Di
jajaran direksi PT Pindad, Rita mendapat gelar ”si ragil” alias anak
bungsu. Selain satu-satunya direktur perempuan, ia juga direktur
termuda. Di sana, ia juga membawahi deputi-deputi yang sudah puluhan
tahun bekerja. ”Tiba-tiba datang perempuan umur 35 tahun, tetapi mereka
bisa menerima perbedaan dengan sangat baik. Buatku, itu blessing luar
biasa.”
Rita dipilih menjadi salah satu direktur di badan usaha milik negara itu melalui proses uji kelayakan dan kepatutan. Sebelumnya, selama delapan tahun ia jadi ”dokter” untuk BUMN yang bermasalah di Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
”Kayak dokter beneran! Kalau dokter yang diperiksa manusia, ini periksa perusahaan,” kata Rita.
”Sakitnya di mana saja, diidentifikasi, lalu buat solusi untuk masing-masing masalah,” katanya melanjutkan.
Rita lalu akan mempresentasikan opsi solusi itu kepada pemegang saham, Kementerian BUMN. Konsultan lain tugasnya selesai pada memberikan resep, sedangkan PPA juga mengimplementasikan dan monitoring.
Rita berbicara dengan tempo cepat dan penuh semangat ketika bercerita tentang proses restrukturisasi dan revitalisasi BUMN. ”Untuk melakukan tugas itu, dasar keuangan dan audit penting, tetapi saya juga harus belajar operasional perusahaan. Kalau itu perusahaan manufaktur, harus ngerti bagaimana proses manufaktur itu secara teori dan praktiknya.”
Pengalaman kerja di PPA dan sebelumnya di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) membekali Rita dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk posisi barunya saat ini di Pindad. ”Tetapi Pindad ini perusahaan sehat yang tidak pernah jadi pasien PPA lho.”
Apa pun topik yang dibicarakan, berbincang dengan Rita terasa menyenangkan. Ia bertutur seperti kawan lama, diselingi tawa tergelak di sana-sini. Logat Jawa tersisa pada gaya bicara perempuan kelahiran Trenggalek, Jawa Timur, ini.
”Aku ke Jakarta pertama kali bersama bapakku ya pas masuk STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) tahun 1995. Waktu itu kami enggak kebayang kalau di Jakarta terminal bus itu banyak. Jadi, kami turun di Pulogadung, nyasar-nyasar. Masuk Jakarta pagi, sampai kampus STAN sore.”
Menilik masa lalu, Rita bercerita, sejak kecil ia sebenarnya bercita-cita jadi dokter. Ketika tamat SMA pun ia lulus diterima studi kedokteran di salah satu universitas di Surabaya. Namun, pada saat yang sama diumumkan pula bahwa ia diterima studi dengan beasiswa dan ikatan dinas di STAN.
Rita pun berputar haluan. ”Saya mikir biaya kuliah kedokteran mahal. Enggak ingin nyusahin orangtua,” katanya. Kerja dan salon
Karena prestasi akademik, Rita bisa langsung melanjutkan pendidikan program Diploma III ke S-1 di STAN. Sejak tahun pertama kuliah ia sudah jadi calon pegawai negeri sipil di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ”Jadi kuliah dapat gaji. Belum seberapa, tetapi bisa menghidupi diri sendiri. Tambah kasih les matematika anak-anak kompleks sekitar kampus, sudah bisa kirim duit ke orangtua.”
Sambil menggarap skripsi, Rita juga bekerja di kantor akuntan. Begitu tamat kuliah pada usia 21 tahun, ia menuntaskan kewajiban ikatan dinas di BPK dan memilih berkarier di BPPN. Dari situ bentang karier ia jalani. Mulai dari akuntan murni, jadi konsultan, pindah ke PPA, hingga akhirnya bergabung di Pindad sebagai direktur keuangan.
”Kalau melihat karakterku mungkin orang tak mengira kalau latarku akuntansi yang harusnya supporting di meja. Aku lebih senang ketemu orang, mempresentasikan ide ke orang lain, dan puas kalau ideku bisa diterima.”
Bagi Rita, satu-satunya ”kerugian” bekerja di Pindad adalah jauh dari salon. Dulu tiap pagi sebelum ngantor, ia cuci rambut dan blow dulu di salon. Sekarang di Pindad, ia memotong rambut pendek saja supaya bisa cuci dan blow sendiri. Acara ke salon pun terpaksa hanya dilakukan Rita saat tak ada agenda penting di akhir pekan. Beruntung, dua putrinya, Kania Naffarindra K (13) dan Diva Narindra K (10), suka menemani Rita ke salon. ”Tetapi mereka betahnya paling tiga jam.”
Lho, jadi bisa berapa lama Rita di salon? ”Aku bisa lho dari pagi sampai malam di salon. Pijat lulur, ratus, body bleaching, masker, creambath, manicure, pedicure, waxing.”
Wow, Rita pasti bagaikan kembang. Harum sekali....
Profil Dirku PT Pindad (Persero)
Rita dipilih menjadi salah satu direktur di badan usaha milik negara itu melalui proses uji kelayakan dan kepatutan. Sebelumnya, selama delapan tahun ia jadi ”dokter” untuk BUMN yang bermasalah di Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
”Kayak dokter beneran! Kalau dokter yang diperiksa manusia, ini periksa perusahaan,” kata Rita.
”Sakitnya di mana saja, diidentifikasi, lalu buat solusi untuk masing-masing masalah,” katanya melanjutkan.
Rita lalu akan mempresentasikan opsi solusi itu kepada pemegang saham, Kementerian BUMN. Konsultan lain tugasnya selesai pada memberikan resep, sedangkan PPA juga mengimplementasikan dan monitoring.
Rita berbicara dengan tempo cepat dan penuh semangat ketika bercerita tentang proses restrukturisasi dan revitalisasi BUMN. ”Untuk melakukan tugas itu, dasar keuangan dan audit penting, tetapi saya juga harus belajar operasional perusahaan. Kalau itu perusahaan manufaktur, harus ngerti bagaimana proses manufaktur itu secara teori dan praktiknya.”
Pengalaman kerja di PPA dan sebelumnya di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) membekali Rita dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk posisi barunya saat ini di Pindad. ”Tetapi Pindad ini perusahaan sehat yang tidak pernah jadi pasien PPA lho.”
Apa pun topik yang dibicarakan, berbincang dengan Rita terasa menyenangkan. Ia bertutur seperti kawan lama, diselingi tawa tergelak di sana-sini. Logat Jawa tersisa pada gaya bicara perempuan kelahiran Trenggalek, Jawa Timur, ini.
”Aku ke Jakarta pertama kali bersama bapakku ya pas masuk STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) tahun 1995. Waktu itu kami enggak kebayang kalau di Jakarta terminal bus itu banyak. Jadi, kami turun di Pulogadung, nyasar-nyasar. Masuk Jakarta pagi, sampai kampus STAN sore.”
Menilik masa lalu, Rita bercerita, sejak kecil ia sebenarnya bercita-cita jadi dokter. Ketika tamat SMA pun ia lulus diterima studi kedokteran di salah satu universitas di Surabaya. Namun, pada saat yang sama diumumkan pula bahwa ia diterima studi dengan beasiswa dan ikatan dinas di STAN.
Rita pun berputar haluan. ”Saya mikir biaya kuliah kedokteran mahal. Enggak ingin nyusahin orangtua,” katanya. Kerja dan salon
Karena prestasi akademik, Rita bisa langsung melanjutkan pendidikan program Diploma III ke S-1 di STAN. Sejak tahun pertama kuliah ia sudah jadi calon pegawai negeri sipil di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ”Jadi kuliah dapat gaji. Belum seberapa, tetapi bisa menghidupi diri sendiri. Tambah kasih les matematika anak-anak kompleks sekitar kampus, sudah bisa kirim duit ke orangtua.”
Sambil menggarap skripsi, Rita juga bekerja di kantor akuntan. Begitu tamat kuliah pada usia 21 tahun, ia menuntaskan kewajiban ikatan dinas di BPK dan memilih berkarier di BPPN. Dari situ bentang karier ia jalani. Mulai dari akuntan murni, jadi konsultan, pindah ke PPA, hingga akhirnya bergabung di Pindad sebagai direktur keuangan.
”Kalau melihat karakterku mungkin orang tak mengira kalau latarku akuntansi yang harusnya supporting di meja. Aku lebih senang ketemu orang, mempresentasikan ide ke orang lain, dan puas kalau ideku bisa diterima.”
Bagi Rita, satu-satunya ”kerugian” bekerja di Pindad adalah jauh dari salon. Dulu tiap pagi sebelum ngantor, ia cuci rambut dan blow dulu di salon. Sekarang di Pindad, ia memotong rambut pendek saja supaya bisa cuci dan blow sendiri. Acara ke salon pun terpaksa hanya dilakukan Rita saat tak ada agenda penting di akhir pekan. Beruntung, dua putrinya, Kania Naffarindra K (13) dan Diva Narindra K (10), suka menemani Rita ke salon. ”Tetapi mereka betahnya paling tiga jam.”
Lho, jadi bisa berapa lama Rita di salon? ”Aku bisa lho dari pagi sampai malam di salon. Pijat lulur, ratus, body bleaching, masker, creambath, manicure, pedicure, waxing.”
Wow, Rita pasti bagaikan kembang. Harum sekali....
Profil Dirku PT Pindad (Persero)
BRAIN, beauty, and behaviour. Tiga kata itulah yang pantas menerjemahkan sosok Rita Widayati (35). Perempuan pintar dan cantik ini melesat dalam berkarier tetapi selalu menganggapnya sebagai keberuntungan. Baru sepekan menjabat posisi Direktur Administrasi dan Keuangan PT Pindad (Persero), tetapi sudah berhasil membuat maping untuk BUMN strategis ini. Bagaimana sisi lain dari Rita? Ini yang menarik...
BERASAL dari kota kecil Trenggalek, beasiswa Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) menjadi awal keberangkatan Rita ke ibukota. Hidup mandiri tanpa saudara dan sanak keluarga, membentuk Rita jadi sosok pantang menyerah. Ia juga tidak pernah takut mencoba hal baru.
"Kebayang saja, lulusan SMA tanpa ada sanak famili di Jakarta seperti apa. Tapi mau tidak mau harus dijalani," ujar Rita memulai kisahnya.
Saat bertemu "PR", Rita akan menuju Turen, Malang, Jawa Timur. Semua jajaran Direksi PT Pindad akan menghadiri acara penetapan sebuah paten produk perusahaan tersebut. "Tapi tidak apa-apa, tenang saja, masih ada jeda waktu koq," ujarnya sambil menyiapkan beberapa barangnya.
Termuda
Kalau melihat data statistik, Rita termasuk direktur BUMN paling muda. "Ah mengalir saja," tutur Rita tentang posisinya.
Rita memang selalu punya target tertentu, bahwa suatu ketika, dia harus berada di posisi tertentu. Tetapi justru posisi yang ditargetkan itu lebih cepat diraih dari yang telah direncanakannya.
Hal itu diraihnya sejak lulus D3. Dengan nilai terbaik, Rita tidak harus menunggu bekerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikannya ke D4 (S1). Ia langsung melanjutkan dan dengan cepat pula menyelesaikan pendidikannya di tingkat sarjana. "Ini sebetulnya keberuntungan buat saya. Karena nilainya baik, enggak harus kerja dulu tapi langsung lanjut," ujarnya.
Rita satu-satunya direksi non karier di perusahannya. Empat dari lima direksi baru semua berasal dari internal perusahaan, sedangkan Rita dari luar perusahaan. Ia sebelumnya menjabat sebagai Kepala Group (Asistent Vice Presdient) Divisi Rekstrukturisasi dan Revitalisasi (RR) PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA Persero) di Jakarta.
Menyehatkan
Kompetensi Rita di bidang pengelolaan perusahan-perusaan yang memerlukan penanganan khusus, pengelolaan aset, restruktur BUMN, konsultan korporasi, urusan legal, dll yang semua dasar ilmunya adalah akuntansi. "Hanya di Bandung ini saja pekerjaannya lebih pada keuangan. Sebelumnya lebih banyak pada upaya-upaya penyehatan aset, dll," terangnya.
Posisi yang pernah ditempati Rita adalah Auditor Jogasara Public Accountant Firm, Jakarta; Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (Bapeka), Jakarta; Accounting Supervisor Soeyatna, Mulyana, & Rekan Public Accountant Firm, Jakarta; Kepala Unit Akuntansi (Manajer) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Jakarta; Kepala Unit Keuangan dan Akuntansi (Senior Manager) PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA Persero), Jakarta; dan posisi terakhir yang ditinggalkannya adalah Kepala Group (Asistent Vice President) Divisi Restrukturisasi dan Revitalisasi (RR) PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA Persero) Indonesia. Sampai akhirnya ia menjabat sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan PT Pindad.
Selain pernah menempati berbagai posisi penting, Rita tidak berhenti pada posisi itu. Ia terus belajar untuk lebih meningkatan kompetensinya, terutama belajar kepada senior-senior di PPA.
Bukan hanya belajar tentang cashflow keuangan, tetapi juga belajar tentang strategi manufaktur, hubungan dengan stakeholder, hubungan dengan perbankan, supplier, dll yang semuanya dianggap sebagai partner oleh Rita.
Rita juga pernah menangani penyehatan perusahaan Botlling Gresik, perusahaan Kertas Craft Aceh, Industri Sandang Nusantara, dan masih banyak lagi.
"Intinya, saya secara strategi memberi gambaran kepada Menteri BUMN bagaimana perusahaan yang telah saya periksa. Apakah perusahaan itu masih memungkinkan atau harus dilakukan upaya restrukturisasi," kata Rita tentang pekerjaannya.
Bertahap
Menempati posisi penting di perusahaan industri strategi, tentu bukan serta merta. Tetapi bertahap mulai dari auditor yunior sampai kini menempati posisi direksi administrasi dan keuangan.
Rita mengaku, semua itu ia peroleh karena fokus. Bila sedang mengerjakan satu hal, Rita sangat berpegang pada metodologi. "Dengan metodologi, kita dapat mengetahui dengan apa dan arah mana yang dituju. Evaluasi dan rekomendasinya nanti jadi jelas," ujarnya.
Agar tidak terpaku pada metodologi, Rita senantiasa menguatkan kompetensinya dengan berbagai cara. Antara lain dengan belajar secara praktik. Direktur-direktur BUMN tidak hanya menjadi partner-nya tetapi sekaligus menjadi narasumber Rita mendalami kompetensinya.
"Jadinya menyenangkan. Setiap saya terlibat dalam suatu pekerjaan di BUMN tertentu, saya belajar banyak dari keterlibatan tersebut," ujarnya.
Yang menarik, meskipun cara kerja Rita profesional, ia justru mendapatkan keseimbangan dari profesionalitasnya itu dengan tulus. Beberapa kali terlibat dengan perusahaan yang hampir kolaps, memosisikan Rita tidak hanya harus profesional tetapi juga bekerja menggunakan hati.
Dia membangun kepercayaan SDM untuk kembali bangkit. "Sampai-sampai saya sempat menjual listrik untuk menyelamatkan perusahaan tersebut," ujarnya.
Perusahaan itu nyaris kolaps, dari beberapa aset yang dimiliki ternyata mampu memproduksi listrik. Dengan izin dan kerjasama berbagai pihak, akhirnya perusahaan itu dapat memperbaiki kondisi keuangannya.
"Inti kuncinya adalah tulus. Saya mencoba me-maintance BUMN di mana saya berada di dalamnya, dengan cara mengelola hati. Seberat apapun kalau ada sinergi baik antarkaryawan, karyawan dengan perusahaan, dan perusahaan dengan saya selaku konsultan, pastinya akan ada harmoni," ujarnya panjang lebar.
Di perusahaan itu, Rita menempatkan kaki dan hatinya. Bahwa perusahaan harus baik kembali, harus berjalan kembali. Dari beberapa perusahaan yang secara profesional dibantu disehatkan oleh Rita, sampai sekarang masih terus berhubungan baik. "Inilah nikmatnya tulus, kebaikan itu pasti akan berumur panjang," tutur Rita menutup kisah kariernya.
Membaca Buku Biografi
RITA mengaku tidak branded untuk semua baju, sepatu, dan lainnya. Ia juga bukan seorang yang "gadget banget". "Malah aku cenderung gaptek," ujarnya.
Mengomentari program kerja di perusahaannya yang baru, Rita mengatakan, tinggal mengikuti saja. Sebab setiap perusahaan memiliki cara dan budayanya sendiri. Pun demikian dengan sistem perusahaan yang mungkin agak birokratis, Rita menanggapi dengan santai.
"Protokoler itu tidak selama jelek. Tetapi saya selau ingin bilang, pekerjaan kita sudah berat. Yuk kita hadapi dengan fun, jangan membuat jarak," anjurnya.
Pindad, kata Rita, tidak sedang dalam kondisi likuiditas. Kalaupun ada perbaikan di manufacturing, bisnis improvement, perannya adalah menjaga managemen keuangan, strategi pembiayaan yang didukung produksi pembiayaan dll.
Namun demikian, meski baru seminggu menjadi Dirkeu, ia sudah dapat membaca peta perusahaan tersebut. Dan ia sedang menyiapkan solusi dari maping selama seminggu itu.
Pasalnya, kata dia, perusahaan sebentar lagi menghadapi semesteran. Itu artinya, target-target pencapaian yang ditetapkan perusahaan itu sebelumnya dirinya, harus disinkronisasikan. "Bismillah saja, kalau perusahaan ini kan jauh lebih baik dari perusahaan-perusahaan yang dulu saya tangani dan harus disehatkan," ujarnya lagi.
Untuk mengisi waktu senggangnya, Rita punya hobi membaca biografi orang-orang besar. Dengan begitu, kata dia, ia dapat belajar mencari dan memahami solusi yang digunakan orang-orang besar saat mengalami kejadian kehidupannya.
"Pokoknya biorgrafi itu asyik buat saya. Saya dapat membaca sepak terjang orang-orang besar dalam melerai hambatan menuju sukses," ujar pengagum Dahlan Iskan ini.
Rita termasuk orang yang selalu mengingat jasa terbaik para guru. Guru yang paling berpengaruh dalam kariernya adalah Saeful Hakman. "Beliau mengajarkan saya untuk belajar. Belajar membangun tim, membesarkan tim itu dengan arahan, contoh, dll," imbuhnya. (Eriyanti/"PR")**
Sumber : Rubrik Geulis Harian Umum Pikiran Rakyat Minggu, 16 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar