yang layak dalam kebijakan luar negeri kita. Hal ini jauh lebih penting daripada NATO, Afghanistan, tawaran Dewan Keamanan PBB dan begitu banyak hal hambar lainnya yang mengkonsumsi begitu banyak energi saat ini.

Kedua, kita harus kembali fokus, menjauh dari isu-isu fihak ketiga seperti penyelundupan manusia dan ekspor ternak, dan menjadi fihak strategis pertama dan tantangan lain yang kita hadapi. Ketiga, mengurangi penekanan bantuan dalam hubungan, dan menghabiskan uang hanya pada program untuk mengirim sejumlah besar pemuda Australia - mungkin 10.000 orang per tahun - ke Indonesia untuk belajar Bahasa dan mengenal negara tersebut.

Dan terakhir, mengembalikan konsensus politik di antara partai-partai politik utama kami tentang sentralitas hubungan untuk masa depan Australia. Sampai dengan tahun 1998, kedua belah pihak mengakui bahwa hubungan ini terlalu penting untuk dimainkan dalam politik. Sejak itu, para pemimpin dari kedua belah pihak tidak memiliki keberanian politik untuk berbicara untuk mendukung hubungan kedua negara dalam hal yang menegakkan keadilan dalam isu-isu yang dipertaruhkan. Kita tidak akan mendapatkan Indonesia yang benar sampai seseorang mulai melakukan itu. [IT/Onh/Ass]

Sumber: https://www.facebook.com/notes/fuad-thahir/kemajuan-indonesia-yang-luput-dari-kita/817619364931552

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *