Teknik Neuroimaging dari Siemens Software yang digunakan oleh dokter Angkatan Darat AS untuk memeriksa dan mendiagnosa traumatic brain injuries (cedera otak traumatis).Foto: Siemens, via US Army |
Kita mulai dengan pasca-traumatic stress disorder atau PTSD. Sejak tahun 2001, 129.731 tentara AS telah didiagnosis dengan gangguan ini akibat Perang Irak. Sebagian dari mereka, 104.000 tentara adalah mereka yang bertugas langsung di medan perang, dan selebihnya adalah tentara yang bertugas di belakang layar.
PTSD adalah gangguan kecemasan parah yang dapat berkembang setelah terpapar setiap peristiwa yang menghasilkan trauma psikologis, dalam hal ini Perang Irak. Kejadian ini dapat memicu ancaman kematian diri sendiri maupun orang lain bahkan merusak potensi integritas fisik, seksual, atau psikologis individu. Sebagai efek dari sebuah trauma psikologis, PTSD biasanya menunjukkan frekuensi gejala yang tidak sering muncul namun berlangsung cukup lama bila dilihat dan dibandingkan gejala pada penderita stress akut.
Namun, data tentara AS yang mengalami PTSD ini belum menunjukkan data sebenarnya, kemungkinan masih banyak lagi tentara AS yang mengalami PTSD. Ibarat fenomena Gunung Krakatau, terlihat kecil di permukaan laut namun sesungguhnya di bawah laut gunung ini sangat besar. Mantan wakil kepala staf Angkatan Darat AS Jenderal Peter Chiarelli (purn), telah mengusulkan untuk meniadakan huruf "D" dari PTSD agar tidak mengucilkan mereka (para tentara) dan bermaksud untuk mendorong veteran perang Irak agar lebih bersemangat untuk sembuh. Namun, tidak semua pendukung veteran Perang Irak setuju dengan ide Chiarelli itu.
Penelitian oleh Kongres AS juga menghadirkan data bekas cedera dari perang pasca tragedi WTC 9 September, traumatic brain injury (TBI), sering diderita oleh tentara AS yang selamat dari ledakan bom buatan sendiri para gerilyawan Irak. Dari tahun 2000 sampai tahun 2012, sebanyak 253.330 tentara AS telah mengalami TBI dalam berbagai jenis dan stadium. Sekitar 77 persen dari kasus-kasus tersebut diklasifikasikan oleh Departemen Pertahanan AS sebagai kasus "ringan", dengan kategori disorientasi yang berlangsung kurang dari 24 jam, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, kehilangan memori yang berlangsung kurang dari 24 jam dan struktur pencitraan otak masih menunjukkan hasil yang normal.
Kasus TBI yang dianggap parah oleh Departemen Pertahanan AS adalah kasus yang berlangsung lebih dari satu hari. Sekitar 6.500 dari seluruh kasus TBI adalah kasus parah, yang mencakup dampak cedera kepala terbuka, patah tulang tengkorak dan proyektil yang bersarang di otak.
Sama seperti PTSD, diagnosis TBI juga berfenomena Krakatau. Skrining militer untuk TBI ini masih buruk. Seorang petinggi militer AS mengatakan bahwa pada dasarnya jumlahnya jauh lebih banyak, ini diakibatkan kurangnya teknologi medis militer, khususnya di daerah seperti Irak dan Afghanistan.
Amputasi memang sudah menjadi bagian dari setiap perang. Hampir 800 veteran Perang Irak telah mengalami amputasi pada tungkai utama, dan 194 lainnya mengalami amputasi parsial, jari atau lainnya yang disebut kerugian minor tungkai. Untuk veteran Perang Afghanistan, angka-angka itu masing-masing adalah 696 dan 28.
Perang Irak memang telah berakhir, yang masih tinggal adalah segelintir tentara AS dan ribuan kontraktor. Perang Afghanistan saat ini dalam proses penarikan pasukan sampai dengan tahun 2014 dan belum diketahui berapa pasukan AS yang masih akan tetap tinggal di Afghanistan setelah penarikan pasukan. Kematian dan cedera pada tentara AS mungkin sudah "berakhir", namun efek samping dari perang pada sejumlah besar veteran perang tidak akan berakhir. (FS)
0 komentar:
Posting Komentar