Minggu, 01 Februari 2015

Siasat Indonesia Menghadapi Raksasa Dunia




DUA negara raksasa dunia tengah mengelus-elus Indonesia, Amerika Serikat dan Rusia. Dua negara adidaya itu berhasrat menjadikan 'Negeri Jamrud Khatulistiwa'--julukan Indonesia--sebagai pangsa pasar bagi produk-produk persenjataan mereka.

Sebagai bukti, Amerika Serikat mengaku siap memasok sejumlah suku cadang yang diperlukan kendaraan militer Indonesia asal negara tersebut seperti untuk pesawat angkut C-130 Hercules, jet tempur F-16 Fighting Falcon, dan helikopter tempur AH-64 Apache.

''Sulit bagi AS untuk melakukan embargo kepada Indonesia sebagai mitra yang amat kuat,'' kata Staf Khusus Menteri Pertahanan AS untuk Kawasan Asia Pasifik David B Shear, akhir pekan lalu.

Shear menambahkan pemerintah AS akan melakukan segala upaya untuk memastikan komitmen, dukungan, serta pengiriman suku cadang peralatan militer kepada Indonesia. ''Kami juga memiliki kerja sama penting mengenai hibah pesawat tempur F-16 dan penjualan helikopter tempur Apache baru-baru ini,'' kata Shear.

Lain Amerika Serikat, lain pula Rusia. Beberapa hari sebelum Shear mengungkapkan keinginan 'Negeri Paman Sam', Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin telah lebih dahulu menyatakan keinginan agar Indonesia menyetujui pembelian pesawat tempur Sukhoi jenis Su-35.

''Kami berharap kesepakatan pembelian Su-35 bisa terjadi. Kerja sama militer di antara kedua negara sudah berlangsung sejak lama dan kami ingin bisa terus berlanjut,'' ujar Galuzin di kediaman Duta Besar Rusia, Jakarta, Senin (19/1).

Dia menambahkan Rusia selalu siap jika memang nantinya Indonesia sepakat untuk membeli Su-35 demi menambah unit pesawat tempurnya.

Presiden Joko Widodo paham betul negeri yang dipimpinnya menjadi incaran negara-negara asing sebagai pangsa pasar potensial. Negara seluas 1.904.569 km2 ini tentu membutuhkan peralatan utama sistem persenjataan yang canggih, modern, dan ideal demi menjaga kedaulatan.

Daripada sekadar menjadi konsumen dan incaran negara-negara produsen dari luar negeri, Jokowi ingin Indonesia mandiri. Ia pun gencar melakukan safari ke PT PAL, PT Dok Surabaya, dan PT Pindad demi memenuhi kebutuhan pertahanan dalam taraf yang ideal.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengamini bahwa tujuan safari Jokowi ialah untuk mengetahui secara langsung kondisi salah satu industri strategis itu dan bagaimana pengembangannya ke depan.

''Presiden menginginkan pengembangan berbasis dua hal. Misi pertama harus bisa menuju kemandirian pertahanan, setiap ada pengadaan alutsista harus dibarengi transfer teknologi. Yang kedua ialah untuk menerapkan teknologi dan mengembangkan teknologi ganda,'' imbuhnya.
Ditopang UU SETPERS/AGUS SUPARTO

Industri pertahanan di dalam negeri memang diyakini akan bergeliat dan mampu memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) nasional. Pendorongnya ialah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

''Industri akan lebih bergeliat karena dijamin pemerintah melalui undang-undang. Ada banyak investor asing yang ingin mengajak kerja sama,'' ujar Kepala Divisi Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan Said Didu kepada Media Indonesia, akhir pekan lalu.

Sejauh ini, kata dia, industri dalam negeri baru bisa memproduksi senjata berkaliber kecil, kapal pendukung logistik perang, atau panser. Indonesia masih sangat tergantung pihak asing dalam hal teknologi tingkat tinggi.

''Untuk pesawat tempur, kapal perang yang lengkap dengan sistem senjata, kemudian kapal selam, itu masih harus bekerja sama dengan pihak asing. Senjata kaliber besar dan rudal juga masih harus kerja sama,'' tuturnya.

Lebih jauh ia mengatakan, pesawat tempur dan kapal selam tengah dirancang dengan Korea Selatan. ''Pesawat tempur mungkin baru bisa terbang 2026, kapal selam mungkin 2017-2018 sudah dibangun di PT PAL. Untuk medium tank, sedang dirancang PT Pindad,'' kata Said.

Said juga mengutarakan persoalan pertahanan bukan hanya tanggung jawab Kementerian Pertahanan. Mengingat masih ada permasalahan dari sisi industri pendukung dan permodalan, ia pun berharap kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian BUMN.

Menurut dia, Kementerian Perindustrian bisa mendorong pengembangan industri pendukung, sedangkan Kementerian BUMN membantu suntikan modal. ''Dengan begitu, kapasitas produksi bisa ditingkatkan seiring dengan penyediaan sumber daya manusia yang mumpuni,'' tandas Said.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan Kemenperin terus menguatkan BUMN sebagaimana yang menjadi bagian tugasnya.

''Tugas Kementerian Perindustrian ialah bagaimana memperkuat BUMN-nya seperti Pindad, Krakatau Steel, atau Dahana yang memproduksi mesiu. Dari sisi permodalan, Kementerian BUMN juga sudah bergerak melalui penyertaan modal negara (PMN),'' tutur Ansari.

  Media Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar

Form Kritik & Saran

Nama

Email *

Pesan *