OKYO - Jepang dan Amerika Serikat telah melakukan
perjanjian rahasia yang mengizinkan pasukan AS untuk membawa senjata
nuklir kepada bangsa itu secara diam-diam, koran nasional Jepang,
Yomiuri Shimbun melaporkan pada hari Senin (12/11).
Seorang mantan wakil
menteri Menteri Luar administratif, Ryohei Murata, yang bertugas di
posisi itu dari Juli 1987 sampai Agustus 1989, mengatakan dalam sebuah
wawancara dengan Yomiuri Shimbun bahwa ia percaya ada kesepakatan
seperti itu.
"Terdapat dokumen
sejenis ini," kata Murata, 79, merujuk ke spekulasi bahwa pemerintah
Jepang dan AS telah secara rahasia memiliki perjanjian dimana Jepang
akan secara diam-diam menyetujui panggilan pelabuhan dan memberikan
jalur masuk melalui perairan teritorial Jepang oleh kapal perang AS yang
membawa senjata nuklir.
Kesepakatan tersebut telah tercapai pada tahun 1960, ketika kedua negara memperpanjang perjanjian bilateral keamanan.
Kesepakatan tersebut telah tercapai pada tahun 1960, ketika kedua negara memperpanjang perjanjian bilateral keamanan.
Meskipun pemerintah
Jepang telah resmi untuk menolak adanya kesepakatan itu, pertama kalinya
pembongkaran rahasia yang terbaru oleh mantan wakil administratif
menteri luar negeri itu telah mengukuhkan bahwa perjanjian semacam itu
memang ada.
Selama negosiasi
melalui perjanjian bilateral, Jepang dan AS setuju untuk terus
mendiskusikan jika pasukan AS akan membawa senjata nuklir ke wilayah
Jepang sebagai suatu hal yang merupakan " perubahan penting dalam
peralatan."
Tetapi dua pemerintah
diyakini telah sepakat untuk sebuah perjanjian rahasia sehingga
panggilan pelabuhan dan jalur masuk melalui perairan teritorial Jepang
oleh kapal perang AS akan dibebaskan dari konsultasi sebelumnya dalam
hal darurat militer di Timur Jauh.
Keberadaan perjanjian rahasia itu dikemukakan oleh sebuah dokumen resmi pemerintah AS, yang dikenal sebagai NSSM5 yang diperoleh oleh Yomiuri Shimbun pada tahun 1997, dan oleh kesaksian dari sumber di pihak AS.
Keberadaan perjanjian rahasia itu dikemukakan oleh sebuah dokumen resmi pemerintah AS, yang dikenal sebagai NSSM5 yang diperoleh oleh Yomiuri Shimbun pada tahun 1997, dan oleh kesaksian dari sumber di pihak AS.
Berbicara dengan
Yomiuri, Murata berkata, "Pendahulu saya berkata kepada saya untuk
menyampaikan isi (dari perjanjian rahasia) kepada menteri dalam
kapasitas saya sebagai wakil menteri administratif."
Murata mengatakan ia membahas isi dengan menteri luar negeri pada saat itu.
Murata juga mengatakan
bahwa wilayah perairan lima selat besar telah dibatasi hingga tiga mil
laut dari tanah untuk mencegah jalur dari kapal perang AS yang membawa
senjata nuklir di sana menjadi titik fokus politik.
Meskipun Konvensi PBB
tentang Hukum Kelautan memungkinkan sebuah negara untuk mengatur jarak
untuk teritorial perairan sepanjang 12 mil laut, angka di Selat Soya,
Tsugaru, dan Osumi, Serta Selat Higashi-suido di Tsushima dan Selat
Nishi-suido hanya ditetapkan pada jarak tiga mil laut.
Murata menjawab: "Ini
adalah bagaimana saya mengerti maksud dari hal ini. Dan walaupun bukan
saya yang memutuskan hal ini, saya pikir itu jelas semuanya hanyalah
tindakan sementara yang lihai."
Karena bagian dari
perairan di bagian kelima selat itu adalah perairan internasional
sehingga kapal perang dari Cina dan beberapa negara lain sering melalui
area perairan tersebut.
Namun, Menteri Luar Negeri Hirofumi Nakasone di DPR Komite Luar Negeri menyangkal adanya perjanjian semacam pada 10 Juni.
"Perdana menteri dan menteri luar negeri di masa lalu jelas menolak keberadaan suatu perjanjian rahasia," katanya.
Wakil Menteri Luar
Mitoji Yabunaka, sementara itu, mengatakan pada konferensi pers pada 1
Juni, "Tidak ada perjanjian rahasia, itu saja yang saya tahu tentang
masalah ini."
Sementara itu pada
tanggal 17 Juni lalu, sebuah sidang atas kesepakatan rahasia Jepang-AS
dimulai di Pengadilan Distrik Tokyo, dengan tuntutan agar pemerintah
mengungkapkan tiga dokumen mengenai perjanjian bilateral tersebut.
Meskipun perjanjian tahun 1960 telah terbongkar di Jepang sejak AS
mendeklasifikasikan dokumen itu pada tahun 1997, Tokyo telah secara
konsisten menolak bahwa mereka telah membolehkan semua pesawat terbang
dan kapal AS bersenjata nuklir untuk berhenti di negera tersebut tanpa
konsultasi.
''Secara umum, dokumen
yang dikompilasi dalam proses negosiasi bilateral atau multilateral
terkadang ditinggalkan nanti jika itu bukan kesepakatan akhirnya." ujar
negara Matahari Terbit itu. Mereka menyatakan dokumen tersebut mungkin
telah hilang, walaupun tidak dapat memastikan apakah memang ada dokumen
semacam itu di masa lalu. Hakim Norihiko Sugihara berkata,''Hal ini
dapat dimengerti bahwa penuntut berargumen bahwa pihak Jepang harusnya
memiliki dokumen-dokumen seperti yang dimiliki pihak AS ... saya
harapkan negara memiliki penjelasan rasional jika mengatakan ia tidak
memiliki dokumen itu.'' Click Documentary iw/dyo/jt) dikutip oleh
good posting