Kapal Selam Changbogo Class (Foto: ROKN) 
 | 
Jakarta, Setelah kapal selam Kilo Class 
belum berhasil didatangkan ke Indonesia namun bukan berarti monster 
bawah laut asal Rusia ini tidak mengisi kekuatan dalam jajaran kapal 
selam Indonesia. Pasalnya, dukungan publik mengalir untuk segera 
didatangkannya alautsista canggih asal negeri Tirai Besi ini.
Sebagaimana yang telah diungkapkan pengamat alutsista militer dari 
Indomiliter, Haryo Adjie Nogo Seno beberapa waktu lalu yang menyatakan 
publik sangat merindukan kekuatan laut kita dekade 60-an yang didominasi
 asal Rusia (dulu Uni Soviet).
“Dengan kerinduan yang menggebu pada kejayaan militer Indonesia di 
dekade 60-an, di mana saat itu Indonesia tak terbantahkan menyandang 
sebagai negara dengan militer terkuat di belahan Asia Selatan, membuat 
banyak kalangan di Tanah Air bekalangan ini begitu eforia pada peralatan
 militer buatan Eropa Timur, khususnya asal Rusia,” ujar Adjie biasa 
akrab disapa.
Di era itu, terdapat 12 kapal selam Whiskey Class asal Rusia yang 
bertengger mengisi satuan kapal selam kita. Sekejap, Belanda dan negara 
sekutu lainnya kalang kabut melihat kekuatan laut Indonesia saat itu. 
Tanpa pikir panjang, Amerika Serikat langsung menginstruksikan Belanda 
untuk segera angkat kaki dari Irian Barat.
Lain dulu lain sekarang, kini satuan kapal selam Indonesia tinggal 
dihuni oleh KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402. Sehingga, pemerintah 
dituntut untuk meningkatkan pembelian kapal selam. Tidak 
tanggung-tanggung, publik pun berharap agar satuan kapal selam Indonesia
 kembali diisi dari Rusia seperti halnya era 60-an.
“Segala yang ‘berbau’ Rusia begitu diagungkan. Tidak ada yang keliru 
dengan perspektif tersebut, soalnya memang banyak produk alutsista 
besutan Rusia yang memang mumpuni, bandel dan mampu memberi efek getar,”
 tukas Adjie.
Lebih lanjut, Adjie memaparkan hal itu terjadi bukan karena masalah 
kualitas saja melainkan secara psikologis, muncul ketidaksenagan dengan 
AS beserta negara-negara NATO.
“Lepas dari soal kualitas alat tempur yang ditawarkan Rusia, terasa 
ada aroma dan argumen yang unik dari publik karena didorong semangat dan
 kerinduaan saat Indonesia di bawah sokongan alat perang Rusia, plus 
berkembangnya sentimen anti AS dan negara-negara Eropa Barat yang 
kebanyakan anggota NATO, sontak memunculkan dukungan yang penting buatan
 Rusia pasti lebih hebat, lebih canggih dan bisa memberi efek deterence 
maksimal bagi Indonesia,” cetusnya.
Pilihan Jatuh pada Changbogo Class
Akan tetapi ekspektasi publik akan kekuatan kapal selam Rusia yang 
akan mengisi jajaran kapal selam Indonesia harus meleset ketika Kemhan 
RI di masa Menhan Purnomo Yusgiantoro memutuskan untuk membeli tiga unit
 kapal selam dari Korea Selatan (Korsel) daripada membeli dari Rusia. 
Alasan utama yang diungkap terkait harga dan urusan alih teknologi 
(ToT).
| Haryo Adjie Nogo Seno (Foto: Dok pribadi) | 
“Rusia memang menawarkan kredit negara sebesar 1 miliar dolar AS atau
 sekitar Rp90 triliun. Namun lantaran harga tender yang ditawarkan Rusia
 tidak sesuai kebutuhan TNI AL, maka pemerintah tidak memanfaatkan sisa 
kredit tersebut, sementara Korsel dalam tender menawarkan kontraknya 
sekitar 1,1 miliar dolar AS untuk tiga unit kapal selam,” sambungnya.
Akhirnya di dapat kesepakatan Kemhan untuk membeli kapal selam 
Changbogo Class buatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering 
(DSME). Kapal selam bertenaga diesel itu masing-masing berbobot 1.400 
ton dengan panjang 61,3 meter.
“Selain paket harga, pihak Korea Selatan menawarkan paket TOT 
(transfer of technology-red), dan itu salah satu keunggulan mengapa 
Indonesia memilih Korsel. Dalam skema ToT, direncanakan 1 dari 3 unit 
Kapal Selam tersebut akan dibangun di Indonesia, dan 2 unit lainnya di 
Korea Selatan. Namun ketiga unit Kapal Selam ini baru akan datang di 
tahun 2016-2018 mendatang,” tuturnya.
Padahal, pihak Rusia pun tengah mengiming-imingi ToT sebagaimana yang
 terjadi pada masa Bung karno dahulu. Namun, belum ada penjelasan 
seperti apa pola ToT yang ditawarkan Rusia. Maklum, selama ini Rusia 
agak ketat untuk urusan ToT, sebut saja pembelian armada Sukhoi TNI AU 
yang juga tak menyertakan skema ToT.
Mengutip pernyataan mantan Dubes RI untuk Rusia Hamid Awaludin di 
stasiun TV Swasta, Adjie menjelaskan proses pengadaan kapal selam dari 
Rusia mengalami beberapa tantangan, seperti TNI AL harus menyiapkan 
fasilitas dermaga kapal selam yang lebih besar, mengingat Kilo Class 
punya dimensi yang lebih besar ketimbang Type 209. Belum lagi penyiapan 
keperluan logistik dan pelatihan awak, yang kesemuanya mengakibatkan 
biaya membengkak.
“Lain halnya, dengan rencana kedatangan Changbogo Class dari Korea 
Selatan, dengan dimensi yang tak beda jauh dengan kapal selam TNI AL 
saat ini Type 209, maka TNI AL dipercaya tidak memerlukan modifikasi dan
 upgrade pada fasilitas pendukung,” tambahnya.
Harapan Pada Rusia
Akan tetapi, publik setidaknya dapat berharap lebih usai adanya 
pertemuan antara Menhan RI Jenderal (Purn) Ryamizard Ryaccudu dengan 
Dubes Rusia untuk Indonesia M.Y.Galuzin di Kantor Kementerian Pertahanan
 RI, Jakarta, Kamis (15/1) lalu.
Dalam pertemuan antara keduanya, turut dibahas rencana untuk 
meneruskan dan memulai kerjasama di bidang pengadaan beberapa alutsista 
seperti pesawat tempur multifungsi, jenis SU-35 dan Kapal Selam Kelas 
636.
Tidak hanya itu, Pemerintah Rusia  juga akan siap mengembangkan 
kerjasama di bidang industri pertahanan, diantaranya untuk pelaksanaan 
proses Transfer of Technology, mengadakan Join Production menghasilkan bersama untuk suku cadang berbagai jenis alutsista, mengembangkan skema Offset termasuk juga didirikannya service center.
Oleh karena itu, Rusia siap menerima kunjungan dari beberapa pejabat 
militer dan pertahanan dari Indonesia seperti kunjungan Kasal dan Kasau 
ke Rusia untuk melihat langsung pesawat tempur jenis SU-35 dan kapal 
selam 636.
Sumber : JMOL 
0 komentar:
Posting Komentar