Bila dirunut kebelakang, nampak TNI kian fokus pada kelengkapan rudal
anti serangan udara (SAM/surface to air missile) dengan basis MANPADS
(man portable air defence systems). Ini bisa dilihat dari hadirnya
sista rudal Bofors RBS-70, Strela, Mistral,
Grom, dan QW-3. Dengan basis MANPADS, rudal dapat dioperasikan secara
mandiri oleh satu atau dua orang awak, atau dalam beberapa platform
dapat diintegrasikan dengan pola penembakkan otomatis dalam suatu sistem
peluncur, dalam hal ini adalah Mistral berpeluncur Tetral dan Grom dengan peluncur Poprad.
Khusus untuk yang dioperasikan secara mandiri, rudal dalam
klasifikasi MANPADS punya keunggulan pada fleksibilitas dan mobilitas
tinggi. Tapi disisi lain, dengan bobotnya yang ringan, rudal dalam
segmen ini hanya memenuhi kaedah SHORAD (short range air defence), alias
sistem pertahanan udara jarak dekat, rudal-rudal milik TNI dalam
platform MANPADS memang lincah bermanuver dan dapat ditembakkan dari
mana saja, tapi soal jangkauan tembaknya terbatas.
SAM SHORAD seperti Mistral, Grom, dan QW-3
rata-rata jarak tembak maksimumnya mencapai 5.000 – 6.000 meter. Dengan
kecepatan supersonic, itu artinya target yang disasar “hanya” efektif
menguber helikopter dan jet tempur yang terbang rendah dengan kecepatan
tinggi. Sementara dalam konteks menghadapi jet tempur yang terbang
tinggi diatas 8.000 – 10.000 meter, mungkin kita yang di darat hanya
bisa meratap pasrah, sambil berharap semoga jet tempur TNI AU dapat
meng-intercept.
Nah, menunjang operasional rudal-rudal diatas, awak rudal tentu tidak
bisa beroperasi maksimal tanpa didukung “panca indra” yang memadai.
Yang dimaksud disini adalah sistem radar mobile penjejak target. Untuk
urusan yang satu ini, TNI kita sudah punya sejarah panjang. Di era tahun
60-an, ada radar Nysa P-30 B/C untuk rudal SA-2, lalu ada radar Giraffe untuk RBS-70, dan MMSR (Mobile Multibeam Search Radar) untuk rudal Grom TNI AD. Dan kini TNI, khususnya Korps Paskhas TNI AU juga punya perangkat radar sejenis, yakni radar TH-5711 Smart Hunter.
Smart Hunter yang buatan Cina merupakan sistem radar yang digunakan untuk memandu awak rudal QW-3
dalam mengetahui arah datangnya target lawan. Maklum arah datangnya
pesawat lawan kadang sulit ditemukan secara visual. Dengan demikian,
awak rudal dapat mengambil inisiatif pertama untuk melakukan tembakan
untuk melumpuhkan pesawat penyusup. Smart Hunter dipasang dalam platform
jip 4×4, untuk pesanan Paskhas, digunakan jenis Nissan Frontier
2000 cc dengan warna cat hijau. Dengan jaringan wireless, satu unit
Smart Hunter mampu mengendalikan 12 penembak QW-3. Jalur komunikasi
antara pusat kendali dan juru tembak mengandalkan gelombang WiFi
(wireless fidelity).
Dalam gelar operasi, awak QW-3 dibekali antena portable, radio, dan
helm yang dilengkapi alat bidik otomatis yang tehubung ke pusat kendali.
Sehingga apa yang dilihat penembak, itu pula yang terpampang di layar
kendali. Sementara untuk Smart Hunter, dalam kabin jip terdapat empat
personel, terdiri dari komandan unit, pengemudi, dan dua operator sistem
untuk ROT (radar operation terminal) dan OCT (operation command
terminal). Dengan dukungan antena (bisa dilipat ke dalam body) setinggi
1,5 meter. Radar ini dapat memantau pergerakan pesawat sejauh 20 – 30
kilometer.
Smart Hunter mulai diterima TNI AU pada tahun 2011 lalu, saat ini
kabarnya sudah 3 unit yang beroperasi. Dan melihat kebutuhan yang
tinggi, terutama untuk pengamanan beberapa pangkalan udara (lanud),
Smart Hunter akan didatangkan lebih banyak lagi. Salah satu unjuk
kebolehan Smart Hunter yakni pada latgab TNI bulan Mei 2013 lalu, 2
pesawat angkut berat C-130 Hercules TNI AU melaksanakan air landed di
bandara Juwata Tarakan. Dalam air landed tersebut diturunkan Smart
Hunter, rudal QW-3 dan kanon legendaris Tripe Gun.
Lepas dari soal kemampuan, kapasitas dan jangkauan, radar Smart
Hunter berada di platform kendaraan 4×4, ini artinya menjadi yang
terkecil di kelas radar mobile milik TNI. Sebagai perbandingan MMSR
untuk rudal Grom menggunakan jip Land Rover Defender 6×6. Sedangkan
radar Giraffe Arhanud TNI AD menggunakan platform truk Volvo dan
Mercedes Benz. (Haryo Adjie Nogo Seno)
indomiliter.com
0 komentar:
Posting Komentar