Abdul Moqsith Ghazali, aktivis jaringan
liberal berkedok Islam, dalam artikelnya di situs JIL menjadikan ucapan
Selamat Natal dan Selamat Idul Fitri sebagai tolok ukur toleransi
seorang umat beragama. Sehingga umat Islam dituding tidak toleran karena
tidak mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristen. Sebaliknya, orang
Kristen diberi label sangat toleran karena mau mengucapkan Selamat Idul
Fitri kepada umat Islam.
Logika ini tidak relevan, miring dan
generalisasi yang gegabah. Menyejajarkan Idul Fitri dengan Natal adalah
tindakan yang keliru, karena keduanya berbeda dan sama sekali tidak
sejajar.
Tidak benar jika umat Kristen disebut
sebagai orang yang sangat toleran hanya karena mengucapkan Minal Aidzin
Wal Faizin kepada umat Islam yang berhari raya Idul Fitri. Karena pada
hari raya umat Islam lainnya, orang Kristen pantang mengucapkan
selamat, misalnya pada hari raya Idul Adha (Idul Qurban).
...Natalan memperingati hari kelahiran Yesus pada 25 Desember adalah pelecehan yang besar. Yesus pasti murka bila hari lahir dewa kafir dirayakan sebagai hari kelahiran dirinya...
Orang Kristen tidak pernah mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Adha kepada umat Islam, karena hari raya ini
bertolak belakang dengan doktrin kristiani. Umat Islam merayakan hari
raya Qurban, di mana sejarahnya diawali dengan ujian Allah Ta’ala kepada
Nabi Ibrahim untuk mengurbankan (menyembelih) putra kesayangannya
yaitu Nabi Ismail.
Hal ini ditentang keras oleh pihak
Kristen karena mereka menganggap bahwa putra Nabi Ibrahim (Abraham) yang
akan dikurbankan bukan Ismail, tapi Ishaq. Bahkan kalangan Kristen
radikal tidak mengakui Ismail sebagai putra Nabi Ibrahim.
Dengan teori toleransi Moqsith Ghazali,
sebagai makhluk yang toleran, seharusnya umat Kristen mau mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Adha, Selamat Maulid Nabi dan Selamat Isra’
Mi’raj Nabi Muhammad. Karena mereka tidak mau mengucapkan Selamat Hari
Raya Idul Adha, seharusnya Moqsith dan para liberalis lainnya berani
memvonis umat Kristen sebagai kaum yang tidak menghargai toleransi.
Tapi tanpa malu sedikit pun, para
liberalis agama itu ngotot memuji umat Kristen sebagai kaum yang
toleran, sembari menuding umat Islam sebagai kaum intoleran. Inilah
logika miring orang-orang yang kerasukan JIL.
Jika Moqsith tetap memaksakan egonya agar umat Islam mengucapkan Selamat Natal kepada orang Kristen, maka solusinya ada dua:
Pertama,
ucapkan Selamat Natal secara lengkap dengan penjelasannya sesuai dengan
aqidah Islam. Misalnya: Selamat Natal atas kelahiran Yesus Kristus,
nabi yang menubuatkan kenabian Muhammad SAW, bukan Tuhan, bukan
inkarnasi Tuhan, bukan penebus dosa, dan bukan nabi terakhir.
Kedua, ucapkan
Selamat Natal tidak pada tanggal 25 Desember, karena tanggal ini bukan
hari kelahiran Yesus. Seluruh sejarawan dunia termasuk sejarawan
Kristen mengakui bahwa tanggal ini adalah hari penyembahan kepada Dewa
Matahari (Mitharisme) yang lazim disebut Sol Invictus (matahari yang tak terkalahkan). Tradisi paganisme (agama kafir) inilah yang diadopsi dalam perayaan Natal.
Bila umat Islam mengucapkan Selamat
Natal pada 25 Desember mengikuti agama Kristen, berarti pelecehan
terhadap nabi Allah. Nabi Isa AS pasti murka bila hari lahir dewa kafir
dirayakan sebagai hari kelahiran dirinya. [A Ahmad Hizbullah MAG/SI]
0 komentar:
Posting Komentar