Sejak terbang pertama kali pada tahun 2013, pesawat tempur baru buatan
perusahaan pertahanan AS Textron AirLand telah menarik perhatian dari
industri, media, dan militer. Pesawat tempur kecil dan murah ini membuat
debut internasionalnya pada tahun 2014 dan sempat berpartisipasi dalam
latihan militer AS. Namun karena hingga saat ini belum ada pihak yang
memesannya, akankah pesawat ini terus 'hidup'?
Textron AirLand menyebutnya dengan "Scorpion", pesawat bermesin ganda, dua kursi pilot dengan harga per unitnya kurang dari USD 20 juta dan dengan biaya USD 3 ribu setiap jam penerbangannya. Disinilah letak Scorpion menarik perhatian pejabat-pejabat militer yang berwenang membeli peralatan pertahanan.
Di tahun ini tepatnya pada bulan Juli, Scorpion telah terbang sejauh 4.700 mil laut dari Wichita, Kansas, Amerika Serikat, ke Pangkalan Angkatan Udara Fairford di Inggris untuk melakukan debut internasionalnya di pameran dirgantara Royal International Air Tattoo (RIAT). Penerbangannya sukses, tidak seperti sang miliaran dolar F-35 yang kala itu dilarang tampil di pameran internasional karena masalah api pada mesinnya.
Pembangunan Scorpion dimulai pada bulan Januari 2012 setelah perwakilan dari AirLand Enterprises mengemukakan idenya ke eksekutif Textron (sebelum akhirnya kongsi menjadi Textron AirLand). Textron AirLand berhasil menjaga rapat rahasia pengembangan Scorpion hingga akhirnya diresmikan pada bulan September 2013. Scorpion berhasil terbang untuk yang pertama kalinya dari Pangkalan Angkatan Udara McConnell di Wichita pada tanggal 12 Desember 2013. Pembangunannya terbilang cepat, dari papan gambar hingga prototipe selesai hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 tahun. Sangat kontras dengan proyek-proyek militer lainnya yang butuh waktu bertahun-tahun hanya untuk desainnya saja.
Scorpion berdimensi panjang 13,26 meter, rentang sayap 14,43 meter, berat kosong 11.800 kg, dengan 2 mesin Honeywell TFE731 Turbofan yang memberikannya kecepatan maksimum 833 km perjam. Dengan konfigurasi sayap lurus dan dua ekor, Scorpion memang bukan termasuk pesawat tempur yang estetis, setidaknya bila dibandingkan dengan pesawat tempur performa tinggi saat ini. Scorpion dapat dilengkapi dengan sistem intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR) canggih dan munisi presisi (guide) untuk misi penyerangan.
Textron AirLand berharap Scorpion menjadi pesawat yang menjembatani kesenjangan antara pesawat tempur performa tinggi seperti Saab Gripen, yang harganya sekitar USD 50 juta, dan pesawat turboprop yang lebih murah seperti Embraer Super Tucano yang sekitar USD 9-14 juta.
Sebagai cara untuk membuat pesawat ini murah, Textron AirLand memanfaatkan teknologi dan komponen yang sudah ada atau sering diistilahkan sebagai teknologi 'off the shelf', daripada harus mencoba mengembangkan sistem atau bagian-bagian unik baru. Cessna, anak perusahan Textron, telah menyumbang banyak komponen untuk Scorpion, begitu pula dengan Cobham, Martin-Baker Aircraft dan Honeywell, yang menyuplai perangkat elektronik, kursi ejeksi dan mesinnya.
Textron AirLand memaksudkan Scorpion sebagai platform yang sempurna untuk misi low-end seperti kontra pemberontakan, dukungan untuk perang non-reguler, kontra narkotika dan tanggap bencana. Dalam konflik di Irak dan Afghanistan, militer AS menggunakan pesawat performa tinggi seperti F-16 untuk melaksanakan misi ini, yang mana Angkatan Udara AS harus menerima kwitansi sebesar USD 18.000 untuk setiap jam F-16 terbang. Scorpion ditujukan untuk menjadi pesawat alternatif yang terjangkau.
Analis memperkirakan biaya pengembangan dan pembangunan Scorpion telah memakan biaya ratusan juta dolar, yang kesemuanya didanai sendiri oleh Textron AirLand. Ini termasuk langkah yang tidak biasa dilakukan oleh industri-industri pertahanan. Langkah seperti ini berisiko tinggi mengingat biasanya industri-industri pertahanan AS baru berani mengembangkan sistem pertahanan ketika sudah disokong dana dan spesifikasi yang jelas dari pemerintah AS.
Apakah itu sangat berisko? Ya. Apakah itu risiko yang smart? Ya," ujar Presiden Textron AirLand Bill Anderson kepada BBC. "Tapi pasar sangat tertarik. Kami memproduksi produk komersial sepanjang waktu."
Menurut pejabat Textron AirLand, sekitar 2.000 Scorpion akan terjual di dunia, terutama di Afrika, Amerika Selatan dan Timur Tengah. Dengan harga per unit USD 20 juta dolar, bisa saja Textron AirLand dapat melunasi hutang 'judi' pengembangannya. Tapi mengingat hingga saat ini belum juga ada order yang ditandatangani, 2.000 unit tampaknya terlalu optimis.
Jadi apa yang dapat membuat Scorpion sukses atau agar Textron AirLand memperoleh keuntungan? Para ahli mengatakan bahwa Pentagon harus mulai menggunakan Scorpion. Hal ini akan mendongkrak kepercayaan dari negara-negara lain atas Scorpion. Tapi analis juga menilai Scorpion hanyalah solusi untuk masalah yang tidak ada pada militer AS. Peran pesawat close-air-support seperti Scorpion, bukanlah kebutuhan mendesak militer AS.
Salah satu peran Scorpion lainnya yang mungkin menarik minat Pentagon adalah ISR, yang mana Angkatan Udara AS saat ini sedang gencar menambah armada sistem udara tak berawak (UAS). Tapi timbul pertanyaan lagi, mengapa militer AS mau menggunakan sistem berawak yang membahayakan nyawa pilotnya padahal mereka dapat menggunakan UAS dan masih mampu membelinya.
Jadi untuk apa pesawat ini? Kemungkinan terbesarnya adalah Pentagon menggunakannya sebagai pesawat pelatihan untuk pilot. Adalah Program TX Pentagon yang bertujuan untuk mengganti pesawat latih Northrop T-38 yang sudah digunakan AS sejak 1960-an. Tapi untuk bisa bersaing dengan pesawat lain dalam seleksi Program TX, analis menilai Scorpion harus menggunakan mesin yang lebih kuat dan sayap yang didesain ulang.
Textron AirLand menyebutnya dengan "Scorpion", pesawat bermesin ganda, dua kursi pilot dengan harga per unitnya kurang dari USD 20 juta dan dengan biaya USD 3 ribu setiap jam penerbangannya. Disinilah letak Scorpion menarik perhatian pejabat-pejabat militer yang berwenang membeli peralatan pertahanan.
Di tahun ini tepatnya pada bulan Juli, Scorpion telah terbang sejauh 4.700 mil laut dari Wichita, Kansas, Amerika Serikat, ke Pangkalan Angkatan Udara Fairford di Inggris untuk melakukan debut internasionalnya di pameran dirgantara Royal International Air Tattoo (RIAT). Penerbangannya sukses, tidak seperti sang miliaran dolar F-35 yang kala itu dilarang tampil di pameran internasional karena masalah api pada mesinnya.
Pembangunan Scorpion dimulai pada bulan Januari 2012 setelah perwakilan dari AirLand Enterprises mengemukakan idenya ke eksekutif Textron (sebelum akhirnya kongsi menjadi Textron AirLand). Textron AirLand berhasil menjaga rapat rahasia pengembangan Scorpion hingga akhirnya diresmikan pada bulan September 2013. Scorpion berhasil terbang untuk yang pertama kalinya dari Pangkalan Angkatan Udara McConnell di Wichita pada tanggal 12 Desember 2013. Pembangunannya terbilang cepat, dari papan gambar hingga prototipe selesai hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 tahun. Sangat kontras dengan proyek-proyek militer lainnya yang butuh waktu bertahun-tahun hanya untuk desainnya saja.
Scorpion berdimensi panjang 13,26 meter, rentang sayap 14,43 meter, berat kosong 11.800 kg, dengan 2 mesin Honeywell TFE731 Turbofan yang memberikannya kecepatan maksimum 833 km perjam. Dengan konfigurasi sayap lurus dan dua ekor, Scorpion memang bukan termasuk pesawat tempur yang estetis, setidaknya bila dibandingkan dengan pesawat tempur performa tinggi saat ini. Scorpion dapat dilengkapi dengan sistem intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR) canggih dan munisi presisi (guide) untuk misi penyerangan.
Textron AirLand berharap Scorpion menjadi pesawat yang menjembatani kesenjangan antara pesawat tempur performa tinggi seperti Saab Gripen, yang harganya sekitar USD 50 juta, dan pesawat turboprop yang lebih murah seperti Embraer Super Tucano yang sekitar USD 9-14 juta.
Sebagai cara untuk membuat pesawat ini murah, Textron AirLand memanfaatkan teknologi dan komponen yang sudah ada atau sering diistilahkan sebagai teknologi 'off the shelf', daripada harus mencoba mengembangkan sistem atau bagian-bagian unik baru. Cessna, anak perusahan Textron, telah menyumbang banyak komponen untuk Scorpion, begitu pula dengan Cobham, Martin-Baker Aircraft dan Honeywell, yang menyuplai perangkat elektronik, kursi ejeksi dan mesinnya.
Textron AirLand memaksudkan Scorpion sebagai platform yang sempurna untuk misi low-end seperti kontra pemberontakan, dukungan untuk perang non-reguler, kontra narkotika dan tanggap bencana. Dalam konflik di Irak dan Afghanistan, militer AS menggunakan pesawat performa tinggi seperti F-16 untuk melaksanakan misi ini, yang mana Angkatan Udara AS harus menerima kwitansi sebesar USD 18.000 untuk setiap jam F-16 terbang. Scorpion ditujukan untuk menjadi pesawat alternatif yang terjangkau.
Analis memperkirakan biaya pengembangan dan pembangunan Scorpion telah memakan biaya ratusan juta dolar, yang kesemuanya didanai sendiri oleh Textron AirLand. Ini termasuk langkah yang tidak biasa dilakukan oleh industri-industri pertahanan. Langkah seperti ini berisiko tinggi mengingat biasanya industri-industri pertahanan AS baru berani mengembangkan sistem pertahanan ketika sudah disokong dana dan spesifikasi yang jelas dari pemerintah AS.
Apakah itu sangat berisko? Ya. Apakah itu risiko yang smart? Ya," ujar Presiden Textron AirLand Bill Anderson kepada BBC. "Tapi pasar sangat tertarik. Kami memproduksi produk komersial sepanjang waktu."
Menurut pejabat Textron AirLand, sekitar 2.000 Scorpion akan terjual di dunia, terutama di Afrika, Amerika Selatan dan Timur Tengah. Dengan harga per unit USD 20 juta dolar, bisa saja Textron AirLand dapat melunasi hutang 'judi' pengembangannya. Tapi mengingat hingga saat ini belum juga ada order yang ditandatangani, 2.000 unit tampaknya terlalu optimis.
Jadi apa yang dapat membuat Scorpion sukses atau agar Textron AirLand memperoleh keuntungan? Para ahli mengatakan bahwa Pentagon harus mulai menggunakan Scorpion. Hal ini akan mendongkrak kepercayaan dari negara-negara lain atas Scorpion. Tapi analis juga menilai Scorpion hanyalah solusi untuk masalah yang tidak ada pada militer AS. Peran pesawat close-air-support seperti Scorpion, bukanlah kebutuhan mendesak militer AS.
Salah satu peran Scorpion lainnya yang mungkin menarik minat Pentagon adalah ISR, yang mana Angkatan Udara AS saat ini sedang gencar menambah armada sistem udara tak berawak (UAS). Tapi timbul pertanyaan lagi, mengapa militer AS mau menggunakan sistem berawak yang membahayakan nyawa pilotnya padahal mereka dapat menggunakan UAS dan masih mampu membelinya.
Jadi untuk apa pesawat ini? Kemungkinan terbesarnya adalah Pentagon menggunakannya sebagai pesawat pelatihan untuk pilot. Adalah Program TX Pentagon yang bertujuan untuk mengganti pesawat latih Northrop T-38 yang sudah digunakan AS sejak 1960-an. Tapi untuk bisa bersaing dengan pesawat lain dalam seleksi Program TX, analis menilai Scorpion harus menggunakan mesin yang lebih kuat dan sayap yang didesain ulang.
Jika Scorpion nantinya akan mendapatkan banyak order, mungkin banyak
industri pertahanan lainnya yang berani mengembangkan sistem militer
tanpa dukungan dana dari pemerintah. Tetapi masalah Scorpion cukup
pelik, industri pertahanan akan berpikir dua kali untuk menginvestasikan
uangnya untuk pengembangan sistem pertahanan.
Gambar: Textron AirLand: Artileri
Gambar: Textron AirLand: Artileri
0 komentar:
Posting Komentar