Dua kalimat pertama tidak singkron dengan kalimat berikutnya.
Benarkah AS cs menyadap pejabat RI tanpa maksud memonitor percakapan
telepon maupun surat elektroniknya, terlebih yang bersahabat dengan AS;
sementara bukti-bukti sudah sudah begitu jelas?
John Kerry |
"Bukannya minta maaf, malah memuji." Ungkapan ini kiranya mewakili keheranan plus kegeraman rata-rata penduduk Indonesia pada pujian yang disampaikan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dalam video yang dirilis Kedutaan Besar AS menjelang kunjungannya ke Indonesia mulai 15 hingga 17 Februari 2014.
"Di mata Amerika Serikat, Indonesia itu pemimpin di kawasan sekaligus mitra dalam mendorong perdamaian dan kesejahteraan serta mengatasi perubahan iklim global," katanya. Luar biasa pujian setinggi langit seorang John Kerry yang sudah umum diketahui, sering berubah-ubah sikap dan ucapan sesuai kepentingan dan permainan politik AS.
Tentu ia tahu betul, pemerintah Indonesia belum pulih dari trauma politik menyusul terbongkarnya skandal penyadapan oleh badan intelijen AS, NSA, via kedubes Australia yang sama-sama anggota Five Eyes (FVEY, negara-negara tukang sadap, termasuk Inggris, Kanada dan Selandia Baru) terhadap komunikasi sejumlah pejabat tinggi nasional selama berahun-tahun. Jadinya, pujian itu hanya sekadar eufimisme politik dengan maksud sebaliknya.
Lalu, untuk mengaburkan inti masalah yang menguak kejahatan politiknya, dan terkesan sengaja diulur-ulur, AS menyuruh duta besar nya untuk RI, Robert Blake, menjelaskan isu skandal penyadapan tersebut. Dia mengatakan, pemerintah Presiden Barack Obama hanya bermaksud untuk melindungi keamanan negara.
Pernyataan ini benar-benar arogan dan menyinggung perasaan RI. Apakah keamanan negara AS harus diciptakan dengan memata-matai, menyadap, mempermalukan, dan merusak keamanan negara lain? Apakah Indonesia dikategorikan sebagai negara yang mengancam AS nun jauh di benuanya sana?
"Kami tidak bermaksud memonitor, baik percakapan telepon maupun surat elektronik dari masyarakat di mana pun. Kami juga tidak akan melakukan hal yang sama dari petinggi negara dan negara-negara sahabat. Semoga hal ini dapat memberikan kenyamanan bagi warga Indonesia," kata Robert dalam wawancara khusus dengan Liputan 6 SCTV yang ditayangkan, Senin (10/2/2014) pagi.
Dua kalimat pertama tidak singkron dengan kalimat berikutnya. Benarkah AS cs menyadap pejabat RI tanpa maksud memonitor percakapan telepon maupun surat elektroniknya, terlebih yang bersahabat dengan AS; sementara bukti-bukti sudah sudah begitu jelas? Lalu, nyamankah masyarakat dengan penjelasan Blake yang terlihat alakadarnya itu?
Tanpa melontarkan kata maaf, Robert malah berharap dampak isu penyadapan tidak berkepanjangan sehingga AS bisa terus bekerja sama dengan Indonesia. "Seperti kita ketahui, Presiden Obama telah menyelesaikan isu pembocoran oleh Snowden. Bagaimana pertahanan nasional menjalankan tugasnya, khususnya bagian intelijen," tandasnya.
Secara tidak langsung, Robert mengakui bahwa AS cs dalam FVEY memang terlibat dalam skandal memalukan itu hingga Edward Snowden, mantan karyawan kontrak NA, membocorkannya. Media Inggris, The Guardian edisi 2 November 2013, lalu mempublikasikan bocoran itu: bahwa badan intelijen Australia (DSD) dan badan intelijen AS (NSA) mengumpulkan nomor kontak para pejabat tinggi bidang keamanan Indonesia saat KTT berlangsung.
"Tujuan dari operasi (penyadapan) ini untuk membangun struktur jaringan komunikasi di Indonesia saat berada dalam keadaan darurat," demikian salah satu kutipan dari bocoran Snowden
0 komentar:
Posting Komentar