Intelijen
Inggris dilaporkan telah menyadap percakapan telepon dan riwayat email
para delegasi pada pertemuan G20, 2009 lalu. Ternyata ini bukan kali
pertama Inggris melakukan penyadapan para utusan asing.
Hal ini diberitakan laman The Guardian awal pekan ini. Dalam sebuah artikelnya, Guardian mengatakan bahwa praktik ini sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh Inggris semata, tapi kebanyakan negara tuan rumah.
Inilah yang menyebabkan beberapa Kedubes di ibukota sebuah negara memiliki ruangan khusus tanpa jendela untuk menghindari penyadapan.
Kasus penyadapan oleh intelijen Inggris M15 yang paling terkenal terjadi tahun 1985. Seorang pejabat M15 Peter Wright mengungkapkan kala itu bahwa M15 telah menyadap seluruh konferensi para diplomat asing di gedung pertemuan Lancaster House antara tahun 1950an sampai 1960an, selama perang dingin.
Penyadapan juga dilakukan oleh Inggris pada negosiasi kemerdekaan Zimbabwe tahun 1979. Inggris sempat menanggung malu saat upaya mata-mata mereka terhadap kapal perang Soviet yang ditumpangi pemimpin Soviet Nikita Khrushchev terbongkar.
Saat itu, M15 memerintahkan "Buster" Crabbe, mantan anggota pasukan katak angkatan laut Inggris untuk menyelam dan menyelidiki jenis baling-baling kapal canggih di kapal perang Soviet tersebut saat sandar di pelabuhan Portsmouth.
Namun kecelakaan terjadi dan Crabbe ditemukan tewas dengan kepala terpisah dari tubuhnya. Peristiwa ini membuat aksi mata-mata Inggris terbongkar, Soviet marah besar dan melancarkan nota protes.
Indonesia Disadap
Namun yang paling mengejutkan, Guardian menuliskan bahwa diplomat Indonesia adalah satu dari beberapa sasaran penyadapan M15.
"M15 dituduh telah menyadap para diplomat, mulai dari Prancis, Jerman, Yunani dan Indonesia, termasuk kamar hotel suite pemimpin Soviet Niita Khrushchev saat mengunjungi Inggris tahun 1950an, dan menerobos masuk ke konsulat Soviet untuk mematai-matai mereka," tulis The Guardian.
Kala itu, dua media yang memberitakan perihal penyadapan ini, yaitu The Guardian dan Observer, ditekan oleh pemerintah.
Saat dimintai keterangan soal pemberitaan ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Michael Tene mengaku belum mendapatkan info soal penyadapan terhadap para diplomat RI di Inggris.
"Saya belum mendapatkan informasi soal ini," kata Tene kepada VIVAnews, Senin 17 Juni 2013.
Diplomat Disadap Inggris, Menlu RI Minta Penjelasan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri berharap Inggris memberikan penjelasan terkait aksi penyadapan yang dilakukan oleh agen intelijen mereka (GHCQ) terhadap delegasi konferensi G20 tahun 2009. Hal itu disampaikan oleh Menlu Marty Natalegawa yang ditemui usai menerima kunjungan kerja Menlu Nikaragua, Samuel Santos Lopez, Selasa 18 Juni 2013.
Marty mengaku sudah membaca artikel di harian Guardian tersebut dan berharap pemerintah Inggris menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya. "Bukan untuk apa pun juga, melainkan supaya masalah ini dapat dikelola dengan baik," ujar Marty.
Kendati berharap penjelasan dari pemerintah Inggris, Marty mengaku tidak akan memanggil Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning, untuk meminta keterangan. "Penyampaian melalui media itu sudah baik dan cukup. Tapi apabila saya bertemu dengan Dubesnya di suatu acara, tentu akan ditanyakan," kata Marty.
Menurut Marty, semua diplomat Indonesia selalu bekerja dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan pekerjaan mereka. Hal itu disebabkan pengetahuan mereka soal adanya cara-cara memperoleh informasi di luar jalur konvensional.
Namun Marty menepis bahwa spionase diplomatik sudah biasa terjadi dan dilakukan. "Saya tidak mengatakan hal semacam ini biasa terjadi dalam praktek diplomasi. Tetapi para diplomat Kemlu tentu selalu bertindak dengan penuh kehati-hatian supaya tidak akan ada masalah yang dapat menganggu kepentingan nasional negara," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, harian Inggris The Guardian kembali mengungkap fakta baru yang dibeberkan oleh pembocor rahasia AS, Edward Snowden. Mantan teknisi NSA itu mengatakan bahwa badan intelijen komunikasi Inggris (GCHQ) telah menyadap delegasi pertemuan tingkat tinggi yang berlangsung di London pada tahun 2009 silam.
Dalam beberapa dokumen yang diperlihatkan oleh Snowden kepada Guardian dalam format Power Point, terungkap bahwa mereka menyasar tiga pejabat dari tiga negara yaitu mantan Menteri Keuangan Turki, Mehmet Simsek, delegasi dari Afrika Selatan dan mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev.
Pada Senin kemarin ketiga negara tersebut mengaku berang saat tahu para delegasinya pernah dimata-matai oleh Inggris. Kemlu Turki bahkan sampai memanggil Dubes Inggris untuk Turki, David Reddaway dan menuntut penjelasan.
Afsel walau tidak menuntut keterangan dari pemerintah Inggris, namun mereka mengutuk aksi penyadapan itu. Sementara pejabat tinggi di Rusia terlihat kesal.
Mereka mengaku geram dengan Inggris yang bekerja sama dengan agen NSA untuk menyadap semua komunikasi mantan Presiden mereka.
"Tahun 2009 silam merupakan tahun Rusia-AS sepakat mengumumkan adanya perbaikan hubungan. Tapi saat yang sama agen intelijen AS mendengarkan komunikasi telepon Dmitry Medvedev. Dalam situasi seperti ini, bagaimana kami dapat mempercayai lagi pengumuman Barack Obama itu?" ujar seorang anggota senat di Dewan Federasi Rusia, Igor Morozov.
Hal ini diberitakan laman The Guardian awal pekan ini. Dalam sebuah artikelnya, Guardian mengatakan bahwa praktik ini sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh Inggris semata, tapi kebanyakan negara tuan rumah.
Inilah yang menyebabkan beberapa Kedubes di ibukota sebuah negara memiliki ruangan khusus tanpa jendela untuk menghindari penyadapan.
Kasus penyadapan oleh intelijen Inggris M15 yang paling terkenal terjadi tahun 1985. Seorang pejabat M15 Peter Wright mengungkapkan kala itu bahwa M15 telah menyadap seluruh konferensi para diplomat asing di gedung pertemuan Lancaster House antara tahun 1950an sampai 1960an, selama perang dingin.
Penyadapan juga dilakukan oleh Inggris pada negosiasi kemerdekaan Zimbabwe tahun 1979. Inggris sempat menanggung malu saat upaya mata-mata mereka terhadap kapal perang Soviet yang ditumpangi pemimpin Soviet Nikita Khrushchev terbongkar.
Saat itu, M15 memerintahkan "Buster" Crabbe, mantan anggota pasukan katak angkatan laut Inggris untuk menyelam dan menyelidiki jenis baling-baling kapal canggih di kapal perang Soviet tersebut saat sandar di pelabuhan Portsmouth.
Namun kecelakaan terjadi dan Crabbe ditemukan tewas dengan kepala terpisah dari tubuhnya. Peristiwa ini membuat aksi mata-mata Inggris terbongkar, Soviet marah besar dan melancarkan nota protes.
Indonesia Disadap
Namun yang paling mengejutkan, Guardian menuliskan bahwa diplomat Indonesia adalah satu dari beberapa sasaran penyadapan M15.
"M15 dituduh telah menyadap para diplomat, mulai dari Prancis, Jerman, Yunani dan Indonesia, termasuk kamar hotel suite pemimpin Soviet Niita Khrushchev saat mengunjungi Inggris tahun 1950an, dan menerobos masuk ke konsulat Soviet untuk mematai-matai mereka," tulis The Guardian.
Kala itu, dua media yang memberitakan perihal penyadapan ini, yaitu The Guardian dan Observer, ditekan oleh pemerintah.
Saat dimintai keterangan soal pemberitaan ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Michael Tene mengaku belum mendapatkan info soal penyadapan terhadap para diplomat RI di Inggris.
"Saya belum mendapatkan informasi soal ini," kata Tene kepada VIVAnews, Senin 17 Juni 2013.
Diplomat Disadap Inggris, Menlu RI Minta Penjelasan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri berharap Inggris memberikan penjelasan terkait aksi penyadapan yang dilakukan oleh agen intelijen mereka (GHCQ) terhadap delegasi konferensi G20 tahun 2009. Hal itu disampaikan oleh Menlu Marty Natalegawa yang ditemui usai menerima kunjungan kerja Menlu Nikaragua, Samuel Santos Lopez, Selasa 18 Juni 2013.
Marty mengaku sudah membaca artikel di harian Guardian tersebut dan berharap pemerintah Inggris menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya. "Bukan untuk apa pun juga, melainkan supaya masalah ini dapat dikelola dengan baik," ujar Marty.
Kendati berharap penjelasan dari pemerintah Inggris, Marty mengaku tidak akan memanggil Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning, untuk meminta keterangan. "Penyampaian melalui media itu sudah baik dan cukup. Tapi apabila saya bertemu dengan Dubesnya di suatu acara, tentu akan ditanyakan," kata Marty.
Menurut Marty, semua diplomat Indonesia selalu bekerja dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan pekerjaan mereka. Hal itu disebabkan pengetahuan mereka soal adanya cara-cara memperoleh informasi di luar jalur konvensional.
Namun Marty menepis bahwa spionase diplomatik sudah biasa terjadi dan dilakukan. "Saya tidak mengatakan hal semacam ini biasa terjadi dalam praktek diplomasi. Tetapi para diplomat Kemlu tentu selalu bertindak dengan penuh kehati-hatian supaya tidak akan ada masalah yang dapat menganggu kepentingan nasional negara," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, harian Inggris The Guardian kembali mengungkap fakta baru yang dibeberkan oleh pembocor rahasia AS, Edward Snowden. Mantan teknisi NSA itu mengatakan bahwa badan intelijen komunikasi Inggris (GCHQ) telah menyadap delegasi pertemuan tingkat tinggi yang berlangsung di London pada tahun 2009 silam.
Dalam beberapa dokumen yang diperlihatkan oleh Snowden kepada Guardian dalam format Power Point, terungkap bahwa mereka menyasar tiga pejabat dari tiga negara yaitu mantan Menteri Keuangan Turki, Mehmet Simsek, delegasi dari Afrika Selatan dan mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev.
Pada Senin kemarin ketiga negara tersebut mengaku berang saat tahu para delegasinya pernah dimata-matai oleh Inggris. Kemlu Turki bahkan sampai memanggil Dubes Inggris untuk Turki, David Reddaway dan menuntut penjelasan.
Afsel walau tidak menuntut keterangan dari pemerintah Inggris, namun mereka mengutuk aksi penyadapan itu. Sementara pejabat tinggi di Rusia terlihat kesal.
Mereka mengaku geram dengan Inggris yang bekerja sama dengan agen NSA untuk menyadap semua komunikasi mantan Presiden mereka.
"Tahun 2009 silam merupakan tahun Rusia-AS sepakat mengumumkan adanya perbaikan hubungan. Tapi saat yang sama agen intelijen AS mendengarkan komunikasi telepon Dmitry Medvedev. Dalam situasi seperti ini, bagaimana kami dapat mempercayai lagi pengumuman Barack Obama itu?" ujar seorang anggota senat di Dewan Federasi Rusia, Igor Morozov.
● Vivanews
0 komentar:
Posting Komentar