JAKARTA - Dalam rangka memperingati 50 tahun
hubungan diplomatik antara Indonesia dan Aljazair, KBRI Alger menggelar
serangkaian kegiatan. Salah satunya adalah seminar internasional yang
menghadirkan pembicara dari kedua negara. Dalam seminar tersebut,
terungkap bahwa Indonesia memiliki peran besar dalam perjuangan
kemerdekaan Aljazair.
Dubes pertama Aljazair untuk Indonesia, Demanglatrus menegaskan bahwa peran Indonesia dalam revolusi kemerdekaan sangat besar. Salah satunya dengan upaya pemerintah saat itu, di bawah kepemimpinan Bung Karno, mengundang delegasi dari Aljazair untuk ikut dalam Konfrensi Asia-Afrika di Bandung.
"Meskipun saat itu Aljazair belum merdeka, namun pemerintah Indonesia sudah memberikan perhatian dan keseriusannya mendukung kemerdekaan Aljazair. Hal itu bisa dilihat dari diundangnya utusan Aljazair dalam konfrensi Bandung," kata Demanglatrus.
Hal itu diucapkan saat menjadi pembicara dalam Seminar Internasional "50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Aljazair " yang di gelar di Gedung Arsip Nasional Aljazair, Minggu (2/6/) waktu setempat sebagaimana siaran Pers yang diterima Koran Jakarta, Senin (3/6).
Selain itu, Demanglatrus juga mengakui peran tokoh-tokoh Indonesia dalam masa revolusi Aljazair sampai merdeka hingga mengirim dirinya sebagai Dubes Pertama Aljazair di Indonesia. Oleh karena itu, sudah saatnya Aljazair juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang strategis dan produktif.
"Indonesia itu punya segalanya. Aljazair membutuhkan semua yang dimiliki Indonesia mulai dari sumber daya alamnya sampai sumber daya manusia. Hubungan yang lebih kongkrit di bidang ekonomi dan kebudayaan selain politik yang sudah berjalan dengan baik harus segera terwujud," terangnya.
Sementara itu, Dubes Ni'am Salim dalam sambutannya berharap kedua bangsa membuat paradigma baru dalam menjaga dan mengawal hubungan yang sudah berumur 50 tahun ini. Paradigma itu itu adalah kerangka diplomatik yang tidak sekedar berbasis kepada kebutuhan pragmatis, tetapi juga mengikat diri pada visi yang menjangkau masa depan.Visi itu misalnya menciptakan iklim internasional yg lebih mensejahterakan, damai dan berkeadilan.
"Dunia saat ini membutuhkan kedamaian dan kesejahteraan. Usaha untuk mewujudkan visi itu dilalui dengan cara yang bermartabat dan adil. Untuk itu, Indonesia dan Aljazair harus bersatu dan bersama sama mengawal agenda besar dan visi masa depan ini," terangnya.
Direktur Timur Tengah Kemlu, Febrian A. Ruddyard yang juga menjadi pembicara dalam acara seminar itu menginginkan kedua bangsa semakin progressif dalam menciptakan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Hal ini sangat penting karena sejarah kedua bangsa memiliki kesamaan dan cita-cita yang diinginkan juga sama dalam pergaulan dunia internasional.
"Intinya, ke depan kedua bangsa dan negara ini harus semakin erat dan produktif. Semua keduanya saling membutuhkan selain memiliki latar sejarah yang sama. Dan keduanya juga sama sama negara besar di kawasan dan berpengaruh," tegasnya.
Febrian juga menyinggung perlunya penguatan soft diplomasi antar kedua negara dengan pelibatan maksimal unsur masyarakat. Sebab, jika hanya mengandalkan negara, akan membutuhkan waktu yang lama dan panjang. "Maka, people to people diplomacy harus digalakkan. Negara tinggal mengawal dan mengencourage saja," terangnya.
Sementara itu, Presiden ICIS, KH Hasyim Muzadi dalam paparannya menyingung perlunya peran organisasi sosial kemasyarakatan yang kuat dalam membantu memperkuat hubungan kedua bangsa agar lebih terasa di masyarakat. Sebab, jika hubungan hanya mengandalkan negara dan pemerintah akan membutuhkan waktu yang panjang.
"Selain dagang dan ekonomi, perlu kiranya hubungan antar masyarakat atau ormas-ormas sosial keagamaan juga dibangun. Untuk konteks Indonesia, NU siap membantu memperkuat hubungan ini," tegasnya.
Kiai Hasyim menambahkan, Model NU di Indonesia bisa ditiru oleh Aljazair sebagai upaya untuk menciptakan kesadaran nasional membangun bangsa. Sebab dengan menciptakan ruang-ruang yang kondusif bagi masyarakat untuk berkumpul itulah, ide-ide kreatif akan muncul dan bisa berkontribusi untuk bangsa Aljazair.
Dubes pertama Aljazair untuk Indonesia, Demanglatrus menegaskan bahwa peran Indonesia dalam revolusi kemerdekaan sangat besar. Salah satunya dengan upaya pemerintah saat itu, di bawah kepemimpinan Bung Karno, mengundang delegasi dari Aljazair untuk ikut dalam Konfrensi Asia-Afrika di Bandung.
"Meskipun saat itu Aljazair belum merdeka, namun pemerintah Indonesia sudah memberikan perhatian dan keseriusannya mendukung kemerdekaan Aljazair. Hal itu bisa dilihat dari diundangnya utusan Aljazair dalam konfrensi Bandung," kata Demanglatrus.
Hal itu diucapkan saat menjadi pembicara dalam Seminar Internasional "50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Aljazair " yang di gelar di Gedung Arsip Nasional Aljazair, Minggu (2/6/) waktu setempat sebagaimana siaran Pers yang diterima Koran Jakarta, Senin (3/6).
Selain itu, Demanglatrus juga mengakui peran tokoh-tokoh Indonesia dalam masa revolusi Aljazair sampai merdeka hingga mengirim dirinya sebagai Dubes Pertama Aljazair di Indonesia. Oleh karena itu, sudah saatnya Aljazair juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang strategis dan produktif.
"Indonesia itu punya segalanya. Aljazair membutuhkan semua yang dimiliki Indonesia mulai dari sumber daya alamnya sampai sumber daya manusia. Hubungan yang lebih kongkrit di bidang ekonomi dan kebudayaan selain politik yang sudah berjalan dengan baik harus segera terwujud," terangnya.
Sementara itu, Dubes Ni'am Salim dalam sambutannya berharap kedua bangsa membuat paradigma baru dalam menjaga dan mengawal hubungan yang sudah berumur 50 tahun ini. Paradigma itu itu adalah kerangka diplomatik yang tidak sekedar berbasis kepada kebutuhan pragmatis, tetapi juga mengikat diri pada visi yang menjangkau masa depan.Visi itu misalnya menciptakan iklim internasional yg lebih mensejahterakan, damai dan berkeadilan.
"Dunia saat ini membutuhkan kedamaian dan kesejahteraan. Usaha untuk mewujudkan visi itu dilalui dengan cara yang bermartabat dan adil. Untuk itu, Indonesia dan Aljazair harus bersatu dan bersama sama mengawal agenda besar dan visi masa depan ini," terangnya.
Direktur Timur Tengah Kemlu, Febrian A. Ruddyard yang juga menjadi pembicara dalam acara seminar itu menginginkan kedua bangsa semakin progressif dalam menciptakan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Hal ini sangat penting karena sejarah kedua bangsa memiliki kesamaan dan cita-cita yang diinginkan juga sama dalam pergaulan dunia internasional.
"Intinya, ke depan kedua bangsa dan negara ini harus semakin erat dan produktif. Semua keduanya saling membutuhkan selain memiliki latar sejarah yang sama. Dan keduanya juga sama sama negara besar di kawasan dan berpengaruh," tegasnya.
Febrian juga menyinggung perlunya penguatan soft diplomasi antar kedua negara dengan pelibatan maksimal unsur masyarakat. Sebab, jika hanya mengandalkan negara, akan membutuhkan waktu yang lama dan panjang. "Maka, people to people diplomacy harus digalakkan. Negara tinggal mengawal dan mengencourage saja," terangnya.
Sementara itu, Presiden ICIS, KH Hasyim Muzadi dalam paparannya menyingung perlunya peran organisasi sosial kemasyarakatan yang kuat dalam membantu memperkuat hubungan kedua bangsa agar lebih terasa di masyarakat. Sebab, jika hubungan hanya mengandalkan negara dan pemerintah akan membutuhkan waktu yang panjang.
"Selain dagang dan ekonomi, perlu kiranya hubungan antar masyarakat atau ormas-ormas sosial keagamaan juga dibangun. Untuk konteks Indonesia, NU siap membantu memperkuat hubungan ini," tegasnya.
Kiai Hasyim menambahkan, Model NU di Indonesia bisa ditiru oleh Aljazair sebagai upaya untuk menciptakan kesadaran nasional membangun bangsa. Sebab dengan menciptakan ruang-ruang yang kondusif bagi masyarakat untuk berkumpul itulah, ide-ide kreatif akan muncul dan bisa berkontribusi untuk bangsa Aljazair.
0 komentar:
Posting Komentar