Pulau Madagaskar, Ditemukan Oleh Perempuan Indonesia
Madagascar, tanah yang dihuni
binatang-binatang unik dan memiliki kekayaan hayati luar biasa adalah
salah satu tempat yang paling akhir dihuni manusia. Penelitian menguak,
pulau terbesar keempat di dunia itu mulai dihuni sejak 1.200 tahun lalu.
Kolonialisasi Madagaskar mungkin terjadi
tanpa disengaja. Peneliti menyebut, sekelompok perempuan dari Indonesia
adalah penghuni pertama Madagaskar. Ada kemungkinan mereka terpaksa naik
ke daratan karena kapal dagang yang membawa mereka terbalik.
Ini salah satu episode aneh dalam kisah pengembaraan manusia: faktor ketidaksengajaan menuntun orang menemukan Madagaskar.
Seperti dimuat situs sains, Physorg.com, sejak lama Madagaskar menjadi daya tarik bagi para antropolog.
Salah satu alasannya, mengapa manusia tak
menjamahnya selama ribuan tahun. Pulau keempat terbesar dunia itu
sebelumnya hanya dihuni para lemur.
“Hal yang tak biasa tentang pulau ini
adalah, Madagaskar terletak sangat jauh dari Indonesia. Ia juga dihuni
belakangan, ketika sebagian besar dunia telah berpenghuni,” kata
peneliti dari Massey University Selandia Baru, Murray Cox, kepada situs sains LiveScience.
“Kita bicara tentang budaya yang menyebar di sepanjang Samudera Hindia”, tambah Murray Cox.
Penelitian genetika sebelumnya secara
mengejutkan menunjukkan, alih-alih datang dari Afrika, nenek moyang
penduduk yang tinggal di lepas pesisir timur Afrika itu justru berasal
dari Indonesia, negara yang berjarak seperempat dunia, atau sekitar
5.600 kilometer.
“Yang belum kami ketahui pasti adalah, apa yang terjadi saat itu, kapan mereka datang dan bagaimana?” kata Cox.
Genetik DNA dari Indonesia
Untuk menemukan jawaban itu, Cox dan para
koleganya menganalisa gen dari mitokondria, dari 300 penduduk asli
Madagaskar dan 3.000 Indonesia. Mitokondria adalah baterai sel, pabrik
energi sel. Namun, mereka istimewa karena gennya diwariskan dari ibu.
Penelitian menyimpulkan, dari gen-gen tersebut, menunjukkan ada kesamaan antara genom orang Indonesia dan orang Madagaskar.
Tim ilmuwan biologi molekular yang dipimpin Murray Cox dari Massey University
Selandia Baru menggunakan uji DNA dari 266 orang dari tiga etnik
Malagasy atau orang asli Madagaskar, untuk menguak teka-teki migrasi
itu.
Mereka menemukan, sekitar 1.200 tahun
lalu, sekelompok manusia untuk kali pertamanya menginjakkan kaki di
Madagaskar. Diduga karena kapal yang karam.
Hasil analisa gen dari
mitokondria yaitu “baterai sel” yang gennya diwariskan dari ibu,
menyimpulkan dari 30 perempuan termasuk penemu Madagascar, 28 di
antaranya dipastikan dari Indonesia.
Beberapa penelitian sebelumnya tentang
orang Madagaskar, khususnya terkait kromosom Y (yang diturunkan dari
ayah ke anak) mengindikasikan, nenek moyang laki-laki juga berasal dari
Asia Tenggara. Meski para ilmuwan belum mendapatkan petunjuk, berapa
jumlah mereka.
“Juga ada kromosom Y dari Indonesia,”
kata Cox. “Kami sudah mengetahui bahwa nenek moyang orang madagaskar,
baik pria maupun wanita, berasal dari Indonesia. Kami hanya belum tahu
ada berapa jumlah pria kala itu. Bukti-bukti yang kami miliki, populasi
mereka juga kecil.”
Akar Bahasa Linguistik dari Indonesia
Tak hanya soal DNA, ada faktor lain yang
menunjukkan kontribusi nusantara, yakni bahasa. Dari segi linguistik,
penduduk Madagaskar bicara dalam bahasa, yang asal-usulnya bisa dilacak
sampai Indonesia.
Sebagian besar dari
leksikon Ma’anyan, bahasa yang dipraktekan sehari-hari di masyarakat
yang bermukim di sepanjang Sungai Barito, di wilayah pedalaman. Juga
ditemukan segelintir bahasa yang akarnya dari Jawa, Melayu, atau
Sansekerta.
Bukti lain pengaruh nusantara di
Madagaskar adalah penemuan perahu cadik, peralatan besi, instrumen musik
seperti gambang. Juga peralatan makan yang sangat ‘tropis’, sistem
tanam padi, pisang, ubi jalar di sela-sela hutan.
“Kontribusi Indonesia ada pada bahasa,
budaya, dan gen, yang terus berlanjut hingga saat ini di Madagaskar,”
demikian isi laporan tim ilmuwan.
Era Kerajaan Sriwijaya
Untuk menemukan berapa lama dan berapa
orang Indonesia yang menghuni pulau tersebut untuk kali pertamanya, para
ilmuwan menjalankan sejumlah simulasi komputer.
Lantas ditemukan, Madagaskar dihuni
populasi kecil, 30 perempuan, yang tiba di pulau itu 1.200 tahun lalu.
Sebanyak 93 persen atau 28 orang adalah orang Indonesia, dua lainnya
Afrika.
Masih dengan simulasi komputer
menunjukkan, pemukiman pertama di Madagaskar ada pada tahun 830 Masehi,
saat yang bersamaan dengan berkembangnya perdagangan nusantara di bawah
kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di Sumatera.
Ilmuwan menyimpulkan, semua penduduk asli Madagaskar terkait dengan 30 perempuan itu. Lalu bagaimana dengan para pria?
Kapal Yang Karam
Pertanyaan yang juga belum terjawab adalah, bagaimana para nenek moyang dari Indonesia sampai ke Madagaskar?
Para ahli mengaku, mereka belum
memperoleh kepastian. Fakta bahwa hanya ada 30 perempuan, dan
kemungkinan jumlah pria yang sama sedikitnya, mengarah pada faktor
ketidaksengajaan.
Ia menduga, saat itu, kapal dagang yang
diperkirakan mengangkut 500 orang karam, para penumpangnya yang selamat
bisa jadi naik ke daratan Madagaskar.
“Aku tak mengatakan, kami yakin bahwa itu
sesuatu yang tak disengaja. Namun, bukti baru menunjukkan, ini
kemungkinan yang masuk akal,” katanya.
Bagaimana para perempuan ini sampai di Madagaskar, hingga kini masih jadi misteri besar.
Tapi, ada tiga teori atau hipotesis soal ini :
Pertama, meski tak ada bukti, mereka dibawa oleh kapal dagang.
Kedua,
Madagaskar sejak dulu memang dijadikan koloni dagang atau tempat
pelarian orang yang kehilangan tanah dan juga kuasa karena ekspansi
Kerajaan Sriwijaya.
Ketiga,
dan paling berani, para perempuan itu kebetulan ada dalam kapal yang
tanpa sengaja mengarungi samudera. Simulasi arus laut dan pola cuaca di
musim hujan mendukung teori ini.
Arus laut saat itu bisa jadi yang
mendorong para korban selamat ke Madagaskar. Memang, fakta membuktikan,
reruntuhan kapal pengebom dari Sumatera dan Jawa saat Perang Dunia II
terbawa arus ke Madagaskar. Bahkan, dalam sebuah kasus, termasuk seorang
korban selamat dalam sekoci yang berlabuh di Madagaskar.
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences, 21 Maret 2012. (umi/vivanewss/LiveScience/Physorg)
0 komentar:
Posting Komentar