Selasa, 19 Maret 2013

Korea Utara Miliki Rudal yang Bisa Mencapai AS


Rudal Unha Korea Utara

Korea Utara memiliki rudal balistik yang dapat menghantam Amerika Serikat, dikatakan Mike Rogers, seorang anggota parlemen terkemuka komisi intelijen di Senat AS memperingatkan hari Minggu kemarin. Rogers juga mengungkapkan kekhawatirannya pada pemimpin muda Korea Utara Kim Jong-Un yang terus berusaha  membuktikan dirinya kepada militer. 

"Mereka pasti memiliki rudal balistik yang bisa mencapai pantai AS," kata Rogers kepada jaringan berita CNN, tanpa mengatakan rudal Korea Utara tersebut bisa sampai ke negara bagian AS yang mana, apakah Alaska, Hawaii atau pantai barat Amerika.

"Anda memiliki seorang pemimpin 28 tahun (Kim Jong-Un) yang mencoba membuktikan dirinya kepada militer, dan militer yang sangat ingin untuk pamer kekuatan senjata untuk kepentingan pribadinya, merupakan sebuah kombinasi yang sangat mematikan," ujar Rogers.

Korea Utara memang telah menguji coba rudal yang bisa mencapai Korea Selatan atau Jepang, tetapi belum menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menembakkan rudal jarak jauh yang bisa mencapai benua Amerika. Juga tidak jelas apakah Korea Utara sudah mampu untuk mengkonversi perangkat nuklir mereka yang telah diuji menjadi hulu ledak rudal.

Pada hari Jumat, Amerika Serikat menyatakan akan segera meningkatkan pertahanannya terhadap kemungkinan serangan rudal Korea Utara. Hal ini terjadi seminggu setelah Pyongyang mengancam akan melakukan serangan nuklir kepada musuh bebuyutannya.

Menteri Pertahanan Chuck Hagel mengatakan lebih dari 14 sistem pertahanan rudal akan ditempatkan di Alaska pada tahun 2017, ini meningkat dari hampir separuh jumlah sistem pertahanan rudal yang dikerahkan di sepanjang garis pantai California dan Alaska.

Pyongyang mengeluarkan ancamannya untuk melancarkan Perang Korea kedua -didukung oleh senjata nuklir- dalam menanggapi sanksi-sanksi PBB yang diberlakukan kepada negara itu setelah tes ketiga nuklirnya bulan lalu dan manuver militer gabungan Korea Selatan-AS. 

"Hal ini harus kita seriusi, dan Anda bisa melihat bahwa Korea Utara sedang memprovokasi, tidak hanya di sepanjang perbatasan dengan Korea Selatan, tapi juga pada beberapa pulau yang tampaknya menarik minat mereka," kata Rogers.

Rogers mengakui AS tidak mengetahui banyak tentang stabilitas pemimpin muda Korea Utara saat ini yaitu Kim Jong-Un ketimbang ayahnya Kim Jong-Il.

"Kami tidak mengetahui 'stabilitas' dari pemimpin 28 tahun ini," kata Rogers.

Korut Tidak Akan "Barter" Nuklirnya dengan Bantuan

Korea Utara mengatakan pada hari Minggu bahwa tidak akan pernah menghentikan program senjata nuklirnya demi untuk mendapatkan bantuan, dan menekankan sikapnya yang tidak tergoyahkan dalam menghadapi sanksi global, menyusul uji coba nuklir ketiga bulan lalu.

Kementerian Luar Negeri Korea Utara, dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh televisi pemerintah, menampik saran untuk menghentikan program nuklirnya sebagai cara untuk membuka keran bantuan yang sangat dibutuhkan dari negara-negara luar.

"AS sangat keliru jika berpikir bahwa Korea Utara akan menawarkan nuklirnya sebagai barter untuk bantuan ekonomi," kata Kementerian Luar Negeri Korut.

Komentar itu muncul beberapa hari setelah Penasehat Keamanan Nasional AS Tom Donilon mengatakan Washington bersedia untuk mengadakan negoisasi jika Korut mengubah "perilakunya".

"Untuk mendapatkan bantuan yang sangat dibutuhkan itu, Korea Utara harus mengubah kebijakannya," katanya Tom pekan lalu.

Namun, pada hari Minggu Korut menyatakan bahwa senjata nuklirnya adalah "pedang sakti" untuk melindungi diri dari sikap bermusuhan AS.

Godaan AS mungkin bisa berhasil pada negara-negara lain, tapi kedengarannya tidak akan masuk akal untuk Korea utara, seperti yang dinyatakan Kementerian Luar Negeri Korut.

"Korea Utara ingin kembali mengklarifikasi prinsip teguhnya yang mengembangkan nuklir untuk tujuan mempertahankan diri."

Uji coba nuklir bulan lalu, dan merupakan yang terbaru, mendorong PBB untuk lebih memperketat sanksi yang dijatuhkan setelah tes nuklir sebelumnya dan peluncuran roket jarak jauh pada tahun 2006 dan 2009.

Sanksi yang lebih keras, ditambah latihan militer Korea Selatan dan Amerika Serikat yang sedang berlangsung saat ini, memicu kemarahan Pyongyang, yang mengatakan bahwa itu melanggar gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea dan berakhirnya pakta non-agresi dengan Seoul.

Negara ini telah mengalami krisis pangan yang kronis dan kekurangan bahan bakar dalam beberapa dekade, dengan situasi yang diperburuk oleh banjir, kekeringan, mismanagement dan sanksi global.

Bantuan pangan internasional, khususnya dari Korea Selatan dan Amerika Serikat, telah secara drastis dihentikan selama beberapa tahun terakhir terkait ketegangan atas program nuklir dan rudal Korut. Hampir 28 persen anak-anak Korut yang berusia  di bawah lima tahun pertumbuhannya terhambat karena kekurangan gizi, survei gizi PBB 2012 menunjukkan.

Enam negara dari forum bantuan untuk denuklirisasi Korea Utara, yang melibatkan dua Korea, China, Jepang, AS dan Rusia, telah terhenti sejak pertemuan terakhir pada Desember 2008. (FS)
 
 
artileri.org

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *