Serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat ke Pakistan dengan misi memerangi terorisme selain tidak membawa kemajuan, juga telah memperkuat spirit ekstremisme dan militansi di tengah kelompok-kelompok bersenjata.
AS setelah gagal dalam perangnya melawan terorisme dan menghapus Taliban serta militansi di Afghanistan, akhirnya memutuskan pengerahan drone untuk menyerang kawasan adat di Pakistan. Celakanya, serangan-serangan seperti itu dilakukan tanpa restu dari pemerintah Islamabad.
Para analis percaya bahwa aksi AS di Pakistan hanya akan merperkuat keinginan pihak tertentu untuk melakukan serangan balik ke Barat.
Kementerian Luar Negeri Pakistan berkali-kali mengecam serangan drone AS terhadap wilayahnya. Menurut mereka, serangan drone merupakan sebuah taktik yang tidak efektif dalam memerangi terorisme dan akan menyuburkan perilaku ekstrem.
Jelas, AS sama sekali tidak menghormati undang-undang internasional dan sekaligus melanggar kedaulatan nasional Pakistan dengan tindakan-tindakan sepihaknya. Negara adidaya itu tak pernah berhenti bertindak sebagai polisi dunia.
Ben Emmerson, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia dan kontra- terorisme, mengakui ambiguitas dalam kebijakan kontra-terorisme pemerintahan Obama. Dia mengatakan, AS telah melanggar kedaulatan Pakistan dan menghancurkan struktur masyarakat adat dengan serangan drone dalam operasi kontra-terorismenya di dekat perbatasan Afghanistan.
"Kampanye pesawat tanpa awak AS di Pakistan dilakukan tanpa persetujuan dari para wakil rakyat atau pemerintah yang sah di negara itu," kata Emmerson dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pada Maret lalu.
Menurut Associated Press, serangan drone di Pakistan telah meningkatkan sentimen anti-Amerika di negara itu dan menambah jumlah korban sipil. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga Pew, 63 warga Pakistan menyatakan kemarahan atas serangan drone AS ke negara mereka. Sementara sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan 70 persen warga Pakistan memandang AS sebagai negara musuh.
Jika dilihat lebih jauh lagi, penggunaan pesawat tanpa awak merupakan ancaman terhadap keamanan dunia. Beberapa pengamat berpendapat bahwa bahaya pengoperasian drone bahkan lebih besar dari senjata kimia.
Koran Guardian dalam sebuah laporannya pada Januari lalu menulis, ancaman terbesar terhadap perdamaian dan keamanan dunia tidak datang dari senjata nuklir dan proliferasi, tapi dunia lebih terancam oleh pesawat-pesawat tanpa awak.
"Drone di samping tidak membawa kemenangan dalam perang, tapi justru akan mendorong semangat untuk aksi balas dendam dari mereka yang menjadi korban," tambahnya.
Para pakar percaya bahwa bom atom adalah senjata yang tidak bermanfaat dan hanya alat permainan bagi para penguasa untuk mencegah serangan lawan dan membangun sistem pertahanan, sementara penggunaan drone tidak mendapat penentangan serius dari negara-negara Barat. Mereka beralasan bahwa drone akan mengurangi ancaman terhadap pasukannya.
Menurut sejumlah dokumen, jumlah korban tewas serangan drone AS ke Pakistan sejak 2004 hingga sekarang mencapai 3400 orang. Mayoritas serangan terjadi di wilayah perbatasan Waziristan Utara yang menjadi basis Al Qaeda dan Taliban. (TGR/IRIB Indonesia)
http://www.theglobal-review.com/ | |
0 komentar:
Posting Komentar