Pasukan Elit TNI |
Agus menjelaskan, pembentukan unit ini gagasan dari seniornya dan telah digodok sejak tahun 2010. Gagasan ini muncul dari peningkatan aksi teror yang terus meningkat hingga saat ini. Kopassus menganggap perlunya unit khusus yang spesifik sesuai kekuatan matra.
“Dalam unit ini, Sat 81 Gultor – Kopasus ,akan bergabung dengan Denjaka dari Marinir serta Den Bravo dari Paskas TNI AU. Ini akan menjadi kekuatan luar biasa melawan teroris,” ungkapnya.
Pembentukan unit khusus ini bukan sebuah organisasi besar. Unit ini kecil, namun saat diperlukan akan menjadi besar karena pasukan khusus dari ketiga matra Darat, Laut dan Udara bergabung. “Bila opersi selesai semua unit akan kembali ke kesatuan masing masing,” jelasnya.
Sejak 2010 semua pasukan khusus terus memperkuat kemampuan. Mereka latihan anti teror gabungan hampir tiap tahun selama tiga tahun terakhir. ”Sudah saatnya semua disatukan dalam satu unit khusus anti teror,” kata Agus.
Unit ini sebagai jawaban dari keterbatasan Polri dalam menangani berbagai aksi teror yang intensitasnya terus meningkat. Pasukan khusus anti teror TNI dilibatkan bila Polri meminta bantuan. Pasukan TNI ini juga kerap beraksi saat wilayah teroris lintas negara. Opersi terakhir adalah pembebasan sandara kapal Sinar Kudus di perairan Somalia.
“Kita butuh payung hukum unutuk pembentukan unit anti teror TNI. “Kita tunggu keputusan Panglima TNI dan DPR RI.” tegasnya.
Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat, Mayor Jenderal Meris Wiryadi, menegaskan Angkatan Darat akan meningkatkan kembali fungsi pengawasan wilayah hingga ke pelosok. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menekan penyebaran paham radikal ke desa-desa.
“Dulu, jangan kan teroris di desa, jarum jatuh dijerami saja kami bisa tahu. Pengawasan teritori akan ditingkatkan setelah BNPT meminta kepada kami,” kata Meris di Jakarta.
Meris menjelaskan, fungsi pengawasan yang sifatnya kontra teror hingga ke tingkat desa sudah lama ditinggalkan. “Itu setelah muncul undang undang dimana fungsi TNI untuk pengawasan teritori dan deradikalisasi dibatasi,” katanya. Semenjak itu, TNI AD dari pusat hingga Babinsa hanya menjalankan fungsi penjagaan teritorial sesuai kebutuhan.
Dalam beberapa tahun terakhir, keterlibatan TNI dalam pengawasan ajaran radikalisme cenderung dilupakan. “Ya lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali,” ucapnya.
(viva.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar