Jumat, 15 Februari 2013

BENARKAH KASUS ANTASARI SEBUAH KONSPIRASI DAN SKENARIO BESAR ?


Add caption
Benarkah Antasari korban konspirasi tingkat tinggi? Ataukah ia sebenarnya bagian dari konspirasi itu? Atau ia hanyalah seorang laki-laki yang tidak berdaya di pelukan hangat seorang wanita? Dalam peristiwa yang mengejutkan secara politik, teori konspirasi, yang sebenarnya lebih bersifat hipotesis-spekulatif, ditawarkan untuk menjawab teka-teki yang menarik perhatian publik. Dalam kasus Antasari, ada tiga skenario yang mungkin bisa menjawab teka-teki itu. Konspirator dalam skenario ini adalah para koruptor yang dendam karena telah menjadi korban sepak terjang Antasari dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka hanya ingin memuaskan nafsu dendamnya itu. Kemungkinan motif lainnya adalah penciptaan opini publik yang buruk, yang dapat mengancam kredibilitas KPK.Kelompok konspirator lainnya adalah yang dalam teori konspirasi disebut Machiavellian conspirator. Mereka ini biasanya para penguasa yang berpengaruh yang merencanakan permufakatan jahat (secret plot) untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi, politik, dan ekonominya. Dalam kasus Antasari, mereka adalah individu, kelompok, atau institusi yang merasa terancam oleh sepak terjang KPK. Tujuan mereka mendelegitimasi KPK sebagai institusi penegak hukum antikorupsi. Pesan ancaman terhadap KPK yang hendak mereka sampaikan adalah “kami bisa berbuat apa saja untuk menghentikan Anda”. Tujuan jangka panjangnya adalah pembubaran KPK. Rasanya sulit diterima akal, penegak hukum berpengalaman sekelas Antasari berbuat bodoh meninggalkan jejak kejahatannya dengan mengirim pesan pendek yang berisi ancaman terhadap korban Nasrudin. Bukankah akan lebih aman bila dia menyampaikan ancamannya tersebut secara langsung, melalui perantara, atau telepon? Lalu mengapa dia harus membunuh korban dengan cara menembak? Padahal dia tahu korban menyimpan pesan pendeknya yang berisi ancaman yang bisa dilacak oleh penyidik.
“Kejanggalan” lainnya adalah mengapa dia harus membunuh korban hanya karena seorang perempuan. Tidakkah dia tahu bahwa ancaman hukuman bagi pembunuhan berencana adalah hukuman mati? Apakah rasional ketakutan dia terhadap ancaman Nasrudin untuk mengungkap perselingkuhannya dengan RJ dibalasnya dengan cara membunuh korban? Padahal dia mengerti, jika kejahatannya terungkap, dia bisa dihukum mati. Risiko hukuman mati ini tentu tidak seimbang bila dibandingkan dengan risiko diungkapnya kasus perselingkuhannya. Bukankah dia juga paham bahwa membunuh orang sepenting Nasrudin akan menyita perhatian publik, yang biasanya mendorong polisi lebih serius mengungkapnya? Segala cara memang bisa dilakukan oleh mereka yang merasa terancam karena skandal korupsinya akan diungkap. Contohnya, Ernest Manirumva, seorang pemimpin organisasi antikorupsi di Burundi, dibunuh karena hendak mengungkap kasus korupsi di kepolisian dan institusi pemerintah lainnya.Kemungkinan lain, Antasari dan para tersangka adalah bagian dari konspirasi itu. Tujuannya mengganggu agenda antikorupsi dan membangun opini publik yang buruk terhadap KPK. Kemungkinan skenario ini adalah bagian dari kontrak politiknya dengan pihak-pihak tertentu yang telah memuluskan jalannya menjadi Ketua KPK. Ia membawa misi dan agenda rahasia untuk melumpuhkan KPK. Sejak semula, terpilihnya Antasari, yang diragukan integritasnya sebagai Ketua KPK, memang telah menuai kritik tajam dari para penggiat antikorupsi (Brata, Majalah Tempo, 10 Desember 2007). Bagaimana mungkin seorang yang diragukan integritasnya terpilih menjadi Ketua KPK? Lihatlah betapa raut mukanya begitu tenang, padahal dia sedang menghadapi kasus berat. Lalu mengapa dia mau dikorbankan sebagai tersangka pembunuh berencana? Ini bagian dari permufakatan jahat itu. Dia dipilih menjadi Ketua KPK dan mungkin juga menerima keuntungan ekonomi, tapi ia dibebani misi untuk mengganggu kinerja dan citra KPK. Bisa jadi proses hukum terhadapnya nanti hanyalah rekayasa. Ia akan dibebaskan karena tuduhan pembunuhan berencana tidak terbukti. Namun, ia akan pura-pura mengakui perselingkuhannya dengan RJ. Itu sudah cukup untuk merusak citra KPK.
Setelah hiruk-pikuk kasus Bibit-Chandra, publik dikejutkan dengan kesaksian Williardi Wizar (WW). WW menyatakan bahwa dirinya ditekan oleh pimpinan Polri untuk “menjerumuskan” Antasari Azhar (AA). Sebelumnya, eksekutor Nasrudin mencabut keterangannya dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) karena mereka berada di bawah tekanan (disiksa penyidik); Rekonstruksi penembakan Nasrudin dilakukaan dari jarak jauh sedangkan keterangan ahli menyatakan bahwa penembakan dilakukan dari jarak 60 cm. Fakta-fakta tersebut kembali mencuatkan adanya skenario kriminalisasi KPK. Mabes Polri segera bergerak cepat dengan melakukan konperensi press untuk meng-counter pernyataan WW di persidangan dan tudingan publik tentang adanya skenario kriminalisasi KPK. Polri tanpa banyak bicara langsung memutar rekaman video pemeriksaan AA dan WW. Yang menarik adalah pernyataan AA bahwa jika dirinya keluar dari KPK, maka ia adalah orang pertama yang menyatakan bahwa KPK tidak diperlukan lagi. Assegaf, pengacara AA, menyatakan bahwa rekaman video tersebut terpotong dan ada pernyataan AA bahwa jika Kepolisian dan Kejaksaan sudah bisa melaksanakan tugasnya sesuai harapan masyarakat, maka KPK tidak diperlukan lagi. Lalu, siapa yang benar dan siapa yang berbohong .

Sejumlah Keanehan Dalam Kasus Antasari

Pemberitaan mengenai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Antasari Azhar yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PBR) dalam waktu sepekan terakhir selalu ditempatkan di halam muka media cetak.  Demikian pula dalam pemberitaan di media elektronik. Bahkan salah satu televisi swasta nasional membuat logo khusus dalam penayangan pemberitaan kasus yang menimpa orang yang dikenal sebagai “pendekar pemberantas korupsi” tersebut.
Pada sisi lain, muncul sejumlah keluhan yang, antara lain, menyebut bahwa pemberitaan kasus itu mengarah pada pembunuhan karakter orang yang selama ini memiliki prestasi sangat dalam mengungkap praktik korupsi di tanah air. Maraknya berita soal Antasari bisa disebut dimulai ketika sejumlah wartawan mendapat sms dari nomor tidak dikenal yang isinya: Ass.ww ibu negara yth. pelaku penembakan Nasrudin Direktur anak perusahaan RNI telah ditangkap dan mengaku dibayar Antasari, mohon pemerintah segera mengumumkan dan segera menangkap Ketua KPK.
Pesan singkat itu diterima wartawan pada Kamis (30/4). Esok harinya, pemberitaan soal itu mulai menghiasi media massa, tanpa kecuali. Media massa, pada hari pertama berita besar itu beredar mendapat “umpan” baru, yaitu ketika Kejaksaan Agung mengumumkan kepada pers mengenai status Antasari Azhar yang menjadi tersangka dalam kasus itu. Disebutkan, status itu diperoleh dari surat Badan Reserse dan Kriminal Polri. Saat itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan menyebutkan, surat dari Mabes Polri itu bersifat rahasia. Sejumlah wartawan “berkasak-kusuk” mengenai surat rahasia yang isinya diumumkan secara terbuka tersebut. Surat itu oleh Kejaksaan dijadikan dasar untuk melakukan pencekalan terhadap Antasari Azhar. Biasanya, pengumuman status tersangka merupakan kewenangan dari kepolisian. Bagi wartawan yang biasa meliput kasus hukum, ini merupakan keanehan kedua setelah sms dari orang tidak dikenal.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, pengumuman penetapan sebagai tersangka itu merupakan kewenangan penyidik, yaitu polisi.  Sebelum pengumuman itu, sejumlah petinggi Mabes Polri datang ke kantor Jaksa Agung Hendarman Supandji, Jumat (1/5) pagi. Tapi, semua pejabat kejaksaan melakukan gerakan tutup mulut saat ditanya mengenai pertemuan tersebut. Kejaksaan juga tutup mulut ketika wartawan bertanya dasar hukum atau pun alasan yang membuat korps penuntut itu mendahului polisi dalam hal penetapan status tersangka kepada Antasari. Pada pengumuman Jumat itu, Jasman Pandjaitan menyatakan, penyidik Polri saat itu sudah melakukan penyidikan terhadap pembunuhan berencana Nasrudin yang terjadi di Tangerang pada 14 Maret 2009. Dalam pengumuman itu juga disebutkan nama AA sebagai aktor intelektual pembunuhan tersebut. Ketika wartawan merasakan suasana kehati-hatian Polri dalam kasus ini, isu terus berkembang dengan bahan baru yang menyebutkan adanya kasus asmara yang melatarbelakangi pembunuhan tersebut. Muncul nama Rhani Juliani, gadis pendamping (caddy) di Lapangan Golf Modernland, Tangerang, yang disebut-sebut memiliki kaitan dengan Antasari dan Nasrudin.  Akhirnya kepolisian pada Senin (4/5) atau tiga hari setelah pengumuman di Kejaksaan Agung, menetapkan status Antasari Azhar sebagai tersangka.  Namun, tidak ada keterangan mengenai motif motif dari pembunuhan itu. Pengumuman itu dilakukan pada siang hari, setelah pada pagi harinya polisi memeriksa Antasari.  Antasari Azhar pun harus ditahan di Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Dia diancam hukuman pidana seumur hidup karena dikenai Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana. Pemberitaan soal Antasari Azhar terus membesar.
Bantah pertemuan Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji membantah adanya pertemuan khusus menjelang penahanan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. “Enggak,” katanya ketika dikonfirmasi ada tidaknya pertemuan khusus itu. Dia hanya menjawab singkat seperti itu ketika ditemui seusai mengikuti Rapat Koordinasi Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis.
Yang dibantah itu menyebutkan, sebelum penahanan terhadap Antasari, sempat digelar pertemuan dengan sejumlah pihak terkait kasus dugaan pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.  Jaksa Agung kemudian menyatakan, kejaksaan sudah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari pihak kepolisian. “Saya hanya menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Karena locus delictie (tempat kejadian) perkara itu ada di wilayah Kejati Banten, maka saya minta untuk ditunjuk jaksa pada Kejati Banten,” katanya. Ketika ditanya wartawan mengenai sikap kejaksaan yang mengumumkan Antasari Azhar sebagai tersangka mendahului pernyataan kepolisian sebagai bentuk rivalitas dengan KPK, Jaksa Agung menjawabnya, “kalau membalas, itu kan dipukul lalu membalas mukul, ini tidak ada,” katanya.
Ia juga menyatakan, pengumuman kejaksaan mengenai status Antasari Azhar sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan itu karena ditanya wartawan. Keterangan Jaksa Agung itu bertentangan dengan fakta jumpa pers pada Jumat (1/5). Ketika itu, nama AA yang disebut sebagai aktor intelektual keluar dari mulut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan.  Saat itu, Jasman sedang mengumumkan surat rahasia Polri yang diterima Kejaksaan Agung. Jadi bukan pada saat tanya jawab dengan wartawan. Pengacara Juniver Girsang SH, yang menjadi para pembela Antasari Azhar, mengatakan, ada skenario besar di balik kasus pembunuhan Nasarudin Zulkarnain. “Ada pihak lain yang ingin mengarahkan agar Antasari jadi tersangka,” kata Jurniver Girsang.
Dia mengatakan, pemberitaan tentang Antasari menyangkut kasus pembunuhan Nasarudin itu dianggap berlebihan sehingga terkadang mendahului penyidik dan ada pula yang menyebutkan Antasari menjadi tersangka. Menurut Girsang, tidak tertutup kemungkinan dalam kasus tersebut Antasari diarahkan sebagai tersangka karena ia sering mengungkap kasus korupsi dengan skala besar. Kuasa hukum Ari Yusuf Amir menyesalkan sikap kejaksaan yang mengumumkan status kliennya sebagai tersangka.  “Kita menyesalkan sikap kejaksaan, karena itu bukan kewenangannya,” katanya kepada ANTARA News.  Ia mengatakan, sikap kejaksaan itu terlalu cepat menyimpulkan.
Masyarakat curiga Penetapan status tersangka kepada Antasari Azhar itu juga menjadi tanda tanya dari anggota masyarakat.  “Saya tidak percaya dengan tuduhan terhadap Antasari Azhar, dia kan sedang gigihnya melawan korupsi. Tentunya dia banyak musuhnya,” kata salah seorang warga yang sengaja datang ke Polda Metro Jaya saat menjelang pemeriksaan terhadap Antasari Azhar.  Keluarga Antasari Azhar juga menyatakan ketidakpercayaan atas tuduhan itu.  “Saya yakin seratus persen, tidak mungkin Antasari Azhar berbuat sebodoh itu,” kata Ariman Azhar, kakak kandung Antasari Azhar. Ia menjelaskan adik kandungnya itu memiliki dua anak perempuan, yang sudah menjadi dokter hingga tidak mungkin melakukan tindakan seperti itu.
Ketika ditanya apakah dalam kasus itu, adik kandungnya menjadi korban konspirasi, dia menjawab “No comment”. Hal senada dikatakan rekan Antasari Azhar bernama Yuniar. Rekan ketika saat sama-sama mengambil program S2, Yuniar yang mengatakan dirinya tidak percaya dengan yang disangkakan terhadap rekannya tersebut. ”Saya tidak percaya. Ini ada konspirasi. Apalagi dia jadi Ketua KPK banyak kasus korupsi yang ditangani. Saya tahu pribadi dia,” kata rekan kuliah S2 Antasari itu.
sumber : antara

Polri: Kasus Antasari Murni Pribadi, Tak Ada Kaitan Dengan KPK

Polri menegaskan bila kasus penembakan Nasrudin Zulkarnaen dengan tersangka Antasari Azhar murni pembunuhan. Tidak ada konspirasi apapun. “Tidak ada kaitannya dengan korupsi, ini urusan pribadi. Tidak ada kaitan dengan Ketua KPK atau kaitan dengan institusi. Ini pribadi motifnya,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira saat dihubungi melalui telepon, Selasa (5/5/2009). Menurut dia, memang para pelaku eksekutor diiming-imingi dengan doktrin untuk keamanan negara, jadi seolah-olah ada sesuatu yang besar.
“Itu rekayasa. Jadi tidak ada itu yang lain. Nanti motifnya akan terbuka semua di pengadilan karena yang tahunya Pak Antasari, kenapa dia menyuruh orang membunuh,” jelasnya. Abubakar juga meminta agar masyarakat percaya sepenuhnya pada kepolisian dalam pengusutan kasus ini. “Masyarakat harusnya percaya, oknum polisi pangkat apapun, pejabat apapun kalau bisa dilakukan pembuktian tindak pidana akan kita proses,” tutupnya.

Sigid Haryo Menilai JPU Gunakan Fakta Fiktif

Sigid Haryo Menilai JPU Gunakan Fakta Fiktif Terdakwa Sigit Haryo Wibisono. kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen, Sigid Haryo Wibisono menyesalkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menggunakan fakta-fakta fiktif dalam surat tuntutan hukuman mati terhadap dirinya. “Karena itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji harus menegur JPU yang menangani perkara itu,” kata juru bicara (jubir) Sigid Haryo Wibisono, Eddy Junaidi, di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, JPU menuntut Sigid Haryo Wibisono dengan hukuman mati, dan hukuman serupa dituntut pula pada Antasari Azhar (mantan Ketua KPK), dan Kombes Pol Williardi Wizar (mantan Kapolres Jaksel).Eddy Junaidi mengatakan surat tuntutan itu benar-benar ironis karena isinya tidak cermat dan penuh rekayasa atau dengan menggunakan fakta-fakta fiktif. “Dari 19 tuntutan JPU , terlihat konstruksi tuntutannya berupaya melibatkan Sigid dari mulai unsur motif sampai kepada eksekusi. Hal itu terlihat dari kronologis poin-poin tuntutan yang memaksakan keterlibatan Sigid,” katanya.Tuntutan yang menggunakan fakta fiktif itu, dapat terlihat saat JPU menyebutkan bahwa Sigid bertemu dengan terdakwa Jerry Hermawan Lo di kantor Jerry.”Padahal, dalam fakta persidangan tanggal 3 Desember 2009, Jerry Lo mengatakan tidak mengenal Sigid dan tidak pernah bertemu dengan Sigid,” katanya. Fakta fiktif lainnya dimana pada awal Mei 2008 terjadi pertemuan antara Antasari Azhar dengan Rani Juliani (istri siri Nasruddin) di kamar nomor 803 hotel Grand Mahakam.  Padahal, Kamar 803 Hotel Grand Mahakam itu tidak ada kaitan sama sekali dengan Sigid. Bahkan, kata dia, saksi Rani Juliani mengatakan kalau pemesan kamar atas nama “Pak Sidik” dan bukan “Sigid”.
“Jaksa seolah-olah mau mengasumsikan kalau Sigid Haryo Wibisono yang memesan kamar. Padahal kalau Sigid yang memesan kamar pastilah dipercayakan kepada sekretaris pribadinya Setyo Wahyudi. Pemesanan kamar itu terjadi pada bulan Mei 2008, sementara keluhan Antasari Azhar kepada Sigid Haryo Wibisono terjadi sekitar November-Desember 2008,” katanya. Selain itu, ia menambahkan dalam surat tuntutan JPU kepada Sigid terlihat mengambil fakta-fakta dari persidangan terdakwa lain. “Sehingga fakta-fakta di dalam surat tuntutan JPU kepada Sigid banyak sekali yang tidak sesuai dengan fakta-fakta di dalam persidangan Sigid,” katanya. Eddy menjelaskan surat tuntutan kepada Sigid itu tidak sesuai dengan Pasal 139 KUHAP

Wiliardi: Penangkapan Antasari Diskenariokan Polisi

wiliardiKombes Wiliardi Wizard yang menjadi saksi kunci dalam persidangan Antasari Azhar mengatakan dirinya menyetujui menandatangani Berita Acara Pemeriksaan setelah adanya pendekatan dari pimpinan kepolisian.  “Demi Allah saya bersumpah, waktu itu ada ada Direktur, Wadir, Kabag dan Kasat-Kasat. Dikatakan sasaran kami cuman Antasari,” ujarnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/11)
Setelah itu ia diperlihatkan Berita Acara Pemeriksaan Sigid dan menyetujui menyesuaikan BAP miliknya dengan BAP milik Sigid. “Kalau memang itu perintah pimpinan, kita samakan saja,” tambahnya. Kemudian BAP tersebut keluar di televisi dan Wiliardi langsung mengirim pesan pendek ke Direktur Reserse. “Tolong diklarifikasi, saya tidak pernah melakukan ini,” kata Wiliardi.  Pengakuan Wiliardi ini langsung disambut kehebohan peserta sidang. Hakim sidang Herri Swantoro segera menenangkan situasi dan sidang kemudian diskors.
Di sela reses sidang terdakwa Antasari Azhar mengatakan merasa terharu karena kebenaran mulai terungkap. “Saya tidak masalah berada di dalam tahanan, tapi hari ini saya dengar bagaimana orang menzolimi saya,” ujarnya kepada wartawan. Kuasa Hukum Antasari Juniver Girsang mengatakan kesaksian Wiliardi memperlihatkan Antasari menjadi terdakwa dengan cara diskenariokan. “Beliau tidak kecewa ditahan taip kecewa dizholimi,” kata dia. Juniver menambahkan satu – satunya keterangan saksi yang menyatakan keterlibatan Antasari adalah keterangan Wiliardi dan saat ini keterangan tersebut telah terbantahkan.





sumber: tempo

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *